Human Interest Story
KISAH Kakek Johar Tinggal di Gubuk Reot Kebun Karet, Hidup Sebatang Kara Tanpa Ada Penerangan
Di bawah atap seng yang miring itu lah, Johar menginstirahatkan tubuhnya dalam gelap gulita tanpa penerangan di tengah kebun karet.
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Maudy Asri Gita Utami
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Sudah tiga bulan terakhir, Kakek Johar tinggal di gubuk tak layak huni di Desa Martiguna, Dusun Sungai Labi, RT 10 RW 04, Kecamatan Sintang, Kabupaten Sintang, Kalbar.
Gubuk yang ditinggali bukan miliknya, melainkan milik Almarhum Kakek Sembung.
Termasuk tanah beserta hamparan pohon karet.
Gubuk tempat tinggal sementara Johar 70 persen sudah roboh.

Sebagian besar pondasi hingga atapnya sudah rata dengan tanah.
Hanya tersisa separuh dinding papan yang masih tegak berdiri menopang seng yang rubuh.
Bangunannya hanya tersisa sepersekian meter. Hanya cukup untuk Kakek Johar berbaring menyelonjorkan kaki.
Di bawah atap seng yang miring itu lah, Johar menginstirahatkan tubuhnya dalam gelap gulita tanpa penerangan di tengah kebun karet.
Kakek Johar tidur tanpa alas. Tempat tidurnya hanya beralaskan papan rapuh dan seng karatan.
Di gubuk yang nyaris roboh itu, tidak ada perabotan apapun.
Hanya sehelai kain sarung usang. Tas milik warga Lubuk Antu, Malaysia dan karung berisi alat penangkap ikan.
Tidak ada perabotan untuk memasak.
Hanya kaleng bekas susu karatan yang digunakannya untuk menanak nasi menggunakan kayu bakar. Satu teflon untuk memasak Mi instan.

Keberadaan Kakek Johar di gubuk tak layak huni, baru diketahui oleh warga dan Rt setempat beberapa hari terakhir.
Umi, warga sekitar yang pertama kali menemukan Johar tinggal di gubuk tersebut bercerita, dia kenal dengan Kakek Johar sejak 8 tahun silam.
Ketika itu, dia dan bapaknya sama-sama mencari kayu di hutan.
“Saya pernah kenal orang ini, 8 tahun yang lalu, waktu bapaknya masih sehat. Jadi waktu itu, pondok-pondok belum ada. Hanya satu punya saya. Mereka cari kayu untuk dijual,” katanya.
Namun setelah itu, Umi tak lagi melihat Kakek Johar.
Setelah enam tahun berselang, Umi kembali melihat Johar melintas di depan pondoknya sekitar pertengahan Maret lalu.
“Sekitar 6 tahun ndak lihat dia. Baru setelah kami mendirikan pondok ini, sekitar pertengahan maret ada lihat dia lagi,” cerita Umi.
Setelah sekian lama tak terlihat, Umi lantas bertanya Johar tinggal di mana.
Namun Johar tidak menyebut pasti tempat tinggalnya. Dia hanya nunjuk pondok di belakang.
Umi semakin penasaran. Ketika Johar kembali lewat di depan rumahnya, dia kembali memastikan tempat tinggal Johar.
Lalu, Umi dan seorang warga lain yang kebetulan panen sawit memberanikan diri mencari tahu tempat tinggal Kakek Johar di kebun karet penuh semak.
Alangkah terkejutnya Umi tak kala menjumpai tempat tinggal Kakek Johar yang hanya bekas pondok yang sudah nyaris roboh rata dengan tanah.
“Saya itu lihat pondok itu ndak mungkin bisa jadi tempat tinggal. Makanya saya ndak yakin awalnya dia tinggal di situ. Baru saya pastikan pada hari Jumat."
"Pas mereka panen sawit. Datang kami berdua ke situ. Sekali datang ke situ, memang betul tinggal di situ."
"Kami pun teduduk temenung lihat tempat seperti itu. Rasanya ndak masuk akal pondok nyaris roboh itu untuk tempat tinggal,” ujarnya.
Pikiran Umi gundah melihat Johar tinggal di gubuk yang jarak dari rumahnya berkisar 500 meter tersebut.

Dia khawatir, bagaimana bila bangunan itu roboh dan menimpa Kakek Johar ketika diterpa hujan dan angin kencang.
“Yang saya khawatir, takut pondok itu roboh nimpa dia, lalu meninggal. Ndak ada yang tahu."
"Terus orang yang punya lahan mau bersihkan lahan lalu lihat bangkai tinggal tulang. Itu yang ada dibenak saya,” ungkapnya.
Khawatir terjadi sesuatu yang tak diiingkan, Umi lantas melaporkan kondisi tersebut ke Achmadin, Ketua Rt setempat.
“Setelah dapat informasi itu, saya pun pergi ke pondok untuk memastikan. Rupanya benar,” katanya.
Setelah keberadaan Johar diketahui, beberapa warga ada yang mengulurkan bantuan.
Ada berupa beras. Roti hingga Mi instan. Tapi bantuan itu sama sekali tak disentuh. Masih utuh hingga hari ini.
Selain sembako, warga juga memberikan beberapa perlengkapan alat masak serta ember untuk menampung air hingga peralatan masak.
Kakek Johar memberikan keterangan berbeda.
Dia mengaku baru hitungan hari tinggal di gubuk tersebut.
“Baru lima hari,” katanya dengan logat bahasa daerahnya yang kental.
Perawakan Johar tinggi semampai. Tubuhnya kurus.
Tulang rusuknya tercetak jelas di kulit sawo matang. Rambut belakangnya panjang melebihi pundak.
Kakek Johar mengaku berasal dari Tebidah, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Sintang.
Dia tidak punya kartu identitas.
Johar mengaku pernah bekerja di Malaysia, tepatnya di Bintulu.
Dia menyebut usianya 47 tahun.
Tapi, Achmadin tidak percaya.
“Rasanya beliau lebih tua dari saya usianya,” katanya.
Johar tidak punya pekerjaan tetap. Saban pagi, hingga sore dia berjalan ke pasar menenteng tas dan beberapa botol bekas air mineral.
Botol itulah yang kemudian diisi air sungai kapuas oleh Johar untuk dikonsumsi di pondoknya.
Di pasar, terkadang dia menjadi buruh angkut barang membantu pedagang di pasar.
Jarak tempuh dari pasar Sungai Durian ke gubuk Johar sangat lah jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki.
Menggunakan sepeda motor saja, bisa lebih dari setengah jam.
Letak gubuk yang ditinggali Johar juga jauh dari pemukiman warga. Lebih tepatnya di kebun karet.
Tetangga dekat gubuk Johar, hanya Umi.
Dia mengaku memilih tinggal di gubuk karena ingin menoreh getah karet.
“Saya pengen noreh getah,” katanya.
Selama tinggal di gubuk, Johar mengaku tidak takut.
Ia lebih khawatir bangunan roboh dibanding binatang buas yang bisa saja mengusiknya kapan saja.
Achmadin, ketua Rt setempat merasa kasihan melihat Johar tinggal di gubuk yang sangat tidak layak huni tersebut.
Dia kemudian berembuk dengan warga dan perangkat desa Martiguna, untuk merenovasi gubuk tersebut supaya layak ditempati.
“Kami bersama warga sudah berembuk, untuk memperbaiki pondok ini. Jangan sampai Pak Johar tinggal di tempat seperti ini."
"Ini resiko besar. Ada ular, lipan kala jengking, belum lagi kalau cuaca hujan. Kan dingin. Kita bantu nanti,” kata Achmadin.
Rencananya, hari Minggu nanti warga akan bergotong royong, buat pondok yang lebih bagus.
Papan yang masih bisa dipakai, kita gunakan untuk dinding.
Acmadin berpesan, agar Johan tidak takut tinggal di pondok tersebut, meski tidak tercatat sebagai warga Desa Martiguna.
“Nanti akan saya cek terus, kalau kurang apa, kita coba penuhi,” katanya.
Tak hanya itu, Achmadin juga sudah berembuk dengan ahli waris kebun karet tersebut soal keinginan Johar untuk menyadap karet.
“Alhamdulillah diizinkan sama yang punya. Dan diperbolehkan memperbaiki gubuknya,” katanya.
Bantu Tempat Tinggal Layak
Camat Sintang, Siti Musrikah langsung mengujungi gubuk reot nyaris rubuh yang ditinggali sementara oleh Johar di Desa Martiguna, Dusun Sungai Labi, usai mendapat informasi ada warga tinggal di gubuk tak layak huni, Kamis (2/7/2020).
Setibanya di lokasi, Siti Musrikah langsung berbincang dengan Johar, warga yang mengaku berasal dari Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Sintang, yang tinggal sementara di gubuk reot di kebun karet sejak tiga bulan terakhir.
Usai meninjau kondisi gubuk yang dihuni Johar, Siti Musrikah memastikan akan membantu Johar memiliki tempat tinggal yang layak huni.
“Minggu akan mulai dikerjakan. Ada yang nyumbang seng, papan dan lain sebagainya. Kalau ada yang kurang, kami bantu,” kata Siti Musrikah.
Menurut Siti, tempat tinggal Johar tidak bisa menunggu tahun depan baru diperbaiki.
Sebab, kondisinya sudah sangat memperihatinkan. Sebagian besar pondasinya sudah roboh.
Beberapa tiang pancangnya juga sudah rapuh.

Sementara, jika harus diusulkan terlebih dahulu melalui program bedah rumah yang ada di PUPR, itu butuh waktu panjang.
“Sebenarnya di Perkim ada bantuan dari kementrian PUPR, untuk program bedah rumah. Setiap desa dan kelurahan diberikan hak untuk mengusulkan 25 unit rumah pertahun."
"Cuma kondisi yang saya lihat ini tidak mungkin menunggu. Sementara untuk urus bantuan melalui birokrasi ini butuh satu tahun usulannya. Kalau begitu, nunggu rumahnya sudah roboh semua,” ungkap Siti.
Siti berkeinginan membuka rekening untuk menggalang donasi dari para dermawan.
Dana yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk membantu masyarakat lain seperti Johar, misalnya, yang belum memiliki tempat layak huni.
“Kemarin kita diskusi dengan forkopimcam, bagaimana kalau membuat seperti rekening donasi, untuk bedah rumah yang kita kelola transparan."
"Misalnya, perlunya berapa, dapat donatur dari mana dan resmi untuk membantu warga yang kondisinya sangat darurat, tidak bisa menunggu setahun kemudian. Tapi harus hari ini diperlukan, hari ini pula dikerjakan,” jelasnya.
Dengan adanya dana darurat yang terkumpul dalam rekening donasi itu, Siti meyakini ketika ada warga yang membutuhkan uluran bantuan, tidak perlu menunggu lama.
“Kita harus memanusiakan manusia, tanpa harus melihat suku, agama, warna rambut, ini murni kemanusiaan."
"Jadi kepedulian sosial harus kita galang. Saya yakin kita mampu,” ujarnya. (*)
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut:
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.wTribunPontianak_10091838
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak