Hukum Adat Ujaran Kebencian

Dijatuhi Hukum Adat Makarana, LH Minta Maaf Kepada Seluruh Masyarakat Dayak di Kalimantan

LH mengaku menyesal atas seluruh perbuatannya, dan mengaku merasa sangat menderita atas perbuatannya.

Penulis: Ferryanto | Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Sidang adat Dayak atas kasus ujaran kebencian oleh LH melalui media sosial, di Rumah Betang, Jalan Soetoyo, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (13/6/2020) siang. Sidang yang digelar secara virtual tersebut menjatuhkan hukuman berupa sanksi adat Makarana. 

Ahli waris bisa menggantikan posisi pelaku dalam proses peradilan adat.

Sidang adat Dayak atas kasus penghinaan masyarakat Dayak oleh LH melalui media sosial, di Rumah Betang, Jalan Soetoyo, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (13/6/2020) siang. Sidang yang digelar secara virtual tersebut menjatuhkan hukuman berupa sanksi adat Makarana.
Sidang adat Dayak atas kasus penghinaan masyarakat Dayak oleh LH melalui media sosial, di Rumah Betang, Jalan Soetoyo, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (13/6/2020) siang. Sidang yang digelar secara virtual tersebut menjatuhkan hukuman berupa sanksi adat Makarana. (TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI)

Dalam adat Dayak itu begini, kalau seseorang melakukan kesalahan, dan dia lari, bagaimana melaksanakan hukum adatnya, maka ahli waris yang harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya.

Bila ahli waris tidak ada, maka Paguyuban yang mempertanggungjawabkan kelompok-kelompoknya.

Karena ada istilah adat Dayak, Ketika Perahu Hanyut, Tetapi Pangkalannya Tetap, tak pernah pangkalannya ikut lari juga, itulah istilah didalam kearifan masyarakat Dayak.

Kemudian, pelaku bisa saja tidak dihadirkan kalau misalnya dia mau dihadirkan lalu kecelakaan dan meninggal, apakah orang mati mau dihadirkan, kan tidak.

Kemudian, kalau dia mau disanksi adat lalu yang bersangkutan melakukan tindak pidana, dan menurut penyidik tidak bisa dihadirkan, apakah kita harus paksakan ambil dari sel sana dan harus dihadirkan ke sini, kan juga tidak bisa.

Apalagi di masa pandemi covid-19 ini, kita tahu bahwa Jawa Timur zona merah, maka protokol kedatangannya akan lama, sedangkan kita kalau sudah diputuskan, 3 hari, 7 hari paling lama.

Atas kejadian ini, Yakobus mengimbau seluruh masyarakat agar cerdas bermedia sosial dengan tidak mengunggah konten berbau SARA yang dapat merusak persatuan dan kesatuan. Tetap saling menghormati serta menjaga keharmonisan dalam kehidupan. (*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved