Montty Sosialisasi UU Cipta Kerja Bahas Sektor Perizinan Berusaha Berbasis Resiko dan LHK di Kalbar

UU Cipta Kerja mengamanatkan bahwa penyusunan dan penilaian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) diintegrasikan ke dalam proses perizinan berusaha. 

Penulis: Anggita Putri | Editor: Jamadin
TRIBUN PONTIANAK/ ANGGITA PUTRI
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI turun langsung ke daerah untuk melakukan sosialisasi UU Cipta Kerja yang kali ini dilaksanakan di Kota Pontianak yang berlangsung di Hotel Orcardz Pontianak, Jumat 04 Desember 2020.  

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK- Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian RI memberikan sosilasisasi langsung dan turun ke daerah yang kali ini dilaksanakan di Kota Pontianak yang berlangsung di Hotel Orcardz Pontianak, Jumat 4 Desember 2020. 

Menindaklanjuti pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah tengah menyusun aturan pelaksanaan berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres).

Dalam proses penyusunan ini, Pemerintah pun membentuk tim independen yang akan berkunjung ke beberapa kota untuk menyerap masukan dan tanggapan dari masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan terkait.

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Riset, dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Montty Girianna saat menjadi  keynote speech dalam kegiatan Serap Aspirasi UU Cipta Kerja.

“Kami sangat berharap acara ini menjadi sarana yang efektif untuk tukar pendapat, menyampaikan masukan, dan memperoleh tanggapan dari bapak dan ibu semua guna penyempurnaan RPP,”harap Montty Girianna.

Baca juga: Hadiri Sosialisasi UU Cipta Kerja, Muda Mahendrawan: Pahami Seluruh Komponen Masyarakat

Kegiatan Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja di Kota Khatulistiwa siang ini menyasar sektor Perizinan Berusaha Berbasis Resiko dan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

“Sektor Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, pada UU Cipta Kerja memperkenalkan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha, yakni mengubah pendekatan aturan berbasis izin atau license based menjadi aturan berbasis risiko atau Risk Based Approach (RBA),” ujar Montty Girianna.

Perizinan berusaha, lanjut Montty, hanya diterapkan kepada kegiatan usaha yang berisiko tinggi, baik dilihat dari segi kesehatan, keselamatan, lingkungan, maupun kepentingan umum.

Menurutnya, implementasi perizinan berusaha di lapangan cukup bervariasi dan pengawasan terhadap kegiatan usahanya tidak optimal dilaksanakan. 

“Hal-hal tersebut melatarbelakangi disusunnya perizinan berusaha berbasis risiko. Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo mengenai pangkas perizinan berusaha, sederhanakan prosedur perizinan, serta penerapan standar usaha dan perlakuan khusus untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK),” terang Montty Girianna.

Mengenai LHK, UU yang disempurnakan ialah UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 41/1999 tentang Kehutanan, dan UU 18/2013 tentang  Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Tiga RPP tengah disusun yakni tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tata kelola kehutanan, dan tata cara pengenaan sanksi administratif dan PNBP atas kegiatan usaha yang telah dibangun di dalam kawasan hutan.

Baca juga: Praktisi Hukum Saran Langkah Tepat Ajukan Judicial Review Terkait UU Omnibus Law

UU Cipta Kerja mengamanatkan bahwa penyusunan dan penilaian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) diintegrasikan ke dalam proses perizinan berusaha. 

AMDAL merupakan safeguard dari kegiatan usaha dan merupakan bagian utama yang tidak terpisahkan dari proses perizinan berusaha.

Selain itu, UU Cipta Kerja mengamanatkan agar masyarakat penggarap hutan diberikan kesempatan untuk mendapatkan perizinan berusaha. Pemerintah akan memberikan kemudahan menggarap kawasan hutan bagi masyarakat.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved