Mahasiswa Zaman Now Harus Punya Kartu JKN-KIS

Baginya perlindungan kesehatan harus menjadi prioritas kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Narasumber: Thea Refoulia Tagas, Mahasiswi 

Mahasiswa Zaman Now Harus Punya Kartu JKN-KIS

PONTIANAK – Thea Refoulia Tagas (21) merupakan seorang Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak.

Saat ini Thea sapaan akrabnya, tengah sibuk menyusun tugas akhir (skripsi) agar segera mendapat gelar Sarjana Hukum.

Pagi ini Thea sengaja mengunjungi kantor BPJS Kesehatan Cabang Pontianak.

Kedatangannya ternyata dengan maksud meminta beberapa data pendukung untuk penyelesaian tugas akhirnya.

Thea mengaku sangat tertarik mendalami terkait Program JKN-KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Baca: Jamaludin Bersyukur Terima Kartu JKN-KIS dari Wali Kota Pontianak

Baca: Tiga Pemda di Kalbar Terima Penghargaan Ketepatan Waktu Pembayaran Iuran Program JKN-KIS

Baca: Suryati Ajak Masyarakat Daftar dan Buktikan Manfaat Program JKN-KIS

Baginya perlindungan kesehatan harus menjadi prioritas kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

“Saya sangat peduli dengan dunia kesehatan, meskipun tidak kuliah di bidang kesehatan. Menurut saya perlindungan kesehatan itu wajib diprioritaskan seseorang agar dapat menjalankan seluruh aktivitas dengan tenang dan nyaman. Jika sakit semua aktivitas kita sudah pasti lumpuh, ditambah lagi jika kita tidak memiliki biaya untuk berobat tentu akan menyusahkan banyak orang,” tutur Thea.

Sepanjang mempelajari produk asuransi Thea mengaku Program JKN-KIS sudah sangat komplit.

Dari segi biaya, fasilitas, akses pelayanan, semuanya mudah dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dengan minimal Rp.25.500,- rasanya belum ada asuransi yang bisa membiayai begitu banyak pelayanan dan pengobatan kesehatan.

Hanya saja Thea masih merasa pilu, karena ia mendengar masih banyak sekali masyarakat yang seharusnya dapat membayar iuran secara tertib.

Untuk itulah Thea mengambil judul terkait kewajiban peserta JKN-KIS membayar iuran.

“Saya ingin tahu lebih dalam kira-kira apa yang menjadi penyebab ada masyarakat berperilaku yang menurut saya melanggar ketentuan. Mungkin saja karena sanksi yang didapatkan tidak terlalu berarti atau memang masyarakat kesulitan untuk membayar iuran. Harusnya ini jangan sampai terjadi. Bagaimanapun gotong-royong dari masyarakat menentukan keberlangsungan program ini,” tutur Thea.

Jika dipikir iuran sebersar Rp25.500,- perbulan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan gaya hidup kebanyakan masyarakat saat ini.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved