Indonesia Lawyers Club
Akbar Faizal Blak-blakan Bongkar Caleg PAN Bagi-Bagi Uang, Sebut Nama Hingga Tempat Pembagian Uang
Akbar Faizal Blak-blakan Bongkar Caleg PAN Bagi-Bagi Uang, "Panwaslu Berselingkuh dengan Orang Itu"
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Juru Bicara TKN Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Akbar Faizal membongkar praktik bagi-bagi uang yang dilakukan oknum caleg PAN di Siwa, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Akbar Faizal mengatakan, bagi-bagi uang yang dilakukan oknum caleg PAN itu dilakukan sejak empat hari lalu.
Akbar Faizal mengatakan, bagi-bagi uang itu dilakukan di sebuah toko.
"Tapi saya tidak bisa berharap bahwa Panwaslu akan bergerak di situ. Karena caleg yang bagi-bagi uang, kebetulan calegnya partai pak Miing (PAN), yang bertandem dengan caleg pusat, itu Panwaslu berselingkuh dengan orang itu adinda," kata Akbar Faizal di ILC TVOne.
Baca: FPI Singkawang Angkat Suara dan Ungkap Fakta Soal Video Viral Ceramah di Stadion Kridasana
Baca: Bocah SD Tiap Hari Gendong Temannya yang Lumpuh ke Sekolah
Baca: Pendaftaran Gratis, KPU Singkawang Adakan Konser Musik dan Pemilu Run
Baca: Bibi Ardiansyah Geram Campur Kesal Vanessa Angel Diperlakukan Tak Berharga di Penjara
"Saya menuntut saudara untuk memproses orang itu," kata Akbar Faizal ke Miing yang punya nama lengkap Tubagus Dedi Suwendi Gumelar.
Akbar Faizal tak hanya memberikan informasi bagi-bagi uang namun juga menyebut inisial orang yang membagikan uang.
"Namanya itu LAP. Si lelaki yang bagi uang itu inisialnya K menantu dari seorang yang punya duit di sana. Saya ada poto-potonya sejak dikirim kesini," kata Akbar Faizal.
"Kepada saudara-saudaraku yang ada di sini, tolong tangkap orang yang sedang membagi-bagi duit kepada anda Rp 300 ribu per rumah.
Saya akan memproses itu. Saudara Hafifuddin, kita berteman sudah lama sekali. Anda sebagai pimpinan dari Bawaslu Pusat, saya minta ini diproses.
Menurut Akbar Faizal, pelaku yang bagi-bagi uang merupakan jaringan dari cukong politik yang sedang berkuasa di Kabupaten itu.
Akbar Faizal mengatakan, hal itu tak terjadi begitu saja dan bukan hanya satu tempat.
"Di Sinjai, mohon maaf mas Fadli. Dilaporkan caleg anda di pusat di sana, karena menggunakan kekuatan ASN yang kebetulan anaknya jadi Bupati di sana," ungkap Akbar Faizal.
Pada kesempatan itu, Akbar Faizal menegaskan apa yang terjadi harus dilawan. Bahkan dirinya akan menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk menghadapi para cukong politik.
"Saya tidak akan mengalah. Saya akan tarung terus agar kita bebas dari praktek-praktek seperti ini," katanya.
Menanggapi pernyataan Akbar Faizal, Dedi Gumelar menyampaikan, apa yang diungkap Akbar Faizal merupakan hal yang bagus untuk mengungkap ini semua.
"Dan praktek-prakteknya siapapun yang berkuasa, kita tidak hanya bicara tingkat RI tapi di tingkat kabupaten kota itu terjadi penekanan-penekanan," jelasnya.
"Sulit dibuktikan sebagai orang luar. Tapi nyatanya mereka mengeluh kepada kita. Mereka mengadu. Misalnya, Pak Saya sebenarnya hati nurani tapi dapat tekanan," katanya.
Sesungguhnya itupun menghilangkan kemerdekaan orang.
"Termasuk ketika caleg memberi suap rakyatnya, itukan lagi melakukan penghinaan terhadap kedaulatan rakyatnya itu sendiri gitu lho," tegas miing.
"Ini Saya kira harus secara komprehensif nanti Bung Akbar yang masih di DPR saya kira harus dibawah. Bukan hanya menuduh kesana tapi juga ke dalam. Walaupun kami di luar sekarang sulit membuktikan itu. Tapi terjadi," pungkasnya.
ILC TVOne
Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne kembali tayang dengan tema: "Kejutan OTT KPK: Ratusan Ribu Amplop Untuk "Serangan Fajar?"
Host ILC TVOne, Karni Ilyas menyampaikan tema ILC TVOne melalui akun twitternya.
"Dear Pencinta ILC: Diskusi kita Selasa pkl 20 besok berjudul, "Kejutan OTT KPK: Ratusan Ribu Amplop Untuk "Serangan Fajar?" Selamat menyaksikan. #ILCSeranganFajar," tulis Karni Ilyas.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Febri Diansyah mengatakan, anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarsodiduga mempersiapkan 400 ribu amplop yang berisi pecahan uang Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu.
KPK menemukan ratusan ribu amplop itu tersimpan di dalam 84 kardus.
Uang itu diamankan di salah satu lokasi di kawasan Pejaten saat operasi tangkap tangan (OTT). Nilainya, sekitar Rp 8 miliar.
"Kami duga dari bukti yang kami dapatkan itu akan digunakan untuk pendanaan politik, dalam tanda kutip serangan fajar pada pemilu 2019 tanggal 17 April nanti," kata Febri dilansir Kompas.com.
Uang itu diduga dipersiapkan untuk dibagikan kepada warga atau kerap diistilahkan dengan "serangan fajar" terkait pencalonannya sebagai calon anggota legislatif di Pemilu 2019.
KPK menduga ada dua sumber penerimaan uang. Pertama, diduga berkaitan dengan commitment fee untuk membantu pihak PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) menjalin kerja sama penyewaan kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik.
Penyewaan itu terkait kepentingan distribusi.
Kedua, KPK menduga ada penerimaan dari sumber lain oleh Bowo, terkait jabatannya sebagai anggota DPR.
Saat ini, KPK masih menelusuri lebih lanjut sumber penerimaan lain tersebut.
"Jadi suapnya spesifik terkait dengan kerja sama pengangkutan untuk distribusi pupuk. Sedangkan Pasal 12B (pasal gratifikasi) adalah dugaan penerimaan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya sebagai penyelenggara negara," kata Febri.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarsosempat menghindar dari tim KPK.
Basaria menjelaskan, Rabu (27/3/2019) sore, tim pada awalnya menghampiri apartemen Bowo di kawasan Permata Hijau, Jakarta. Saat itu, tim KPK mengamankan sopir Bowo.
"Sopirnya memang diambil di apartemen Permata Hijau, yaitu sore sekitar pukul 16.30 WIB. Tim kita sudah tahu yang bersangkutan (Bowo) di kamar berapa, ya," kata Basaria dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019) malam.
Namun demikian, tim KPK harus menempuh berbagai prosedur yang berlaku untuk memasuki apartemen. Hal itu yang dinilai Basaria memakan waktu.
"Sehingga makan waktu yang cukup lama. Nah, waktu itu dimanfaatkan yang bersangkutan untuk keluar dari apartemen," kata Basaria.
Kemudian, tim KPK mencari keberadaan Bowo. Pada akhirnya, KPK menyusun taktik lain dan berhasil mengamankan Bowo di rumahnya sekitar Kamis (28/3/2019) dini hari.
Dalam kasus ini, Bowo diduga menerima uang dari Asty lewat Indung. Uang itu sebagai commitment fee kepada Bowo untuk membantu pihak PT HTK menjalin kerja sama penyewaan kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).
Penyewaan itu untuk distribusi logistik PT PILOG yang menggunakan kapal PT HTK.
Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima, sejumlah 2 dollar Amerika Serikat per metrik ton.
Ia diduga telah menerima fee sebanyak 6 kali di berbagai tempat, seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK.
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka.
Selain Bowo, KPK juga menetapkan pihak swasta dari PT Inersia, Indung dan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti sebagai tersangka.
Bowo dan Indung diduga sebagai penerima suap. Sementara, Asty diduga sebagai pemberi suap.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan tiga orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019) malam.
Bowo diduga menerima fee kepada PT HTK terkait biaya angkut untuk distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Fee yang diterima sejumlah 2 dollar Amerika Serikat per metrik ton.
KPK menduga sebelumnya terjadi 6 kali penerimaan oleh Bowo di berbagai tempat. Nilainya sekitar Rp 221 juta dan 85.130 dollar Amerika Serikat.
Atas perbuatannya, Bowo dan Indung disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian, Asty disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Lihat video lengkapnya di sini: