Penanganan Hukum Kasus Audrey Tunduk Pada UU Perlindungan Anak, Berikut Penjelasan Dr Hermansyah

Pengamat hukum yang juga akademisi Univesitas Tanjungpura Pontianak, Dr Hermansyah memberikan penilaian dan analisanya terkait kasus ini.

Penulis: Syahroni | Editor: Ishak
IST
Dosen Fakultas Hukum Untan, Dr Hermansyah SH MHum 

Penanganan Secara Hukum Kasus Audrey Tunduk Pada Undang-undang Perlindungan Anak, Berikut Penjelasan Dr Hermansyah

PONTIANAK - Mencuatnya dugaan kasus penganiayaan yang melibatkan 12 pelajar putri tingkat SMA terhadap seorang siswi SMP di Pontianak menyedot perhatian banyak pihak.

Tak terkecuali terkait dengan perkembangan kasus hukum yang menimpa para pelajar yang seluruhnya remaja putri ini.

Pengamat hukum yang juga akademisi Univesitas Tanjungpura Pontianak, Dr Hermansyah memberikan penilaian dan analisanya terkait kasus ini. 

Baca: Klarifikasi Lengkap H Raden Hidayatullah Kusuma Dilaga, Beberkan Kondisi Terduga Penganiayaan Au

Baca: Ifan Seventeen Bikin Audrey Tersenyum Lagi, Ajak Smule Bareng Jika Sudah Sembuh

Baca: Presiden Joko Widodo Angkat Bicara Soal Kasus Audrey, Sentuh Aspek-aspek Ini

Berikut penuturannya kepada Tribun Pontianak, Rabu (10/04/2019): 

"Terkait kasus yang menghebohkan beberapa hari ini, kasus pengeroyokan yang dilakukan anak SMA terhadap anak SMP.

Pada penanganannya, para pelaku maupun korban sama-sama masih dibawah umur, dalam artian mereka belum dewasa. Oleh karena itu penanganannya tentunya harus tunduk pada Undang-undang Perlindungan Anak (UU PA).

UU Perlindungan Anak, maka tetap saja apapun perbuatannya dimintai pertanggunggungjawaban hukumnya bukan berarti anak-anak lalu terbebas dari hukum.

Hanya saja proses penyelesaikan hukumnya tidak seperti menyelesaikan kasus-kasus yang mana pelakunya adalah orang dewasa.

Jadi tetap harus diupayakan penyelesaikan hukumnya untuk membuktikan sebuah kebenarannya. Maka harus diambil tindakan-tindakan, jadi bukan hukuman. Tindakan ini berbeda dengan penghukuman.

Misalnya pelaku dikembalikan pada orangtuanya untuk dibina dan sebagainya, kemudian dilakukan pembinaan di Lapas Anak.

Jadi pertanyaannya mengapa proses penyelesaian hukumnya tidak sama dengan orang dewasa. Perlakuan dalam penanganan kasus anak sangat berbeda dengan orang dewasa pada umumnya.

Penyelesaian tindak pidana pada anak dibawah umur bisa melalui proses yang dinamakan dengan diversi.

Proses diversi wajib diupayakan apabila anak tersebut melakukan tindak pidana yang pidana penjaranya kurang dari tujuh tahun.

Kemudian menyangkut keterangan yang bersangkutan (pihak korban) bahwa katanya pelaku sampai melakukan kekerasan terhadap alat kelamin atau merusak alat vitalnya, persoalan secara hukum dia bisa saja mengklaim seperti itu.

Tetapi sekali lagi, secara hukum berdasarkan hasil visum yang dilakukan sesuai keterangan pihak kepolisian yang menyatakan negatif atau tidak ada kerusakan pada alat kelamin korban.

Artinya berdasarkan visum etvertum yang merupakan keterangan tertulis dari seorang ahli dalam hukum yang diakui kebenarannya.

Sebab nilai pembuktiannya adalah dari hasil visum itu, karena dilakukan seorang ahli dan dilakukan di atas sumpah jabatan.

Tinggal persoalannya bagaimana pihak pelaku dengan pemberitaan seperti ini dan mengaku bahwa dirusak alat kelamin dan sebagainya, pada satu sisi ingin mengatakan bahwa seakan-akan pelaku sedemikian kejam.

Padahal tidak ada, ini berdasarkan fakta hukum yang ada yaitu dengan hasil visum.

Nah ini hampir sama saja tu kasusnya, dengan kasus Ratna Sarumpaet, harusnya kalau kasus masalah perusakan alat kelamin korban mau diangkat lagi kepermukaan hukum bisa saja.

Ini sudah merupakan pembohongan publik karena hasil visum yang mempunyai kekuatan hukum tidak membuktikan adanya perlakuan seperti yang disebutkan korban.

Pemberitaan inikan menimbulkan seakan-akan perhatian publik yang sangat luar biasa, tapi di balik itu terjadi pembohongan publik yang juga luar biasa.

Makanya tinggal bagaimana proses penyidikan dan penyelesaian dari pihak penyidik. Penyelesaian kasus ini tinggal menunggu aparat penegak hukum melihat fakta-fakta yang ada dan pembuktian yang ada,". (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved