BEBAN Bunga Utang Indonesia Diprediksi Membengkak, Rasio Bisa Capai 17% dari Penerimaan Negara 2020
Moody’s memperkirakan rasio bunga utang pemerintah akan mencapai 17% dari penerimaan negara pada tahun 2020
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kondisi perekonomian nasional yang 'carut' marut di tengah hantaman 'badai' pandemi global Covid-19 membawa sejumlah kekhawatiran.
Satu di antaranya yakni soal risiko terhadap beban hutang negara Indonesia.
Hal itu bisa terjadi akibat membengkaknya beban biaya utang negara, yakni dari sisi meningkatnya rasio bungan hutang yang menjadi kewajiban pemerintah.
Moodys Investors Service jadi satu di antara lembaga yang memperingatkan pemerintah Indonesia soal potensi naiknya beban bunga utang negara itu.
• Debat Panas Fadli Zon dengan Ali Mochtar Ngabalin di TVOne, Singgung Utang Negara & Virus Corona
Ada sejumlah alasan di balik kekhawatiran itu, utamanya di tengah beragam risiko akibat tekanan perekonomian dan pasar keuangan global saat ini.
Apalagi, prospek penerimaan negara tahun ini buruk sehingga kenaikan bunga utang menjadi salah satu sumber tekanan fiskal bagi pemerintah.
Moody’s mencatat, tingkat yield SUN tenor 10 tahun mengalami kenaikan.
Yaitu 7,9% pada akhir Maret lalu atau hampir menyamai level pada Oktober 2018 di mana terjadi outflow besar-besaran di pasar keuangan domestik.
• Pemerintah Tarik Utang Rp 8 Triliun dari Lelang Sukuk
Naiknya yield SUN juga disertai dengan pelemahan kurs rupiah sehingga kondisi ini menjadi resep bagi melambungnya beban bunga utang pemerintah ke depan.
Terlepas dari sokongan likuiditas yang dikucurkan Bank Indonesia saat ini, kelangkaan dollar AS di dalam negeri berpotensi memaksa BI untuk membiayai obligasi jatuh tempo.
Atau bahkan juga menerbitkan SUN baru dengan tingkat kupon yang tinggi sesuai dengan permintaan pasar.
“Kombinasi pelemahan rupiah dan naiknya yield akan meningkatkan biaya utang dan mengurangi kemampuan membayar utang yang saat ini sudah berada pada level yang lemah,” papar Moody’s.
Kondisi penerimaan negara yang lesu pun akan semakin menambah tekanan.
Moody’s memperkirakan rasio bunga utang pemerintah akan mencapai 17% dari penerimaan negara pada tahun 2020.
• Hutang Piutang Berujung Pembunuhan Pensiunan PNS, Tersangka Wanita Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara
Jumlah itu berlipat ganda dari median 8,4% pada negara berperingkat BAA lainnya.
Dengan perhitungan stress scenario Moody’s, kenaikan sebesar 200 basis poin pada biaya utang pemerintah akan mengerek tingkat utang sebesar 2,7% sehingga menjadi 36,4% terhadap PDB.
Begitu juga dengan rasio bunga utang, diproyeksi naik 0,7% menjadi 17,7% terhadap penerimaan negara.
Per Februari lalu, utang pemerintah sebesar Rp 4.948,2 triliun atau setara 30,82% PDB.
Moody’s memandang rasio utang pemerintah saat ini memang masih relatif aman di kisaran 30% terhadap PDB.
Atau di bawah median negara berperingkat BAA yang mencapai 47,3% PDB.
• Imbas Dana BOS Telat, Kepsek SDN 09 Kubu Raya Akui Sekolahnya Berhutang Demi Berjalannya Operasional
Namun, seperti yang diketahui, porsi investor asing pada pasar obligasi dalam negeri terbilang besar dan membuat Indonesia rentan dengan arus keluar masuk modal.
Terutama pada periode tertekannya pasar keuangan global dan pelemahan nilai tukar rupiah seperti saat ini.
Moody’s menilai kondisi ini memiliki dampak ekonomi yang cukup luas, khususnya pada neraca fiskal dan eksternal, bahkan sektor usaha.
Moody’ s mencatat sekitar 40% dari utang pemerintah secara umum berdenominasi valuta asing (valas), yang sekitar dua per limanya berasal dari lembaga multilateral dan bilateral.
Di pasar obligasi domestik, porsi kepemilikan asing mencapai 33% dari total surat berharga negara (SBN) yang diperdagangkan.
"Secara total, kepemilikan portofolio investor asing, terlepas dari denominasi mata uangnya, mencapai 43% dari total utang di mana sangat rentan terhadap kemungkinan perubahan minat investor luar negeri,” terang VP Senior Analyst Moody ’ s Anushka Shah dalam laporannya.
• Perusda Aneka Usaha Kalbar Berbenah, Piutang Tak Tertagih Capai Rp 6 Miliar
Rata-rata jatuh tempo utang pemerintah (average term to maturity) adalah 8,5 tahun sehingga tekanan pembiayaan utang dalam waktu segera memang tidak besar dalam jangka waktu pendek ini.
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa kepemilikan asing pada SBN menjadi sumber pembiayaan defisit anggaran yang krusial sehingga keluar masuk modal asing berpengaruh besar pada kinerja fiskal.
Utang Baru di 2020
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) secara neto mencapai Rp 243,83 triliun per akhir Maret lalu.
Realisasi penerbitan SBN tersebut telah memenuhi 33,2% dari target penerbitan SBN neto sepanjang tahun ini yang sebesar Rp 389,32 triliun.
Total penerbitan ini mengalami peningkatan dari akhir Februari lalu yaitu Rp 113,85 triliun.
Penerbitan surat utang negara (SUN) tercatat sebesar Rp 185,04 triliun atau 34% dari target tahun ini.
Penerbitan SUN didominasi dari hasil lelang Rp 107,15 triliun, surat perbendaharaan negara (SPN) Rp 29,12 triliun, private placement Rp 4 triliun, dan SBN Ritel Rp 2,26 triliun.
• Jumlah Utang Pasien Umum di RSUD Sekadau Hingga Rp 800 Juta
Selain itu, pemerintah juga telah menarik utang melalui penerbitan SBN valuta asing (valas) sebesar Rp 42,52 triliun.
Yaitu obligasi dual-currency USD dan Euro dengan nilai masing-masing US$ 2 miliar dan EUR 1 miliar pada Januari lalu.
Sementara, penerbitan surat berharga negara syariah (SBSN) alias sukuk tercatat mencapai RP 58,79 triliun atau 30,7% dari target hingga akhir Maret.
Materi di artikel ini juga telah tayang di Kontan.co.id, dapat dilihat di link berikut: https://nasional.kontan.co.id/news/moodys-ingatkan-pemerintah-soal-risiko-pembengkakan-bunga-utang?page=all, dan https://nasional.kontan.co.id/news/hingga-maret-pemerintah-tarik-utang-lewat-sbn-sebesar-rp-2438-triliun
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut:
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.wTribunPontianak_10091838