Mafindo-Polda Kalbar Kenalkan Hoaks, Edho Sebut Isu Tren Polarisasi Etnis Berkembang Saat Ini
Ahok menjadi Presiden dan wakilnya adalah Harry Tanoe. Itu menyudutkan etnis tertentu yakni saudara-saudara kita Etnis Tionghoa
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
Mafindo-Polda Kalbar Kenalkan Hoaks, Edho Sebut Isu Tren Polarisasi Etnis Berkembang Saat Ini
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dan Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat selenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bijak bermedia sosial wujudkan Pemilu damai tahun 2019 tanpa hoax dan ujaran kebencian di Hotel Golden Tulip, Jalan Teuku Umar Nomor 39, Kelurahan Darat Sekip, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, Minggu (24/2/2019) pukul 16:35 WIB.
Kegiatan diikuti oleh puluhan peserta diantaranya sejumlah pemuda dan pemudi perwakilan universitas dan perguruan tinggi di Kota Pontianak, para anggota jajaran Polda Kalbar dan Polres se-Kalbar. Acara diisi pemaparan fact checking atau cek fakta oleh Ketua Mafindo Kalbar Edho Sinaga.
Adapun materi yang dipaparkan yakni pengenalan mis/disinformasi, motif-motif para penyebar atau pembuat hoaks dan contoh kasus hoaks yang menjadi top isu di nasional jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
Baca: Ekstra Joss Hadir untuk Masyarakat, Semarakkan Momen Imlek Dengan Menggelar Pertandingan Barongsai
Baca: Anggota Ditresnarkoba dan Brimob Polda Kalbar Kawal Ketat Pemindahan 15 Napi Narkoba
Baca: Ahmad Fatoni: Eksekusi Mati kewenangan Pusat, kita Hanya Pelaksana
Sejumlah tools atau alat bantu yang terdapat pada aplikasi Hoax Buster Tools, alat cek gambar Google Reverse Image, sejumlah tools cek fakta, dan pengenalan mengenai digital security.
Saat diwawancarai usai kegiatan, Ketua Mafindo Kalimantan Barat Edho Sinaga menegaskan hoaks Kalbar hingga saat ini masuk dalam episentrum atau titik yang belum terlalu luas.
"Sejauh ini, posisinya lebih ringan dibandingkan Pilkada Kalbar 2018 lalu," ungkapnya, Minggu (24/2/2019) malam.
Kendati demikian, ia menimpali yang jadi persoalan saat ini adalah tren yang muncul bersifat menyudutkan seseorang atau obyek tertentu.
Edho mencontohkan satu diantara kanal media daerah di Indonesia yang memuat informasi terkesan dipelintir dan menyesatkan masyarakat.
Baca: Besok, BMKG Prediksi Kapuas Hulu Cerah Berawan
Baca: Heboh Gadis Indonesia Dilelang Keperawanannya Rp 19 Miliar, Begini Pengakuannya
Baca: Pembebasan Lahan Bandara, Ini Yang Akan Dilakukan Bupati Citra Duani
"Informasi itu menurut saya dipelintir. Informasi itu menyebutkan kemungkinan atau prediksi yang menggantikan Maruf Amin adalah Ahok. Ahok menjadi Presiden dan wakilnya adalah Harry Tanoe. Itu menyudutkan etnis tertentu yakni saudara-saudara kita Etnis Tionghoa," terangnya.
Polarisasi etnis itu yang dipakai oleh orang-orang tertentu saat ini dan muncul di jagat dunia maya menurut catatan Hoax Crisis Center (HCC) Kalbar dan Mafindo Kalbar. Status-status bernuansa politisasi etnis, kata dia, tentu sangat berbahaya ketika diposting melalui platform media sosial.
"Status itu tentu mengundang kebencian. Orang-orang yang membaca status itu tentu bisa terprovokasi," katanya.
Ia mengimbau masyarakat sebelum menyebar informasi apapun yang diterima agar dibaca dan dipahami terlebih dahulu. Masyarakat harus memastikan apakah informasi itu menyudutkan atau tidak.
"Coba baca di media-media yang benar atau yang sudah diverifikasi oleh Dewan Pers," jelasnya.
Menurut analisis Mafindo, upaya yang harus dilakukan pemerintah khususnya kepolisian adalah memberikan pelatihan-pelatihan kader anti hoaks. Hal ini bertujuan untuk menyadartahukan masyarakat agar bisa mengenali sejumlah informasi apakah bohong atau tidak.
"Karena selama ini masyarakat lebih mempercayai media sosial ketimbang Informasi dari media terverifikasi. Contoh isu gempuran TKA cina yang berada di beberapa daerah termasuk Kalbar. Itu dipelintir. Itu yang coba dipolarisasi untuk menyudutkan sesuatu pihak," paparnya.
Edho menambahkan saat ini isu politik dan ekonomi menjadi isu paling laku yang digunakan oleh para pembuat dan penyebar hoaks. Tren isu politik itu bahkan dibungkus dengan isu agama. Namun, berdasarkan kacamata Mafindo Kalbar, isu politisasi agama saat ini sudah mulai berkurang.
"Karena pasangan Calon Presiden nomor urut 01 sudah menggunakan ulama. Paslon 02 juga didukung ulama. Akhirnya pembuat hoaks berpikir bagaimana untuk mulai membuat hoaks dari isu etnis kita. Dan itu yang terjadi saat ini. Polarisasi etnis," imbuhnya.
"Masyarakat harus cerna betul-betul ini yang diterima. Tidak hanya judul saja. Tapi isi beritanya juga. Kalau tidak nyambung, bandingkan dengan media online lain atau informasi lain. Jangan sekali-kali ambil dari media sosial. Kami prediksi nuansa polarisasi seperti ini akan berkembang sampai Pilpres selesai," tukasnya.