Sepanjang 2019, Kubu Raya Hadapi Karhutla yang Cukup Hebat
Dampak kekeringan tidak hanya menyebabkan karhutka saja, namun juga berakibat pada kegagalan panen, kesulitan air bersih dan gangguan kesehatan
Penulis: Tri Pandito Wibowo | Editor: Maudy Asri Gita Utami
KUBU RAYA - Sepanjang tahun 2019 ini, Kabupaten Kubu Raya menghadapi musim kering yang cukup panjang dan akibatnya terjadi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang cukup hebat. Kawasan hutan maupun di non kawasan hutan.
Serta warga menderita korban materil maupun moril.
"Dampak kekeringan tidak hanya menyebabkan karhutka saja, namun juga berakibat pada kegagalan panen, kesulitan air bersih dan gangguan kesehatan."
Bahkan untuk beberapa waktu kegiatan belajar mengajar harus dihentikan," ungkap Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Amung Hidayat, Selasa (26/11/2019).
• 100 Kasus Karhutla Sudah Ditangani Polda Kalbar, Kombes Pol Jayadi Harap Ada Satgas Penegak Hukum
Amung mengatakan, Kementrian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLH) bekerjasama dengan Pemerintah Jerman, melalui proyek Foclime II menetapkan KPH Unit 33 Kubu Raya sebagai KPH model pencegahan karhutla terintegrasi.
"Melalui proyek ini, KPH Kubu Raya telah menyusun peta kerawanan Karhutla Kabupaten Kubu Raya berdasarkan kondisi geofisik lahan (tutupan lahan dan kedalaman gambut) serta sejarah kejadian karhutla dalam kurun waktu 18 tahun terhitung sejak 2000 hingga 2018," tuturnya.
Selanjutnya telah dilakukan analisis terkait kebutuhan penyediaan sarana infrastruktur pembasahan gambut dan sumber air berupa peta indikatif sumur bor dan analisis mengenai keterkaitan antara karhutla dengan indeks desa membangun (IDM).
"Peta ini diharapkan dapat bermanfaat dan dipergunakan pihak-pihak terkait. Sehingga perlu disosisalisasikan untuk menjalin kerjasama dan komitmen bersama," pungkasnya.
100 Kasus Karhutla Ditangani Polda Kalbar
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Barat menggelar Rapat kordinasi dalam rangka penanganan keadaan darurat bencana asap akibat karhutla di Kalbar tahun 2019.
Dan membuat rencana kedepan sebagai upaya pencegahan terjadinya bencana asap akibat karhutla.
Rakor kali ini dihadiri oleh Wakil Gubernur Kalbar, H Ria Norsan yang juga sebagai ketua satgas Karhutla dan jajaran Forkompimda dan perwakilan dari 14 Kabupaten Kota yang diselenggarakan di Kantor BPBD Provinsi Kalbar, Selasa (12/11/2019).
Karo Ops Polda Kalbar, Kombes Pol Jayadi melaporkan update perkembangan penegakan hukum oleh Polda kalimantan Barat terhadap kasus karhutla.
Kombes Pol Jayadi mengatakan sejauh ini pada tahun 2019 ada 100 kasus yang ditangani oleh Polda Kalbar yang terdiri dari 37 perusahaan /korporasi , dan 63 kasus perorangan.
"Dari 100 yang sudah naik ditingkat sidik 68 kasus, lidik 32 kasus. Sampai hari ini yang sudah dilimpah ke kejaksaan ada 34 kasus dan separuhnya masih dalam proses di tingkat polres dan polda," jelasnya.
Lalu saat ini sudah ada 5 perusahaan yang sudah dilakukan penyelidikan, dan pihak Polda tentu berharap semoga kasus ini bisa cepat dilimpahkan ke kejaksanaan.
Ia mengatakan untuk penanganan korporasi agak berbeda karena harus mendatangkan ahli untuk membuktikan bahwa apakah korporasi tersebut lalai atau sengaja melakukan pembakaran lahan, seperti mendatangkan profesor dari luar sehingga agak lama dalam prosesnya.
Namun berbeda dengan kasus perorangan karena cukup dengan pihak Lingkungan Hidup saja dan cepat prosesnya.
"Kalau korporasi harus ada bukti apakah ada kadar yang melebihi ambang batas dan itu memakan waktu cukup panjang," ujarnya.
Pada pertemuan Rakoe tersebut ia juga mewakili Polda Kalbar menyarankan dalam struktur organisasi yang dibentuk dengan surat keputusan gubernur untuk menambahkan satgas penegakan hukum baik dari penyidik dari LHK, Polri termasuk dari jaksa penuntut.
Sehingga proses hukum sudah berjalan ada sinergi didalamnya.
"Kami sudah 3 musim menghadapi Karhutla di Kalbar orientasi yang di bangun kita disini yaitu dari hulu, tapi tidak selalu berfikir bekerja di hilir, dan dalam hal ini memerlukan dukungan yang banyak."
"Apa sih sebenarnya yang menjadj penyebab kebakaran yang paling dominan untuk di cari solusinya," ujarnya.
Dengan banyak pasokan di lapangan ia katakan tidak akan mampu menurunkan hotspot dan dirinya kawatir tahun depan juga demikian akan terjadi hal yang sama.
"Saya menawarkan dan akan launching program untuk melakukan pembenahan dari hulu dengan memberdayakan masyarakat dengan tidak membuka lahan tanpa membakar, membuat kelompok tani , tiap kecamatan ada 1 pilot project lahan tertentu kemudian kita garap lahan dengan cuka kayu," jelasnya.
Bagaimana membuka lahan tanpa membakar, tapi dengan proses cuka kayu.
Kami akan coba tawarkan dan tiap polsek akan diberikan 1 pilot project minimal 1 sampai 2 hektar.
"Dengan melibatkan penyuluh pertanian yang jarang di libatkan dalam hal ini untuk pencegahan , dinas perntanian dan kehutan juga di ajak untuk memberikan bibit- bibit dan minta bantu csr di tiap daerah untuk peduli kepada masyarakat untuk memberi csr berupa tanaman jangka pendek," jelasnya.
Ia mengatakan untuk program ini mulai Jnuari akan di mulai untuk memberdayakan masyarakat biar stigma membakar lahan bisa di hapus.
Tapi kalau paradigma di bangun penyelesaikan dari hilir maka tidak akan selesai .
"Kami akan matangkan dengan BRG kemudian akan buat time line,setelah itu baru akan di paparkan di tingkat provinsi," pungkasnya. (*)
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak