Hari Ini 14 Tahun Silam Gempa Yogyakarta Tewaskan Ribuan Orang, Warganet: Mengenang Bukan Meratapi

Warganet beramai-ramai mengenang bencana alam yang menyebabkan ribuan orang meninggal dunia tersebut dengan tagar #14TahunGempaJogja

Editor: Dhita Mutiasari
KOMPAS.com/AMIR SODIKIN
Poster pemain sepak bola yang langsung dipasang di pohon, serta karung bekas yang kembali dikumpulkan untuk alas tidur. Di Dusun Bondalem, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, ini hampir semua rumah telah rata tanah akibat gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006. 

Berdasarkan pemantauan Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta, gempa tektonik berkekuatan 5,9 skala Richter (SR) itu terjadi pada pukul 05.53 di lepas pantai Samudra Hindia.

Posisi episentrum pada koordinat 8,26 Lintang Selatan dan 110,33 Bujur Timur, atau pada jarak 38 kilometer selatan Yogyakarta pada kedalaman 33 kilometer.

Gempa disebabkan tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, pada jarak sekitar 150 km-180 km ke selatan dari garis pantai Pulau Jawa.

Gempa utama terus diikuti gempa susulan berkekuatan kecil. Menurut Tony Agus Wijaya, pengamat geofisika pada Stasiun Geofisika Yogyakarta, kekuatan gempa tidak menyebabkan gelombang tsunami.

Ekonomi lumpuh total

Kepanikan akibat gempa tektonik yang melanda Yogyakarta tak hanya mengakibatkan korban jiwa. Tapi seluruh sentra ekonomi lumpuh total.

Kerusakan infrastruktur listrik, telekomunikasi, pasar, bandara, stasiun kereta api, dan lumpuhnya pasar rakyat ini ditaksir menimbulkan kerugian puluhan miliar rupiah.

Kelumpuhan itu antara lain terjadi karena listrik padam, penutupan Bandara Adisutjipto, macetnya sekitar 40 base transceiver station (BTS) Telkomsel, kerusakan stasiun kereta api, serta ambruknya sejumlah pasar rakyat.

Pasar-pasar yang menjadi urat nadi perekonomian rakyat di DIY sebagian besar tidak beroperasi. Bahkan, Pasar Piyungan nyaris rata dengan tanah. Sebagian bangunan Pasar Bantul juga roboh.

Selain itu pusat pertokoan kawasan Malioboro tutup, warung-warung makan tutup, minimarket juga demikian.

Ekonom dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Prof Dr Edy Suandi Hamid memperkirakan bahwa kerugian akibat gempa bisa mencapai puluhan miliar rupiah.

Sementara itu PT PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali (P3B) Region Jateng-DIY kehilangan daya 23 megawatt akibat kerusakan gardu induk listrik di Pedan, Klaten.

Solidaritas di tengah bencana

Hal yang membedakan gempa bumi di Yogyakarta dengan di Jepang (2011) adalah gotong royong dari rakyat Indonesia.

Dikutip Harian Kompas, Senin (29/5/2006), dalam opini yang ditulis Dosen Program Magister Ilmu Religi dan Budaya (IRB), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Baskara T Wardaya, dia menceritakan bantuan pada korban datang dari segala penjuru.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved