Netral, Ini Pernyataan Sikap Mahasiswa UPB Pontianak Terkait UU Omnibus Law dan Maraknya Berita Hoax

Namun, mereka lebih mengedepankan untuk memberikan pemahaman publik terkait informasi dan permasalahan yang sedang booming diperbincangkan tak terlepa

Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK/Muhammad Rokib
Mahasiswa UPB Pontianak sampaikan aspirasinya kepada publik tentang pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang juga dihadiri oleh Rektor dan segenap dekan serta dosen UPB Pontianak, di Gedung Rektorat Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak, Kamis 15 Oktober 2020. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Menanggapi isu yang terjadi terkait pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan banyaknya masyarakat yang termakan oleh hoax, Mahasiswa Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak pun angkat suara.

Persatuan mahasiswa UPB Pontianak yang tergabung dari seluruh BEM antar fakultas dan seluruh mahasiswa UPB Pontianak menyampaikan aspirasinya terkait disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja, serta banyaknya informasi berita bohong yang meresahkan masyarakat luas. Pada suara aspirasi yang disampaikan kali ini pihaknya tak berfokus pada penolakan ataupun mendukung UU Omnibus Law.

Namun, mereka lebih mengedepankan untuk memberikan pemahaman publik terkait informasi dan permasalahan yang sedang booming diperbincangkan tak terlepas dari UU Omnibus Law dan masih banyaknya berita hoax.

Termakannya hoax, dikatakannya lantaran banyaknya informasi tentang isi mulai dari poin perpoin, pasal perpasal dan Bab perbab UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menyimpang dari kebenarannya.

Kendati demikian, Mahasiswa UPB Pontianak menilai untuk format dari undang-undang Omnibus Law sebanyak 812 halaman memang harus dilakukan sebuah kajian yang mendalam dan komprehensif. Dengan itu, dikatakannya akan lebih mudah untuk menarik sebuah kesimpulan bahwa akan mendukung atau menolak.

Baca juga: Jalin Kerjasama, Yayasan Panca Bhakti dan Jajaran UPB Pontianak Kunjungi Kantor Bupati Kayong Utara

"Seperti yang sudah kami sampaikan fokus kami adalah membantu publik untuk meluruskan berita-berita yang dianggap tidak benar itu. Kedua, fokus kami sudah katakan jangan juga apabila kita menduga 1 atau 2 pasal yang dianggap melanggar hak-hak pekerja, dalam hal ini hak buruh. Lalu kita mampu beranikan diri menjenarisikan ini bahwa undang-undang itu jelek, maka ada mekanismenya di sana," ujar Jemmy Hans Welan perwakilan dari persatuan mahasiswa UPB Pontianak saat menyampaikan aspirasinya kepada publik, yang dihadiri oleh Rektor dan dekan UPB Pontianak, di gedung Rektorat Universitas Panca Bhakti, Pontianak, Kamis 15 Oktober 2020.

Mahasiswa UPB pun, lanjutnya, menyampaikan permohohonan maaf kepada semua pihak lantaran tak ikut serta bergabung dalam aksi demonstrasi yang telah digelar beberapa waktu lalu. Hal itu dikatakannya tentu memang memiliki landasan dan kajian yang berbeda.

Kendati demikian, terlepas dari itu, dijelaskannya juga, bahwa bukan berarti mahasiswa UPB Pontianak menyalahkan para peserta aksi demonstrasi dilapangan. Namun dinilainya bahwa mereka tentu memiliki nilai dasar kajian tersendiri.

"Kami memahami mereka tentu memiliki dasar dan bisa dipertegas lagi dalam hal ini yang kami soroti adalah mekanisme dalam hal pelaksanaan suara itu yang dilaksanakan dengan cara yang baik dan tepat tidak ada unsur kekerasan di sana, tidak ada unsur anarkis di sana, yang kami juga soroti tidak hanya bagi mereka yang menyuarakan suara rakyat, tapi aparat penegak hukum juga yang dalam hal ini sebenarnya bertugas untuk mengamankan jalannya aksi tersebut. Namun juga dalam hal proses pengamanan mereka berlebihan melakukan tindakan-tindakan kekerasan sehingga korban berjatuhan," ungkapnya.

Dengan itu, disampaikannya bahwa kehadirannya menyuarakan aspirasi yang tentu memiliki asumsi yang berbeda.

Sehingga kunci utamanya yang diinginkan adalah publik bisa memahami permasalahan yang yang terjadi.

“Kami sampaikan kepada publik bahwa mahasiswa Universitas Panca Bhakti membawa suara yang berbeda agar publik memiliki pilihan assumsi yang berbeda dan banyak yang kemudian publik dapat memandang permasalahan omnibus law, tidak hanya dari satu atau dua sudut pandang, sehingga publik kemudian dapat menarik kesimpulan bahwa ini layak atau tidak,” ujarnya.

Disarankannya agar masyarakat bisa menelaah lebih jauh tentang informasi yang beredar, harus mengetahui secara jelas sumber informasinya. Karena dinilainya semua bisa saja termakan oleh hoax, baik masyarakat awam ataupun masyarakat yang berpendidikan tinggi.

“Perlu diingat cara bertindak kita ditentukan dari cara kita berpikir. Artinya jika kita berpikir sudah salah maka dipastikan apa yang dilakukan kita juga akan salah, itu membaca seperti yang sudah dikatakan tadi kami masih mencoba menelaah lebih jauh bahwa gonjang ganjing yang terjadi dari Sabang sampai Merauke hingga saat ini besar pengaruhnya, karena disinformasi publik,” lanjutnya.

Ia menilai masih banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi informasi secara mentah, tanpa adanya cek and ricek secara seimbang sehingga menjadikan kondisi tak stabil.

“Ini juga dipengaruhi oleh terlambatnya pemerintah mengklarifikasi permasalahan tersebut. Maka saya katakan tadi bahwa komunikasi publik dari pemerintah dan rakyatnya tidak sampai dan kacau.

Kita mendesak pemerintah memperbaiki komunikasi publik itu agar transparansi terjadi dan masyarakat secara keseluruhan mampu menerima informasi yang jelas, perlu diingat tidak hanya masalah tapi mereka tidak berlebihan.

Jika hoax ini tidak mampu dibenamkan, usut tuntas, gejolak ini tidak mampu kita control, itu dapat mengganggu dan mengancam nilai-nilai Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya.

Ia pun meminta kepada aparat penegak hukum agar diusut tuntas siapa saja yang menyebarkan berita-berita hoax. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved