Nelayan Togok di Kuala Secapah 'Perang Dingin' Dengan Pukat Harimau
Para nelayan tradisional di Pelabuhan Kuala Secapah selama puluhan tahun merasakan dampak negatif dari para pengguna pukat harimau
Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Madrosid
Dede mengatakan mereka nelayan tradisional di Pelabuhan Kuala Secapah sudah kerap kali melarang mereka untuk menggunakan pukat harimau, namun tak pernah jera, bahkan para nelayan togok pernah membakar pukat harimau milik nelayan lain sebagai ungkapan kekesalan mereka.
"Perbedaan pukat harimau dengan pukat nelayan biasa itu adalah pengaruhnya, apalagi kami nelayan togok ini hanya bertumpu pada cuaca. Sedangkan pukat harimau itu mereka tarik siang malam, dan itu sangat berdampak kepada pendapatan nelayan tradisional seperti kami," tuturnya.
Dede menejelaskan kapal para nelayan dengan troll itu menggunakan mesin besar (mesin mobil_red). "Sedangkan kita pakai alat manual," tambahnya.
Nelayan togok di Pelabuhan Kuala Secapah biasanya sekali turun kondah (melaut_red) berlangsung selama sepekan.
"Udang yang ditangkap juga bervariasi, mulai dari ukuran sedang sampai besar, jika di jual di pasar per kilogramnya seharga Rp.50 ribu rupiah, namun lain hal kalau dijual di agen yang hanya dihargai Rp. 25 ribu," paparnya.
Sekali angkat togok saya tambah dia, biasa pendapatannya mencapai Rp. 300 ribu, itupun kalau cuaca bagus, kalau ditimbang udangnya sekitar 30 sampai 40 kilogram.
Terkahir, Dede mengatakan nelayan togok khusus menangkap udang dan ikan-ikan kecil seperti gelame, timah-timah dan ikan sebelah, dan alat yang digunakan hanya batang pinang atau batang nibung, ditambah bambu dan rotan, serta jaring nilon yang dibentangkan.
Selain nelayan togok yang selalu berseteru dengan nelayan troll, sehingga mengakibatkan berkurangnya pasokan ikan dan udang di Pasar Tradisional, masih banyak lagi kendala lain yang menyebabkan kurangnya pasokan ikan yang berdampak pada kenaikan harga ikan di pasar.
Kusnadi (43) yang sudah lebih dari 10 tahun menjadi nelayan togok di Kuala Secapah mengatakan berkurangnya pasokan ikan dan udang di Pasar Tradisional disebabkan karena selama bulan Ramadan nelayan banyak istirahat dan karena beberapa pekan ini kerap turun hujan.
"Air juga menjadi faktor, ikan dan udang kurang di laut itu karena air merah, penyebabnya karena air sungai banyak turun ke laut, jadi di laut air menjadi tawar, dan arus juga menjadi deras, tergantung dengan cuaca, kalau sering hujan hasilnya kurang," ungkapnya.
Tak ada bedanya dengan nelayan lain, ia juga mengeluhkan hal yang sama yakni para pengguna pukat harimau yang berdampak negatif terhadap nelayan tradisional seperti togok.
"Keluhan kami sudah puluhan tahun ini sama yakni troll atau pukat harimau, dan pemerintah tidak bisa mengatasinya, entah bagaimana lagi saya harus mengatakannya," tutupnya.