Kasus Audrey Akhirnya Temui Titik Terang

Kendati telah menemui kesepakatan, para pelaku nantinya akan tetap menjalani sanksi sosial yang telah direkomendasikan oleh BPAS.

Penulis: Ferryanto | Editor: Ishak
KOLASE TRIBUNPONTIANAK.CO.ID
Jenguk Audrey di Pontianak, Youtuber Ria Ricis Bawa Ini Sekoper, Ternyata Isinya? 

Kapolresta menjelaskan, penganiayaan yang dilakukan tersangka dilakukan bergiliran satu per satu di dua tempat.

Menurutnya, tersangka dikenakan pasal 80 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.

"Sesuai dengan sistem peradilan anak, ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya.

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Melalui #JusticeForAudrey, netizen menyampaikan kabar dan opininya mengenai kasus yang menimpa seorang siswi Pontianak, Au yang diduga menjadi korban pengeroyokan siswi SMA.

KRONOLOGI

Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar menggelar konferensi pers terkait persoalan yang tengah menjadi perbincangan khalayak ramai tentang penganiayaan yang dilakukan oleh 12 pelajar dari berbagai SMA terhadap seorang siswi SMP 17 Pontianak.

KPPAD selaku lembaga yang bergerak dibidang perlindungan anak memberikan pendampingan baik pada korban maupun pada pelaku.

Wakil Ketua KPPAD, Tumbur Manalu yang hadir saat konferensi pers menceritakan kronologi kejadian penganiayaan tersebut.

Tumbur Manalu menjelaskan, kejadian pengeroyokan terhadap korban yang merupakan siswi SMP tersebut dua pekan lalu.

"Kejadian dua pekan lalu, Jumat (29/3/2019) namun baru dilaporkan pada orangtuanya, hari Jumat (5/4/2019) ada pengaduan ke Polsek Pontianak Selatan. Kemudian kita dari KPAD langsung menerima pengaduan," ucap Manalu saat memberikan keterangan di Kantor KPPAD, Senin (8/4/2019).

Ia menjelaskan korban tidak melapor karena mendapat ancaman dari pelaku, pelaku mengancam akan berbuat lebih kejam lagi apabila korban melaporkan pada orangtua.

"Korban merasa terintimiddasi sehingga tak berani melapor, namun setelah dilaporkan pada pihak kepolisian, pada hari itu langsung ada proses mediasi di Polsek Pontianak Selatan, proses sidiknya terhadap pelaku masih berjalan," tambahnya.

Pada kesempatan itu, Tumbur Manalu menceritakan kronologi awalnya terjadinya pengeroyokan secara brutal dari 12 pelajar SMA terhadap siswi SMP tersebut dari penjemputan yang dilakukan para pelaku terhadap korban di rumahnya.

"Korban sebenarnya berada di rumah, kemudian dia dijemput terduga pelaku dari 12 orang itu. Sebetulnya aktor utama 3 orang dan sisanya membantu atau tim hore," ucap Manalu.

Korban dijemput dengan alasan ada yang mau disampaikan dan diomongkan.

Jadi dengan seperti itu, korban bersedia ikut bersama pelaku dan dibawa ke Jalan Sulawesi.

Pada saat penjemputan korban tidak menyadari, dirinya akan dianiaya.

Sebab dia dijemput dengan alasan mau ngobrol.

"Ketika dibawa ke Jalan Sulawesi korban diinterogasi dan dianiaya secara brutal oleh pelaku utama tiga orang dan rekannya yang membantu ada 9 orang sehingga total ada 12 orang," katanya.

Korban dianiaya di dua lokasi, selain di Jalan Sulawesi, korban juga dianiaya di Taman Akcaya.

Sebetulnya, berdasarkan hasil yang didapatkan KPPAD, target pelaku bukanlah korban yang saat ini. Tapi kakak sepupu korban.

"Permasalahan awal karena masalah cowok, menurut info kakak sepupu korban merupakan mantan pacar dari pelaku penganiayaan ini. 
Di media sosial mereka saling komentar sehingga pelaku menjemput korban karena kesal terhadap komentar itu," tambahnya.

KPPAD berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan, karena dengan adanya proses hukum akan memberikan dampak kemudian hari pada mereka yang masih anak dibawah umur. 

VISUM

Seperti diketahui awalnya beredar luas di media sosial yang menginformasikan ada unsur kekerasan berupa penusukan pada bagian organ vital korban.

Dari hasil penyelidikan, Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir mengatakan, sesuai hasil visum tidak ada luka robek atau memar pada selaput dara korban.

"Saya ulangi, alat kelamin selaput dara tidak tampak luka robek atau memar," kata Anwar Nasir, Rabu (10/4/2019).

Hasil visum ini, menurut Kapolresta menjawab isu alat kelamin korban ditusuk-tusuk oleh pelaku.

"Tidak ada perlakuan alat kelaminya ditusuk seperti itu," tegasnya.

Kapolresta menegaskan, korban tidak pernah menyampaikan adanya tindak kekerasan di bagian kelamin.

Keterangan saksi-saksi yang diperiksa juga tidak ada menyampaikan perlakuan penganiayaan terhadap kelamin korban.

Hasil visum Audrey, siswi SMP Pontianak menunjukkan tak ada bekas luka di tubuh korban.

Menurut Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir, tidak semua pemukulan dapat mengakibatkan luka memar.

“Pemukulan tidak mesti mengakibatkan luka memar, berarti anak-anak ini nggak kuat mukulnya,” katanya kepada Tribun.

Kapolresta mengatakan, tak adanya bekas luka itu merupakan hasil visum rumah sakit yang jelas berkompeten.

Kombes Anwar menyatakan, pihaknya sudah melakukan dua kali visum, terhadap korban.

Visum pertama dilakukan di RS Bhayangkara, dimana korban diperiksakan secara fisik pada 5 April.

Hasil visumnya keluar pada 9 April dengan keterangan tidak ada ditemukan kelainan.

Visum kedua, dilakukan 6 April. Korban kembali diperiksa dan dilakukan visum di RS ProMedika secara lebih mendetail.

Hasil visum juga menunjukkan tidak adanya kelainan.

Kapolresta menanggapi saat ditanya mengenai permintaan keluarga untuk visum ulang.

“Semua kepentingan penyidikan sudah lengkap. Visum juga sudah dua rumah sakit. Saya nyatakan cukup, ngapain lagi. Tapi kalau minta divisum lagi, akan saya pertimbangkan,” tegasnya.

Kapolresta menyatakan, berkas kasus Audrey juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pontianak.

Berkas perkara tahap 1 kasus penganiayaan ini dilimpahkan ke Kejaksaan karena proses proses diversi tidak membuahkan hasil.

"Dua berkas tiga anak berhadapan dengan hukum telah dilimpahkan Kejaksaan Negeri Pontianak," katanya.

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Pontianak Antonius Indra Simamora mengatakan akan mempelajari berkas perkara dan akan mengupayakan diversi kedua belah pihak antara korban dan tersangka.

"Tadi sudah tahap 1, kemarin SPDP sudah kita terima dari Satreskrim Polresta Pontianak," ujar Antonius Indra Simamora pada Jumat (12/4/2019)

"Kita akan coba untuk mengkonfirmasi kepada kedua belah pihak untuk diversi, tetapi sembari kita akan mempelajari berkas, karena berkas tahap 1 baru kita terima," katanya.

Pihaknya masih ada waktu selama sepekan untuk mempelajari dan meneliti berkas perkara ini.

"Tetapi kita sudah siapkan empat Jaksa Penuntut umum (JPU) termasuk saya sendiri," katanya.

Hasil Visum Janggal

Penasehat hukum korban, Daniel Edward Tangkau mengatakan, visum ulang diajukan pihak keluarga karena menilai ada yang janggal dengan hasil yang dibacakan pihak kepolisian.

Pihak keluarga menurutnya bingung dengan hasil visum yang dikeluarkan pihak kepolsian.

"Semua pernyataan terkait dibenturkan dan sebagainya adalah disampaikan korban itu sendiri. Korban sudah bisa mengatakan apa yang terjadi dengannya bahkan Informasi terkait kekerasan yang dilakukan di alat vital juga didapatkan dari korban," ujarnya.

Tapi apa yang dikatakan oleh korban harus dibuktikan dengan proses yang ada dan ia berharap ini diserahkan pada penyidik yang profesional.

Daniel Edward Tangkau, meminta masyarakat berhenti menghujat dan menyerahkan kasus pada kepolisian dan penegak hukum.

Dirinya menegaskan, pernyataan Kapolresta yang membeberkan hasil visum harus dibuktikan di persidangan.

Daniel Edward Tangkau menjelaskan kondisi korban saat ini secara psikis masih mengalami sakit dan sempat muntah sebanyak dua kali.

"Kami dan keluarga meminta visum ulang, yang lebih detail. Visum ulang bisa menjadi alat bukti baru, untuk disodorkan dalam penanganan kasus ini," ucap Daniel.

Kuasa hukum korban lainnya, Umi Kalsum, menegaskan punya bukti korban benar-benar mengalami penganiayaan.

"Kami mempunyai bukti bahwa anak kami mengalami kekerasan," kata Umi Kalsum seraya menunjukan foto-foto memar pada tubuh korban, Jumat (13/4/2019).

Foto-foto yang ditunjukkan kuasa hukum menunjukkan adanya memar di bagian perut, kaki dan bagian tubuh korban lainnya.

Foto tersebut didokumentasikan pihak keluarga setelah korban masuk rumah sakit.

Menurut Umi Kalsum, korban masuk rumah sakit pada 6 April dan masih tampak jelas lebam baik di kaki, tangan maupun perut.

Padahal penganiayaan terhadap korban terjadi pada 29 Maret. Meski dalam rentang waktu yang cukup lama, lebam itu masih ada.

Hal ini yang membuat pihaknya meyakini korban mengalami penganiayaan berat.

"Apakah itu kami rekayasa? Ini semua ada fotonya," tegas Umi Kalsum.

"Terus polisi memang tidak pernah meminta gambar ini kepada kami. Kami menunggu interaksi dari penyidik. Ini buktinya kaki dan tangan, ini sudah berapa hari masih tampak jelas," tegas Umi Kalsum.

Umi Kalsum mengungkapkan, sebelum dilaporkan, korban pada tanggal 4 April sudah muntah-muntah lendir kuning.

Sehari berikutnya, pada 5 April pihaknya melaporkan masalah ini ke kepolisian dan langsung dilakukan visum.

Pada tanggal 6 April, korban menjalani rawat inap di rumah sakit.

"Bagaimana profesional tim medis, jika anak kami dibilang tidak ada apa-apa, sedangkan anak kami dirawat," katanya.

"Kalau tim medis merasa anak kami baik-baik saja harusnya dikeluarkan," ucap Umi Kalsum.

Umi Kalsum juga menjelaskan secara runut peristiwa yang menimpa korban mulai dari adanya penjemputan di rumah hingga terjadi perkelahian.

Awal mula, DE datang kerumah Audrey yaitu rumah mbahnya Audrey untuk menjemput dan naik motor sama-sama ketempat PP sepupu Audrey.

Saat itu, korban dijemput dengan dua motor, saat perginkerumah PP korban dibonceng satu motor, kemudian satu motornya lagi tanjal tiga yang merupakan rekan-rekan pelaku.

Sampai kerumah PP, lantas PP langsung mengeluarkan motor dan korban pindah kemotor PP dan mereka berboncengan..

"Mereka dibawa ketempat lain, misalnya tujuan awalnya di lokasi A, tapi dilapangan mereka dibawa dilokasi B," jelas Umi Kalbasum.

Di jalan sulawesi itu, terjadi perkelahian selanjutnya korban serta PP menggunakan motor untuk lari dan dikejar hingga ke Taman Akcaya, disana mereka terlibat perkelahian lagi.

"Saat berantam di Taman Akcaya bahkan ada Satpam yang melerai dengan menyebut ei ei kenapa. Lalu mereka bubar dan pulang kerumah masing-masing," jelasnya.

Kemudian terkait adanya isu alat vital korban ditusuk pelaku, Ia mengakui hal itu memang benar adanya.

"Korban sendiri yang menyatakan dan saat itu ia menggunakan celana panjang dan jeans. Kemaluan ditusuk pelaku, meskipun itu dari luar celana. Tapi bayangkan kalau pakai rok, itu niat apa itu? Syukur Alhamdulillah pakai celana panjang dan jeans kalau pakai rok habis itu," tegasnya.

Selain mencoba menusuk alat vital korban, pelaku juga menjabak rambutnya dan membenturkan kepala di aspal.

"Kalau kita merasa terancam dan melawan tentu wajarlah kita mengamankan diri," tambahnya.

Pihaknya memang bersyukur kalau dari hasil visum dinyatakan bahwa tidak melukai selaput dara.

Sempat dirawat di Rumah Sakit Promedika Pontianak, korban kekerasan siswi SMP Audrey pulang ke rumahnya.

Berdasarkan informasi yang diterima Tribun Audrey pulang Jumat (12/4/2019) malam sekitar pukul 20.30 WIB. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved