Fakta TVOne
Mahfud MD Anggap Tim Hukum Prabowo - Sandiaga Tak Bisa Buktikan Kecurangan TSM di Sidang MK
Mahfud MD menilai poin kecurangan Pilpres Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) yang termuat dalam petitum belum bisa dibuktikan
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jimmi Abraham
Mahfud MD Anggap Tim Hukum Prabowo - Sandiaga Tak Bisa Buktikan Kecurangan TSM di Sidang MK
PILPRES 2019 - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Periode 2008-2013, Mahfud MD menilai poin kecurangan Pilpres Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) yang termuat dalam petitum belum bisa dibuktikan oleh Tim Hukum pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga Uno.
Hal ini merujuk dari penyelenggaraan lima kali sidang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada sebelumnya.
Lima agenda sidang itu diantaranya sidang pembacaan dalil pemohon, pembacaan dalil termohon dan pihak terkait, pemeriksaan saksi pemohon, termohon, serta pihak terkait.
"Baik TSM maupun angka. Itu kan tidak dibuktikan sama sekali, ndak ada," ungkap Mahfud MD saat wawancara eksklusif program Fakta TVOne bertema Menanti Putusan Mahkamah Konstitusi, Senin (24/06/2019) malam WIB.
Bahkan, Mahfud MD mempertanyakan soal bukti-bukti yang dihadirkan untuk mendukung dalil pemohon.
"Buktinya apa? Kuantitatif itu selesai, tidak bisa diputuskan bahwa ada kesalahan angka. Sekarang kualitatif juga gak ada yang membuktikan kecurangan," jelasnya.
Baca: Fakta TVOne: Jelang Putusan Sidang Sengketa Pilpres, Mahfud MD: Status Maruf Amin Harus Clear
Baca: Mahfud MD Ungkap Tekad Hakim MK Laksanakan Firman Ilahi saat Putus Sidang Sengketa Pilpres 2019
Mahfud MD menimpali antara jujur dan adil itu terlalu abstrak. Soal teknis misalnya kecurangan, Mahfud MD menegaskan jika di dalam hukum Pemilu, kecurangan itu harus dilakukan oleh aparat terkait dengan Pemilu.
"Misalnya Menteri BUMN kalau itu benar, atau polisi kalau itu benar, atau ASN kalau itu benar," terang Mahfud MD.
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan (GSK) itu menimpali jika berkampanye agar orang memilih Joko Widodo, namun tidak melakukan langkah-langkah konkret sampai ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menentukan orang pilih A atau B, maka itu bukan kecurangan Pemilu.
"Itu administrasi negara. Sekali cuma struktur pemerintah melakukan kampanye dan sebagainya, itu tidak bisa dianggap kecurangan Pemilu," jelasnya.
Kendati bukan masuk kategori kecurangan Pemilu, hal itu merupakan tindakan yang tidak dibenarkan.
"Apakah itu salah? Salah dong, tetapi salahnya bukan dihukum Pemilu. Mungkin dihukum administrasi negara, mungkin di hukum pidana," tegasnya.
Baca: Mahfud MD Tegaskan Semua Kecurangan yang Terbukti di MK Akan Berpengaruh, Tak Hanya soal TSM
Baca: Mahfud MD Beberkan Sanksi Tegas Jika Calon Terbukti Salahgunakan Anggaran Negara saat Kampanye
BW : Hanya Institusi Negara yang Bisa Buktikan Kecurangan
Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto mengakui pihaknya sebagai pemohon sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi tidak mungkin membuktikan kecurangan yang terjadi di pemilihan presiden 2019.
Advokat yang akrab disapa BW itu menimpali yang bisa membuktikan kecurangan adalah institusi negara.
“Siapa yang bisa buktikan (kecurangan) ini? Pemohon? Tidak mungkin. Hanya institusi negara yang bisa. Karena ini canggih,” kata Bambang di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (24/06/2019).
Bambang menyebut, dalam sengketa Pilpres 2019 selalu yang dijadikan perbandingan adalah form C1 untuk membuktikan perbedaan selisih suara.
Padahal, menurut Bambang, pembuktian kecurangan saat ini tak bisa lagi menggunakan cara-cara lama seperti membandingkan formulir C1.

Dia pun membandingkan MK yang bertransformasi ke arah modern dengan permohonan perkara daring dan peradilan yang cepat, maka pembuktiannya pun diharapkan dapat menjadi modern pula.
"Katanya speedy trial. Kalau speedy trial enggak bisa pakai old fashioned,” ujar dia.
Hal serupa dikemukakan oleh juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga, Dahnil Anzar.
Menurut dia, dalam sidang MK, majelis perlu menggunakan paradigma progresif substantif.
“Agar kemudian tadi saya sebutkan paradigma hakim itu bukan lagi paradigma kalkulator, mahkamah kalkulator, tapi paradigmanya progresif substantif,” kata Dahnil. (*)
Follow akun Instagram Tribun Pontianak :