Dikbud Sanggau Terus Lakukan Sosialisasi Kurikulum 2013

Maskun menambahkan bahwa ia berkeinginan menciptakan generasi yang pintar, tapi pintar saja tidak cukup, harus pintar merasa.

TRIBUNPONTIANAK/Hendri Chornelius
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sanggau, Maskun. 

Dikbud Sanggau Terus Lakukan Sosialisasi Kurikulum 2013

SANGGAU- Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sanggau, Maskun menyampaikan, Pihaknya akan terus mensosialisasikan kurikulum 2013.

Dan sejatinya, kurikulum 2013 itu mengungatkan karakter.

"Sebagai informasi, kurikulum 2013 di Sanggau belum tuntas, masih ada sekitar 150 sekolah yang masih menggunakan KTSP dan ditargetkan selesai di tahun ajaran 2019-2020. Baru semuanya akan move on tahun 2020 ke atas, Artinya penguatan guru harus kita lakukan," katanya, Rabu (2/10/2019).

Dalam kesempatan ini juga, Maskun menjelaskan permasalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini, termasuk di Kabupaten Sanggau.

Baca: Aswandi: Kurikulum 2013 masih Menjadi Problematika Dalam Pelaksanaannya

Baca: Jamin Mutu Pendidik, LPMP Kalbar Gelar Bimtek Kurikulum 2013

Menurutnya, dunia pendidikan sedang memasuki era destruktif.

"Era destruktif ini era kacau. Maksud kacau ini adalah cara ngajar dan belajar masa lalu harus kita tinggalkan. Cara belajar masa depan harus kita ikuti, tapi sayangnya cara belajar masa depan ini belum terbentuk secara mapan. Nah disini persoalannya muncul," tegasnya.

Dikatakanya, ada lima Generasi pendidikan.

Mungkin masih ada guru-guru kita yang lahir di era 60an, generasi X namanya.

Dia sulit mengakses teknologi, mungkin cara mengajarnya juga agak ketinggalan.

"Lalu kemudian guru generasi X ini tidak juga semuanya tidak bagus, ada juga yang bagus walaupun dia tua, gaptek dan sebagainya, tapi punya semangat yang tinggi, "jelasnya.

Kemudian, para guru mengajar generasi milineal.

Generasi milenial ini adalah generasi yang lahir tahun 90an.

"Nanti ada lagi generasi alpha, ada juga generasi 2010 dan lain sebagainya. Kadang saya bergurau dengan para guru, saya bilang saya takut suatu ketika, saking hebatnya dunia ini, anak-anak masa depan ditangannya sudah ada mouse, saking hebatnya mereka," ujarnya.

"Saya terus terang lahir diera 60-70 an atau generasi X, dalam banyak hal kami sering dibilang lambat. Sementara generasi milenial mereka ingin cepat dan instan, sering kali mereka lupa mengabaikan proses. Kalau gurunya lambat dia marah, nah guru kadang-kadang mau menjewer lalu ada pula cerita lain, nah ini persoalan guru saat ini," tambahnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved