UMP Kalbar Terendah se-Kalimantan, Pengamat: Dari Awal Memang Rendah

Nilai yang sudah ada akan terus berporses. Jadi jika memang asal usulnya sudah rendah maka akan rendah terus.

Penulis: Anggita Putri | Editor: Didit Widodo
TRIBUN PONTIANAK/NINA SORAYA
Ali Nasrun, Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura (Untan) 

UMP Kalbar Terendah se-Kalimantan, Pengamat: Dari Awal Memang Rendah

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Upah Minimum Regional (UMR) atau yang sekarang dikenal Upah Minimun Provinsi Kalbar menduduki peringkat terendah di bandingkan dari Provinsi Kalimantan lainnya.

Pada tahun 2019 UMP Kalbar sebesar Rp 2,2 juta dan pada tahun 2020 akan naik menjadi Rp 2,3 juta. Namun angka tersebut masih tetap rendah dibandingkan provinsi se-Kalimantan lainnya.

Apa kata Pengamat Ekonomi Untan, Ali Nasrun tentang ini. Berikut ulasannya;

Nilai yang sudah ada akan terus berporses. Jadi jika memang asal usulnya sudah rendah maka akan rendah terus.

Kemudian peningkatan dari tahun ke tahun di dasari oleh dua hal pokok yakni pertumbuhan ekonomi dengan tingkat inflasi.

Jadi mengapa UMR di Kalbar rendah dibandingkan dengan Kalimantan lainnya, yaitu memang dari penetapan yang pertama dulu memang berada di bawah.

Kemudian peningkatan -peningkatan ekonomi Kalbar tidak lebih tinggi dari daerah lain akibatnya UMR tidak bisa melebihi provinsi lainnya.
Jadi akan tetap berada di bawah, karena memang dari awal penetapannya dan nilai dasarnya dari beberapa tahun lalu audah rendah. Bisa kita lebih tinggi kalau nilai pertumbuhan ekonomi kita lebih tinggi dari mereka.

Baca: Upah Kalbar Masih Terendah, Gubernur Bentuk Tim Kajian

Baca: Tiga Nama Siap Bertarung Mewakili Partai Demokrat di Sekadau, Nama Rupinus Tidak Tercantum

Baca: Neneng Kaget Menang Doorprize Mobil Hadiah Simpedes BRI Mempawah

Sejauh ini Kalbar pertumbuhannya kurang lebih denga nasional sekitar 5 persen, sementara yang lain juga sama. Artinya Kalbar tidak bisa melampaui provinsi lainnya.

Dengan jumlah UMP saat ini berdasarkan indikator pertumbuhan dan inflasi tentu ini sudah sesuai. Karena dua indikator itu yang menjadi dasar untuk mengubah dan menambah.

Karena jika petumbuhan ekonomi meningkat maka pendapatan dari buruh atau pekerja juga meningkat. Sebenarnya kalau dilihat secara relatif sama saja, sesuai dengan perkembangan daerah. Jadi buruh tidak menjadi pihak tertinggal.

Penetapsn UMP bukanlah dari pusat , tapi daerah di Pemda ada dewan pengupahan dan yang menjadi dasar peningkatan itu adalah pertumbuham ekonomi dan inflasi.

Rata- rata di Indonesia ada pertumbuhan ekonomi dan inflasi dan daerah juga ada. Jadi di ambillah dari kedua nilai itu.

Pemerintah sendiri dalam hal ini boleh saja kalau memang pemerintah mengharapkan meminta kenaikan UMP itu. Namun yang menjadi dasar dan pertimbangan pokok bahwa Pemda ingin menaikannya bisa saja.

Tapi yang perlu diperhatikan pemerintah adalah kewajaran. Karena kalau pemerintah menaikan sepihak sementara yang bayar upah adalah pengusaha. Apakah ada peningkatan pendaptan pengusaha atau kinerja perusahaan, kalau tidak ada itu akan makin memberatkan.

Tapi kalau memang ada bisa saja pemerintah mengusulkan pada dewan pengupahan itu ditambah dari dua dasar itu. Sehingga demikian secara relatif keadaan buruh itu makin baik. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved