Wabah Virus Corona
SEGERA Potong atau Rusak Masker Bekas, Dampaknya Bahaya di Tengah Wabah Virus Corona
alat pelindung diri seperti masker sekali pakai hingga sarung tangan menyebabkan sampah yang masuk kategori limbah bahan beracun berbahaya
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA – Di tengah kelangkaan dan mahalnya alat pelindung diri (APD), termasuk masker ada sebagian oknum yang menyulap itu untuk digunakan kembali.
Padahal, hal itu sangat berbahaya di tengah wabah virus corona.
Maka dari itu, bagi pengguna masker sebaiknya memotong atau merusak masker yang telah digunakan.
Karena, di tengah penanganan pandemi Covid-19 memang menimbulkan efek samping berupa tambahan timbulan limbah medis yang sangat banyak.
Peningkatan kesadaran masyarakat untuk memakai alat pelindung diri seperti masker sekali pakai hingga sarung tangan menyebabkan sampah yang masuk kategori limbah bahan beracun berbahaya tersebut mengalami peningkatan.
Padahal sebagai limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) karena sifatnya yang infeksius atau berpotensi menyebabkan penyebaran penyakit membutuhkan penanganan khusus.
Pemerintah daerah maupun dukungan pelaku usaha diharapkan segera turun untuk membangun sistem pengangkutan alat-alat pelindung diri dari rumah maupun fasilitas layanan kesehatan pertama seperti puskesmas dan klinik.
“Masker sekali pakai yang telah selesai dipakai agar digunting atau dipotong untuk menghindari penyalahgunaan,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sabtu (28/3/2020) di Jakarta.
• UPDATE Corona Kalbar - 3 Orang Meninggal Terkait Virus Corona Kalimantan Barat, Terbaru di Ketapang
Ia mengatakan imbauan memotong masker ini juga menjadi poin terakhir pada Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 2 tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19).
Kekhawatirannya, masker bekas sekali pakai yang statusnya limbah B3 tersebut dimanfaatkan orang untuk dibersihkan dan didistribusikan kembali ke masyarakat sehingga membahayakan kesehatan pemakainya.
Peningkatan jumlah limbah medis dari penanggulangan penyakit Covid-19 ini masih terus dipantau oleh KLHK. Apalagi, penanganan penanggulangan penyakit Covid-19 masih terus berkembang.
“Namun demikian, KLHK akan terus berkomunikasi dengan pengelola limbah B3 agar mengoptimalkan pengelolaan limbah medis dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta terus melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan pengelolaan limbah B3 infeksius masa penanganan darurat,” kata Rosa Vivien.
Siapkan drop box
Sementara itu, terkait limbah medis berupa alat pelindung diri seperti masker sekali pakai yang awam dipakai masyarakat, ia mengatakan hal tersebut telah diingatkan Menteri LHK dalam SE.
Ia mengatakan dalam kondisi darurat penanganan upaya pemutusan potensi penularan, maka pemerintah, dan pemerintah daerah, dan juga partisipasi dunia usaha untuk dapat berkontribusi langsung dengan penyediaan sarana pengumpulan (drop box) limbah.
Drop box ini menjadi tempat pengumpulan dari rumah masyarakat. Peletakan drop box tersebut, kata dia, pada titik terdekat dengan fasilitas pemusnahan limbah infeksius (autoklaf) di daerah masing-masing.
Rosa Vivien menjelaskan limbah yang harus diinsinerasi harus memenuhi kriteria infeksius dan "segera harus dimusnahkan" yang tercantum dalam Permenlhk no 56 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
• Mengapa Perokok Beresiko Lebih Tinggi Terinfeksi Virus Corona? Begini Penjelasan Ahli
Dalam konteks penanganan Covid-19, kata dia, limbah infeksius yang mesti diwaspadai, antara lain masker dan tisu dari Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang terkonfirmasi terinfeksi maupun dari Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang tidak tertampung perawatannya di fasilitas layanan kesehatan.
Jenis limbah yang dapat di autoklaf adalah limbah yang berkategori belum infeksius, misalnya masker, tisu, dan kapas dari ODP ataupun masyarakat yang merasa sehat.
Untuk fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama berupa puskesmas, ia mengatakan penanganan limbah infeksius bisa ditangani oleh pemda setempat.
“Dalam situasi penanganan darurat ini yang memerlukan penanganan segera, diharapkan pemda dapat berkontribusi melalui SKPD dengan melakukan/ mendampingi kegiatan pengangkutan, pengumpulan hingga pemusnahannya, bisa di fasilitas pemusnahan yang terbaik seperti di Fasyankes terdekat (RSUD maupun RS swasta) ataupun pada Jasa pengelola LB3 terdekat. Sedangkan, pembiayaan menjadi tanggungjawab pemda,” kata Rosa Vivien.
Lantas terkait insinerator pada rumah sakit, ia mengatakan hingga 27 Maret 2020 terdapat 98 rumah sakit di seluruh Indonesia yang telah memiliki insinerator berizin pengelolaan limbah B3 dari Menteri LHK.
Ia mengatakan setiap insinerator yang telah berizin maka operasionalnya telah mengacu persyaratan teknis pada diktum perizinan dan SOP operasionalnya.
Rosa pun mengatakan KLHK telah mewajibkan setiap pihak penghasil Limbah B3 medis oleh rumah sakit untuk melakukan pelaporan rutin melalui Sistem Pelaporan Elektronik.
Laporan tersebut diantaranya jumlah limbah dihasilkan dan aktifitas pengelolaan/pemusnahannya. Laporan ini dievaluasi KLHK untuk diambil tindakan bila memerlukan perbaikan.
Terkait penerbitan SE tersebut, Penasehat Senior Nexus3/Balifokus Yuyun Ismawati mengatakan imbauan seperti ini akan lebih operasional bila diterbitkan bersama Menteri Kesehatan sebagai otorita tertinggi pengelolaan fasilitas layanan kesehatan/RS.
Atau setidaknya, SE ini dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga terkait agar bisa dijalankan efektif di lapangan.
“Sebaiknya SE dikeluarkan oleh satu kementerian dengan berkoordinasi yang jelas dengan kementerian lain yang bertanggungjawab langsung, dan pemda-pemda yang punya RSUD dan puskesmas yang sudah jadi UPT (unit pelaksana teknis),” kata dia.
• Mahfud MD : Secepatnya, Kita dalam Situasi Darurat
Atas masukan ini, Rosa mengatakan KLHK menerbitkan fokus SE No. 2/ 2020 pada subjek limbah infeksius (limbah B3) sebagai amanat UU 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP 101/ 2014 Pengelolaan Limbah B3.
Selama periode penanganan darurat (29 Februari sampai dengan 29 Mei 2020) pengelolaan limbah tersebut dapat dilakukan dengan baik dan optimal oleh semua pihak agar tidak terjadi masalah lingkungan. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Hindari Penularan Covid-19, Segera Potong Masker Bekas