Kemendikbud Luncurkan Buku Indeks Aktivitas Literasi Membaca
Dalam rangka meningkatkan literasi masyarakat, sejak 2016 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah meluncurkan
Penulis: Anggita Putri | Editor: Ishak
“Kemendikbud adalah salah satu agen yang sering mengulang-ulang mitos tersebut. Kemudian ditirulah oleh banyak selebritis ini. termasuk mbak Najwa dulu, kemudian belakangan kita tunjukan bahwa sebenarnya baca anak Indonesia itu tinggi, hanya bukunya saja yang tidak ada,” kata Nirwan.
Dilanjutkan Nirwan, peran serta masyarakat saat ini dalam memajukan literasi sangat besar.
Baca: Kemendikbud Berikan Bimbel Gratis Secara Online
Baca: FGD Ombudsman Kalbar, Ini Alasan Kemendikbud RI Pakai IDM Sebagai Dasar Tunjangan Khusus Bagi Guru
“Warga yang selama ini jadi objek saja, sekarang sudah jadi subjek. Mereka bisa menyumbang bambu, atap, dan bikin perpustakaan di kampung-kampung. Bukunya siapa yang menyumbang ? Sebagian ada anak-anak yang pulang atau yang bekerja di Jakarta, TKW-TKW di Hongkong misalnya, itulah yang demikian yang mengirim buku ke kampung-kampung. Banyak warga yang dulunya tidak sekolah dan merantau kini mereka menjadi penyumbang untuk membantu sosial masyarakat. Anak-anak ini barangkali tidak terlalu istimewa di kota, tetapi di kampung-kampung menjadi tokoh masyarakat. Karena mereka bisa mengajak warga untuk membangun perpustakaannya,” jelas Nirwan.
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Puslitjakdikbud Kemendikbud adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan perhatian khusus kepada daerah/provinsi yang memiliki tingkat indeks literasi membaca yang rendah, terutama Provinsi Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Barat.
2. Dimensi alternatif. Perlu dorongan pemanfaatan teknologi informasi disertai kampanye penggunaan internet yang sehat, sehingga dapat menunjang peningkatan aktivitas literasi masyarakat.
3. Dimensi akses. Perlu upaya sistematis untuk meningkatkan akses terhadap fasilitas literasi publik, baik di sekolah maupun di masyarakat.
4. Dimensi budaya. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) perlu diimbangi dengan dorongan pembiasaan di rumah, misalnya melalui kebijakan “Jam Belajar” pada waktu berkumpul dengan keluarga.
5. Pihak swasta dan dunia usaha dapat mendukung pemenuhan akses literasi melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan, misalnya mendukung perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan komunitas.
6. Masyarakat dan pegiat literasi dapat berpartisipasi dengan membuat perpustakaan di rumah, menyelenggarakan aktivitas rutin membaca di tingkat keluarga, serta menjadi donatur bantuan buku bagi sekolah maupun komunitas literasi.
Usai diskusi, Totok memberikan pernyataan penutup yang menyatakan bahwa persoalan literasi dalam dunia pendidikan memang tidak bisa diabaikan karena hal ini terpampang nyata.
Baca: Tetapkan Cagar Budaya, Kemendikbud Minta DPRD Kayong Utara Siapkan Aturan Spesifik Dalam Raperda
Baca: Tarik Wisata, Kemendikbud Sarankan Kayong Utara Punya Museum
“Jujur saja, salah satu persoalan kita dalam dunia literasi yaitu akses. Jumlah murid itu naik terus tetapi persoalanya ada pada literasi ini, apakah ini merupakan literasi sains, atau apa. Tetapi, ini semua awalnya dari membaca. Bagaimana bisa paham sains kalau memahami kalimat saja tidak bisa? Apalagi membedah implisit yang tidak tertulis, dan ini banyak terjadi. Jadi, literasi membaca itu merupakan awal untuk memahami ilmu-ilmu yang lain. Kalau ini saja problematik, maka jangan berharap literasi yang lain juga akan baik,” jelas Totok.
Totok mengapresiasi para pegiat literasi dan berharap agar kegiatan ini bukan hanya semacam simbol melainkan titik awal pergerakan komunitas-komunitas yang bersinergi dalam memajukan dunia literasi.
“Saya kepikiran mengumpulkan kawan-kawan yang macam-macam ini. Kawan-kawan mungkin bisa berkumpul membuat semacam policy brief (ringkasan kebijakan) supaya tidak panjang-panjang, yang menggabungkan keseluruhan tadi apa yang harus digabungkan, supaya juga nyambung dan sinergi dengan program literasi.
Bagaimana agar cita-cita UU Sistem Perbukuan untuk mewujudkan ketersediaan buku yang 3M yaitu merata, murah dan bermutu,” pungkas Totok.