Setelah Ditetapkan Sebagai Tersangka, Abang Tambul Husin Akhirnya Angkat Bicara
Ia juga mengatakan, tupoksi sebagai ketua panitia pembebasan lahan ini sifatnya sangat teknis seperti sertifikasi, penilaian tanah, dan rapat.
Penulis: Rivaldi Ade Musliadi | Editor: Maudy Asri Gita Utami
Setelah Ditetapkan Sebagai Tersangka, Abang Tambul Husin Akhirnya Angkat Bicara
PONTIANAK - Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Kalbar dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan Perumahan Dinas Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu seluas 21 hektar di Desa Pala Pulau, Kecamatan Putusibau pembiayaannya bersumber dari APBD TA 2006.
Abang Tambul Husin akhirnya angkat bicara.
Mantan Bupati Kapuas Hulu dua periode itu mengatakan, kasus tersebut berawal dari rancunya prosedur pembebasan lahan sehingga dirinya mau tidak mau ikut serta di dalamnya, terutama terkait dengan administrasi.
Tambul ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Kalbar sejak 22 Agustus 2019 lalu.
Baca: Tambul Husin Tersangka Tipikor Kasus Pengadaan Tanah, Penuhi Panggilan Penyidik Kejati Kalbar
Baca: Abang Tambul Husin Datangi Kejati Kalbar Diperiksa Sebagai Saksi
Baca: Jadi Tersangka Tipikor, Mantan Bupati Kapuas Hulu 2 Periode Abang Tambul Husin Datangi Kejati Kalbar
Penetapan status tersangka itu, setelah penyidik Kejati Kalbar memperoleh bukti permulaan yang cukup.
Sebelumnya, selain Abang Tambul Husin Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) juga menetapkan Mustaan F. Harlan sebagai tersangka.
Penetapan kedua tersangka ini menjadi babak baru penyidikan kasus korupsi pengadaan tanah 21 hektar di Desa Pala Pulau, Kecamatan Putussibau.
Dirinya bercerita, saat itu Pemda Kapuas Hulu memiliki proyek Perumahan Dinas Pemerintah di tahun 2006 dengan nilai anggaran sekitar Rp 1,7 Miliar dengan target perolehan tanah seluas 10 hektar.
Maka untuk pembebasan lahan tersebut dibentuklah panitia yang mengacu pada Perpres nomor 55 tahun 1993, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Namun disaat bersamaan muncul juga SK BPN yang mana dalam SK tersebut menunjuk ketua panitia pembebasan lahan harus bupati langsung.
"Saya terus terang waktu itu menolak keras, tidak mau menjadi ketua pembebasan lahan, karena ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan saya, terutama soal kesibukan. Masak seorang bupati jadi ketua tim pembebasan tanah. Sedangkan tugas rutin cukup padat," ujarnya, Kamis (26/9).
Ia juga mengatakan, tupoksi sebagai ketua panitia pembebasan lahan ini sifatnya sangat teknis seperti sertifikasi, penilaian tanah, dan rapat.
Padahal tugas teknis sendiri sudah ada badan atau dinas tertentu yang sudah menjadi tupoksinya.
"Misal pengurusan SKT menjadi urusan kepala desa, pengukuran dan pembuatan sertifikasi tanah menjadi tugas BadanPertanahan Nasional. Penjabaran Perpres itu dan SK itu, masak bupati. Bupati hanya anak buah Mendagri bukan BPN. Sehingga itu sangat rancu, dan saya menolak itu," ungkapnya.
Kendati demikian, terkait dengan urusan adminitrasi seperti penandatangan hasil rapat dan lain sebagainya, nama Tambul tetap dicantumkan mengingat adanya Perpres nomor 71 tahun 1993 itu.
Tambul mengatakan, dirinya tidak mungkin bisa menggugurkan kewajibannya tersebut, sebab akan bertentangan dengan dengan Perpres yang telah ditetapkan.
"(Secara) Formal saya tidak berani menolak, karena nanti bendahara juga akan jadi temuan juga ketika tidak sesuai dengan petunjuk pusat," tuturnya.
Akhirnya, ketua pembebasan lahan dilimpahkan kepada Asissten 1 Setda Kapuas Hulu yang pada saat itu dijabat oleh Raden Amas Sungkalang sebab tupoksinya berkaitan di bidang pertanahan.
Jadi secara otomatis bupati sebagai administratornya yang sehari-hari mendelegasikan dan melimpahkan kepada Assissten 1.
Dengan ditunjuknya Sungkalang sebagai ketua panitia pembebasan lahan, Tambul menegaskan bahwa dirinya tidak pernah ikut campur terkait dengan kegiatan teknis panitia ini, baik rapat hingga turun ke lapangan.
"Saya ulangi, memang secara formal benar saya sebagai ketua panitianya, tapi saya tidak mencampuri urusan panitia. Bahkan membaca berita acara pun tidak. Tapi saya harus tanda tangan berita acara tersebut, karena tidak bakalan bisa mencairkan dana kalau tidak saya tanda tangan. Tapi untuk nama tidak mungkin tidak ada di situ karena bendahara tidak bisa mengeluarkan uang karena akan menjadi temuan jika tidak sesuai Perpres,” tegasnya.
“Hanya itulah yang saat itu saya lakukan, mundur tidak bisa maju tidak bisa akhirnya maju kena dan mundurpun juga kena,” sambungnya.
Namun, capaian pembebasan lahan dengan anggaran yang berasal dari APBD tersebut melebih target yang sebelumnya ditetapkan.
Target 10 hektar, pemda Kapuas Hulu justru mampu membebaskan 21 hektar.
Menurutnya, sejak jauh hari, prosedur yang dianggapnya rancu ini telah diutarakannya.
Namun dikarenakan sudah ada Perpres yang mengatur hingga keluar SK BPN, dirinya pun tidak bisa menarik dirinya.
Sampai akhirnya keluar Perpres baru nomor 71 tahun 2012 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang di dalamnya menunjuk bahwa ketua pembebasan lahan adalah BPN.
Seiring waktu berjalan, tepatnya pada 2008, Tambul mengatakan ada pihak tertentu yang mengklaim kepemilikan dari 21 hektar lahan tersebut.
Bermodal dengan 9 sertifikat, tanah tersebut diklaim merupakan milik pihak lain sehingga pemda tidak bisa memasukan lahan tersebut dalam daftar aset daerah.
"Karena tidak bisa dibukukan, jadi tidak bisa di catat sebagai aset daerah, jadi anggaran dikucurkan tetapi aset daerah tidak bertambah, itu masalahnya," katanya
Ia melanjutkan, klaim tersebut sampai berakhir banding di Mahkamah Agung, yang sebelumnya telah dinyatakan Pemda menang dalam keputusan PTUN dan Perdata.
Di MA, kata dia, tiga di antaranya sudah inkrah dan dimenangkan Pemda.
Sebab pihak pengklaim terbukti memalsukan dokumen lahan.
Sementara sisanya saat ini masih dalam proses.
"Yang jadi masalah yang bermain masih berkeliaran di luar, sementara saya yang tidak tahu menahu malah pintu penjara sudah terbuka di depan saya," kesalnya.
Kendati demikian, Tambul menegaskan bahwa dirinya akan tetap mengikuti semua prosedur hukum yang ada hingga kasus ini dinyatakan selesai.
"Prinsipnya saya menghormati proses hukum, dan sudah menjadi tugas kejaksaan. Masalah (keputusan) nanti tinggal persidangan," tuturnya.
Selain itu, Tambul juga membantah terkait dengan mangkirnya ia dari panggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar dalam pemeriksaan pertama dirinya, setelah statusnya naik sebagai tersangka, Kamis (12/9) lalu.
Ia mengakui, saat itu dirinya tengah sibuk mengurus persiapan pernikahan anaknya, sehingga tidak bisa hadir dalam pemeriksaan.
"Walaupun begitu, saya sudah menyurati Kepala Kejati dengan tulisan tangan," tukasnya. (*)
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak