BEM Untan Pontianak Tolak dan Desak Presiden Jokowi Terbitkan Perppu Batalkan Revisi UU KPK
BEM Untan Pontianak Tolak dan Desak Presiden Jokowi Terbitkan Perppu Batalkan Revisi UU KPK
Penulis: Muhammad Firdaus | Editor: Muhammad Firdaus
BEM Untan Pontianak Tolak dan Desak Presiden Jokowi Terbitkan Perppu Batalkan Revisi UU KPK
Presiden Mahasiswa (Presma) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tanjungputa (Untan) Pontianak, Kaharudin menyatakan sikap menolak disahkannya Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi di DPR RI.
Selain menolak, pihaknya juga mendesak agar Presiden Jokow Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang Undang (Perppu) yang berisi pembatalan UU KPK yang telah disahkan DPR.
"Ketiga, mendesak pihak terkait untuk meninjau kembali UU KPK," ujar Kaharudin dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunpontianai.co.id, Kamis (17/10/2019).
"Keempatn, mendesak DPR dan pihak terkait untuk melakukan pembahasan ulang terkait Revisi UU KPK bersama pakar-pakar dan akademisi terkait dengan UU KPK tersebut," imbuhnya.
Baca: Jokowi Berubah Usai Dua Kali Kukuh Tolak Batalkan UU KPK Hasil Revisi, Ini yang Membuatnya Melunak
Dalam keterangannya, Kaharudin menilai bahwa Presiden Jokowi harusnya merespon polemik yang terjadi sebagai akibat dari disahkannya UU tersebut.
Akan tetapi, dirinya melihat sampai hari ini sejak UU tersebut di sahkan belum ada respon apapun dari Presiden.
Maka dari itu, pihaknya menyatakan sikap menolak dan mendesak Presiden untuk menebitkan Perppu.
Pihak BEM Untan, dalam keterangan tertulisnya juga menyatakan telah mengadakan agenda “SMART” dengan konsep diskusi yang mengangkat tema “Masa Depan KPK Pasca Penetapan Undang-Undang KPK”.
Dua pemateri dihadirkan untuk mengisi diskusi tersebut, di antaranya dua pakar hukum dari Fakultas Hukum Untan, yakni Dr Rommy Patra SH MH (pakar hukum tata negara) dan Dr Hermansyah SH MHum (pakar hukum pidana).
Ada beberapa poin yang dirangkum atas hasil diskusi tersebut, di antaranya bahwa RUU KPK yang telah disahkan tidak termasuk ke dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI.
Sehingga, dalam pembentukannya terlalu tergesa-gesa yaitu hanya dalam waktu 13 hari.
"Kedua, dalam pembuatannya pun tidak melibatkan publik sebagai objek hukum dari pada UU tersebut," katanya.
Baca: Jokowi Kembali Bungkam, Bamsoet dan Basarah Mengelak Ditanya Soal Perppu KPK
Ketiga, pihaknya menilai bahwa UU KPK seharusnya menguatkan independensi KPK bukan malah melemahkan fungsi kerja dari KPK itu sendiri.
"Hal tersebut dapat kita lihat dari isi pasal dalam UU KPK yang secara jelas telah melemah posisi KPK sebagai lembaga independen dalam memberantas korupsi," tudingnya.
Kemudian, dasar pembentukan KPK adalah sebagai amanah dari TAP MPRS NO XI tahun 1998 tentang penghapusan KKN.
Maka dari itu, ia mengatakan seharusnya DPR dalam membuat sebuah UU harus memperhatikan alur pembentukan UU yaitu perencanaan, pembahasan, persetujuan, pengesahan dan pengundangan.
(*)