Idul Adha

Puncak Ibadah Haji, Dr Syarif : Hikmah Wukuf di Arafah

Tapi sebenarnya kemutlakan wukuf di ‘arafah dan kesyakralanya akan lebih terasa jika kita dapat mengenal ushul-nya wukuf di ‘arafah.

Penulis: Anggita Putri | Editor: Tri Pandito Wibowo
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Ushul Dan Hikmah Wukuf Di' Arafah 

Kemudian Adam as diperintah thawaf mengelilingi baitul makmur tujuh kali (baca ushul dan hikmah thawaf). Setelah itu Adam as diperintah oleh Jibril untuk mengarahkan pandangannya ke arah bukit di pada luas itu.

Di bukit itu Adam as memandang kekasihnya Hawa. Adam bergegas ke sana, dan bertemu di atas bukit itu. Ratusan tahun terpisah karena terlempar di permukaan bumi. Keduanya berpelukan erat bertangis-tangisan melepas rindunya. Sebab itulah bukit itu kemudian dinamai jabal rahmah, bukit kasih sayang.

Saat Berpelukan penuh kasih sayang itulah, mata hati Adam as dipandangkan ke arah satu titik (yang hari ini ada bangunan ka’bah), dari jabal itu memandang mata hati Adam as akan SOSOK/WUJUD Nûrun ‘Alâ Nûrin. Karena memandang Wujud itulah lisan Adam as serta merta menyebut kamat ALLAH.

Itulah mula pertama lafazh Allah disebut oleh lisan manusia. WUJUD yang dipandang itulah yang disapa ALLAH oleh Adam as. Adam as manusia pertama yang MA’RIFAT akan Tuhannya nan sisap ALLAH. Adam as manusia pertama yang membunyikan kalimat ALLAH. Inilah USHUL mengapa tepat atau padang luas itu dinamai ‘ARAFAH. Yaitu di pdang itulah Adam MA’RIFAT atau mengenal Tuhannya.

Jadi, wukuf di ‘Arafah tidak sekedar memenuhi syari’at rukun haji. Karena syari’at rukun haji itu belakangan di tasyri’kan. Oleh karena itu harus kita fahami selain hafal dan datang secara fisik di ‘arafah itu ialah bahwa kita harus mengenal Allah sebagai Tuhan.

Tentu bukan mengenal teori tentang Tuhan, tentang Allah, tentang segala ilmu terkait itu, bukan. Tetapi mengenal Allah secara WUJUD. Seperti Adam as memandang WUJUD. Saat memandang itulah Adam as menyapa WUJUD itu dengan sebutan ALLAH.

Jika kita tidak dapat seperti Adam as memandang Wujud-Nya yang disapa ALLAH itu, setidaknya mata hati kita, pandangan hati kita mengkuti arah pandangan hati Adam as di Maqâm di mana WUJUD yang dipandang Adam as itu ada.

Bahasa sederhana saat ini setidaknya pandangan hati kita DIQIBLATkan. Karena tepat di posisi Qublat itu, di ‘Arasy WUJUD itu dipandang oleh Adam as. Bahwa lisan kita wiridan dengan kalimat-kalimat thayyibah, bahwa kita membaca ayat-ayat surat Alquran, bahwa kita shalat, semua di ‘arafah, itu benar, tidak salah

Tetapi jika saat beramaliah itu hati kita liar ke mana-mana, maka hampalah makna ‘arafah itu. Jika demikian, hadirnya kita sama dengan orang yang tidak mengenal Allah. Jika demikian, sama saja kita dengan orang yang tidak menerima ajaran Muhammad Rasulullah Saw. Karena Rasulullah Saw yang mengenalkam ini semua.

Inilah urgensinya ‘arafah menjadi rukun mutlaknya haji. Karena dari ‘arafah inilah wujud ibadah kita sempurna, yaitu utuh zhahir-bathin. Oleh karena itu manasiknya jangan cuma hafalan runtut hafalan ihram-wukuf-thawaf-sa’i. Sejak kecil kita udah disuruh menghafal hal yang demikian.

Tetapi manasik atau penatalaksanaan secara hakikat juga harus diberikan. Mana yang disebut manasik secara hakikt itu? Ya tadi, mesti ada tata cara menuntun hati. Yaitu semua pandangan hati yang hadir di ‘arafah hendaknya difokuskan ke SATU TITIK, di mana Adam as memandang WUJUD, yang karenanya Adam as disebut MA’RIFAT kepada Tuhannya.

Baca: BTS & EXO Betah di Puncak Deretan Boyband K-Pop Terpopuler Agustus, Berikut Daftar Top 30

Baca: Waspadai Penipuan Transfer Rekening, IKIP PGRI Pontianak: Rekening Kampus AN Institusi Bukan Pribadi

TITIK itu adalah qiblat. Qiblat itu haluan hati. Haluan hati Adam as, disempurnakan oleh Muhammad Rasulullah Saw. Ikut Rasulullah Saw itu utamanya adalah mengikut haluan hatinya di Qiblat (Qs. al-Baqarah/2:143). Setidaknya, minimal sekali saat kita melakukan ritual syariat pada ibadah mahdhah. Apalagi pada saat kita sedang ada di padang ‘arafah.

Apa hikmah berhakikat dari ‘arafah itu? Berhakikat artinya memusatkan pandangan hati, menfokuskan, menujukan pandangan hari di Qiblat. Hikmahnya ialah supaya hati orang mukmin selalu tertaut kepada Tuhannya. Tentu supaya hati senantias mendapat intervensi Allah. Puncaknya, dengan intervensi Allah itu hati menjadi baik.

Inilah faham tentang HAJI MABRUR. Dengan haji yang sempurna zhahir-bathin ini hati diperbaiki oleh Allah. Karena hati yang berpenyakit menjadi sumber semua persoalan dalam kehidupan. Sedangkan yang bisa memperbaiki hati itu HANYA Allah (Qs. al-Anfâl/8:24, al-A’râf/7:43).

Mau atau tidak, kita harus bicara zhahir-bathin ini. Karena kita ini terdiri jasad dan ruh. Kita yang tidak mahu memahami sisi hakikat dalam ibadah, artinya kita tidak mengakui eksistensi ruh, eksistensi diri kita sendiri. Itu artinya kita sama dengan menyatakan bahwa tubuh ini tanpa ruh, itu artinya mayat berjalan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved