Perseteruan Anak Perusahaan Wilmar Group PT PI dan Koperasi Burung Jantayu di Landak Berakhir
pihak perusahaan pun bersedia memenuhi tuntutan pihak petani koperasi termasuk pembayaran TBS yang menurut pihak petani sempat telat dibayarkan
Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Ishak
Perseteruan Anak Perusahaan Wilmar Group PT PI dan Koperasi Burung Jantayu Sepekat Selesaikan Masalah, Bupati Landak Sampai Hadir
LANDAK - Permasalah antara pihak PT Putra Indotropical (PI) anak perusahaan Wilmar Group dan Koperasi Burung Jantayu yang sudah terjadi bertahun-tahun menemukan babak akhir.
Dimana kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri permasalahan yang terjadi selama ini, dan kerjasama mitra di perkebunan sawit yang sempat renggang pun sudah akan dirajut kembali.
Selain itu, pihak perusahaan pun bersedia memenuhi tuntutan pihak petani koperasi.
Yakni terkait dengan pembayaran Tandan Buah Segar (TBS), yang menurut pihak petani sempat telat dibayarkan oleh perusahaan.
Baca: Tim Program Perbaikan Varietas Padi Lokal Palawakng Landak Studi Banding ke Kabupaten Solok
Baca: Komunitas Relawan Lindungi Hutan Landak Siap Aksi Jaga Alam
Kesepakatan tersebut dibuktikan dengan adanya surat Berita Acara penyelesaian kasus, yang dimediasi oleh Polres Landak dan berlangsung di Ruang BKPM Polres Landak pada Jumat (23/8/2019) pagi hingga sore.
Mediasi dipimpin Waka Polres Landak Kompol Herman Setiadi, didampinggi Kabag Ops Kompol Asmadi. Dihadiri Kepala Dinas Perkebunan Landak Alpius, Kabid Dinas Koperasi Yohanes Ngalai, Camat Ngabang Y Nomensen, Ketua DAD Ngabang Yohanes.
Kemudian dari pihak perusahaan dihadiri GM PT Wilmar Gunawan Wibisono, BM PT Wilmar wilayah Landak-Sanggau Gregorius Uus, Manager PT PI Syahputra. Sedangkan dari koperasi dihadiri oleh para pengurus koperasi yakni Rino dan Aswat.
Bahkan saat mediasi tengah berlangsung, Bupati Landak Karolin Margret Natasa pun menyempatkan diri untuk hadir. Ia menegaskan permasalahan yang terjadi harus segera diakhiri, agar berinvestasi di Kabupaten Landak berjalan lancar.
Untuk diketahui, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun. Permasalahan bermula saat petani koperasi merasa pihak perusahaan tidak sungguh mengurus lahan petani plasma.
Baca: Gandeng Solidaridad, Pemkab Landak Kembangkan Perkebunan Kakao
Baca: Polres Landak Tetapkan Tersangka Pengusaha Muda di Ngabang, Sempat Kembalikan Rp 261 Juta
Sehingga pihak petani plasma melakukan panen massal dan hasil TBSnya dijual ke pihak lain. Atas aksi itu, pihak perusahaan pun melaporkan ke Polda. Karena menurut mereka, sudah tidak sesuai dengan kesepakatan bersama dalam sistem mitra.
Dari laporan itu pun masalah sempat selesai, dan kebun plasma dikembalikan ke perusahaan. Setelah diserahkan, tiga bulan berikutnya petani plasma belum mendapatkan pembagian hasil TBS dari perusahaan.
Akibatnya petani plasma kembali murka, dibuktikan dengan dilakukannnya penyegelan di kantor PT PI sekitar satu pekan. Sehingga pihak perusahaan sulit untuk beraktifitas.
Namun oleh perusahaan mengklaim, pihaknya bukan tidak membayar TBS selama tiga bulan. Tapi sejak kebun diserahkan pada 28 Maret, panen baru dilakukan pada 2 Mei.
Sedangkan rentan waktu sekitar satu bulan lebih itu, digunakan pihak perusahaan untuk mengurus kebun yang belum seutuhnya dikembalikan.
Serta melakukan reorganisasi koperasi.
Baca: Kementrian Lingkungan Hidup Segel Lahan Perusahaan Perkebunan Sawit di Landak
Baca: Kajari Pastikan Jaksa di Landak tidak Minta Proyek
Kemudian pihak perusahaan bersama koperasi melakukan cross check lapangan, untuk melihat kondisi fisik kebun yang selama tujuh tahun tidak dikelola secara standar agronomi perusahaan.
"Kita takutnya, kalau tidak lakukan itu (pengecekan), ketika melakukan perbaikan pasti membutuhkan biaya. Kalau tidak diurus dengan benar, tentu akan membutuhkan biaya lebih besar standarnya," cerita GM PT Wilmar Gunawan.
Maka untuk antisipasi itu, harus dicek bersama-sama antara perusahaan dan koperasi. "Agar mereka tau, ini loh pak yang mesti diperbaiki misalnya jalan. Dari cek fisik itu, tertuang dalam rencana kerja. Itu ditandatangani bersama koperasi," katanya.
Barulah pada tanggal 2 Mei PT PI melakukan panen, setelah dilakukan rangkaian kegiatan reorganisasi koperasi, pengembalian kebun dari yang lain-lain, sampai cek fisik ke lapangan yang tujuh tahun dikuasai petani.
"Panen dilakukan hingga pertengahan Juni. Kemudian pada 17Juni petani datang ke kantor, di situ mereka minta dibayarkan TBS bulan Maret, April, dan Mei," jelasnya.
Sehingga di situ terjadi perdebatan, dan deadlock yang berbuntut kantor disegel. "Bisa dibuka setelah adat dan kita hormati itu. Tidak sampai di situ, kami belum bisa mengerjakan areal plasma," terang Gunawan.
Plasma tidak bisa dikerjakan karena petani masih ada tuntutan, pertama menuntut pembayaran TBS tiga bulan (Maret-Mei), pengelolaan dilakukan mereka (petani) sendiri seperti semula, dan pengurusan plasma secara gratis (diberikan secara cuma-cuma).
Baca: Wabup Landak Herculanus Heriadi Tutup Bupati Cup Merah Putih 2019
Baca: Jaga Situasi Kamtibmas, Sabhara Polres Landak Lakukan Patroli
"Sudahlah, akhirnya kita mengalah dan harus diakhiri. Meskipun tujuh tahun kebun dikuasai oleh mereka. Dan Bupati pun menyampaikan, sudahlah hentikan panen raya selama tujuh tahun. Karena mau dibawa ke mana pun melakukan itu bukan tempatnya," ungkap Gunawan menterjemahkan pesan Bupati.
Akhirnya pihak perusahaan pun mengambil kebijakan. "Kebijakan ini berarti di luar tata aturan yang seharusnya, kalau kami masih menggunakan tata aturan berarti kami membayar pada bulan Mei dan pertengahan Juni sesuai dengan aktual panen," bebernya.
Namun setelah diskusi dengan pimpinan lebih tinggi, akhirnya disetujui pihak perusahaan untuk dikasi kebijakan dikasi kompensasi. Bulan April dibayar juga hasilnya, merujuk pada hasil bulan Mei.
"Bulan Mei itu ada Rp 120 juta, itu dikasi tanpa ada potongan apa pun. Jadi dibayarkan Rp 120 juta dikali dua, ditambah hasil aktual bulan Juni. Karena kita panen sampai 16 Juni, tanggal 17 tidak ada penen karena sudah disegel. Jadi ada sekitar Rp 350an juta yang dibayarkan," jelasnya lagi.
Dari kesepakatan tersebut, dibuat komiten bersama melalui perjanjian pernyataan. Koperasi disebut sebagai pihak pertama, dan perusahaan disebut pihak kedua.
Berikut adalah isi dari kesepakatan bersama tersebut:
- Bahwa pihak kedua menyetujui pengelolaan kebun plasma dilakukan oleh pihak pertama, sesuai Perjanjian Kerjasama antara pihak pertama dengan pihak kedua (Mou Kemitraan) dengan melibatkan pihak kedua secara aktif.
- Bahwa pihak kedua menerima hasil perhitungan dan pembagian hasil TBS terhitung periode Mei dan Juni 2019 dengan nilai Rp 354.669.288. Dengan dasar penghitungan hasil TBS Mei dan Juni 2019 dibayarkan sesuai hasil bersiih tanpa potongan biaya investasi, ditambah kompensasi perhitungan bulan April 2019 sebesar hasil bersih bulan Mei 2019.
- Bahwa sejak dilakukan mediasi pada hari ini, Pemerintah Daerah melalui Dinas Perkebunan dan Dinas Koperasi akan melakukan pembinaan secara berkala selama enam bulan dan dilakukan pertemuan sebulan sekali di awal bulan berjalan.