Citizen Reporter

Optimalisasi Perkarangan Rumah Bagi Sumber Pangan Menangani Stunting dan Peningkatan Pendapatan

Pokok permasalahan Ibu Rumah Tangga Pra-Sejahtera adalah adanya peningkatan pendapatan.

Penulis: Didit Widodo | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Pendamping Desa Kecamatan Kubu, Kab. Kubu Raya Abang Efendi, S. Sos 

Citizen Reporter

Abang Efendi, S. Sos

Pendamping Desa Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KUBU RAYA - Keanekaragaman pangan yang ada di Indonesia sebagai negara agraris membuat kita bersyukur atas anugerah dari Tuhan merupakan suatu pesan dalam Pedoman Gizi Seimbang sebagaimana disampaikan oleh Mentri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Moeloek   beberapa waktu lalu.

Lantas, apa maknanya?

Beragam jenis sayuran, buah, serta lauk dapat dikonsumsi seluruh anggota keluarga setiap harinya, begitupula dengan ragam sumber karbohidrat seperti: beras, jagung, singkong, kentang, dan lain-lain.

Konsumsi makanan yang beragam tersebut berdampak secara positif terhadap tumbuh kembang anak.

Baca: TRIBUN WIKI: Lebih Dekat dengan Ketua DPD KNPI Kalbar, Berikut Profil Singkatnya

Baca: Yoo Jae Suk Sarankan Nama Pasangan Untuk Lee Kwang Soo dan Lee Sun Bin, Saingan Song Song Couple Nih

Baca: FAKTA-FAKTA Kebakaran di Beting, Korban Histeris hingga Emas 25 Gram dan Rp 10 Juta Terbakar

Penelitian yang dilakukan oleh Richardo dalam Bhuta tahun 2013 menyebutkan bahwa kekurangan gizi pada tumbuh kembang awal anak menjadi salah satu penyebab tingginya resiko kematian bayi atau kelahiran prematur.

Berdasarkan data riset kesehatan dasar di tahun 2013 saja terdapat sekitar 37,2% balita Indonesia menderita “stunting/ gizi buruk kronis”.

Kondisi tersebut masuk dalam kategori gawat darurat, karena Indonesia menempati urutan kedua dengan jumlah batita penderita “stunting” se-Asia Tenggara.

Baca: TRIBUN WIKI: Gurihnya Mie Ayam Barokah Pontianak

Baca: Midji Ajak Masyarakat Kalbar Tingkatkan Pemahaman Agama

Baca: Handanu Sebut Tenaga Analis Medis Berperan Penting Terhadap Tindakan Yang Akan diambil Dokter

Hal ini tentunya harus menjadi salah satu prioritas utama permasalahan agar segera ditangani, mengingat bahwa anak adalah generasi penerus bangsa di masa mendatang. 

Sementara itu, realita dilapangan terutama di Kalimantan Barat jumlah batita yang mengalami “stunting” berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat pada kurun waktu 2016-2017 sebanyak 34, 9%.

Sementara itu, pengaturan mengenai hak dan kewajiban untuk sehat diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, sehingga pemerintah membuat kebijakan untuk melaksanakan amanah dari Undang-Undang tersebut.

Tak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan gizi bagi anak tidak mengenal status ekonomi keluarga, baik menengah keatas maupun Pra-Sejahtera sama-sama membutuhkannya.

Dengan daya beli rendah pada keluarga Pra-Sejahtera berdampak terjadinya “stunting” pada 1000 hari pertama kehidupan mulai dari perkembangan janin hingga umur 2 tahun.

Mengapa 1000 hari pertama kehidupan sangat penting? Pada masa pembuahan dalam proses kehamilan, janin mengalami pertumbuhan baik jika kebutuhan micro nutrient/ nutrisi mikro serta protein terpenuhi.

Asupan makanan janin diperoleh dari makanan yang dikonsumsi oleh sang ibu, namun pemenuhan gizi selama kehamilan hingga anak berumur 2 tahun juga tidak akan terjamin jika perekonomian keluarga buruk/Pra-Sejahtera.

Anak yang mengalami “stunting”   juga akan menghadapi resiko kompleks, diantaranya: tingkat kecerdasan maupun kerentanan terhadap penyakit.

Faktanya, Indonesia berada diurutan kedua terbawah dari 65 negara (berdasarkan data OECD-PISA/ Organisation for Economic Cooperation Development-Programme for International Student Assesment).

Optimalisasi Perkarangan Rumah Bagi Sumber Pangan Dalam Tangani Stunting dan Peningkatan Pendapatan
Optimalisasi Perkarangan Rumah Bagi Sumber Pangan Dalam Tangani Stunting dan Peningkatan Pendapatan (TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ ISTIMEWA)

Akan tetapi, saat ini mulai terjadi pergesaran pola hidup masyarakat terhadap keanekaragaman konsumsi makanan sebagai cerminan status ekonomi keluarga, artinya hal ini memiliki keterkaitan langsung dengan daya beli masyarakat.

Bagi masyarakat menengah keatas, membeli bahan pangan dengan harga mahal tak jadi masalah.

Namun bagaimana dengan masyarakat Pra-Sejahtera?

Diawali dari rendahnya pendapatan keluarga sehingga kurang tercukupinya kebutuhan gizi pada anak dengan rendahnya daya beli.

Oleh karena itulah, kedua hal ini(pendapatan keluarga dan “stunting”) bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan dari keluarga Pra-Sejahtera.

Pemerintah selama ini telah tanggap dalam permasalahan tersebut, diantaranya dengan pemberian edukasi pada para Ibu untuk memberikan gizi seimbang sejak saat masa kehamilan karena masih banyaknya calon Ibu dengan tingkat pendidikan rendah, penyediaan pangan murah, beragam dan aman bagi rakyat.

Namun ternyata dalam pelaksanaannya menemui hambatan, seperti: jauhnya lokasi pendistribusian pangan murah sehingga tak jarang mengalami kerusakan(layu maupun busuk) ketika sampai di daerah pedalaman.

Untuk itulah perlu penanganan khusus yang berkelanjutan, sejalan dengan program yang digalakkan pula oleh Mentri Desa ( Eko Putro Sandjojo) dalam program peningkatan pendapatan tambahan rumah tangga, terutama bagi Ibu Rumah Tangga.

Pokok permasalahan Ibu Rumah Tangga Pra-Sejahtera adalah adanya peningkatan pendapatan.

Sehingga perekonomian keluarga dapat menjadi lebih baik.

Bagaimanakah solusi dari permasalahan ini?

Pemenuhan kebutuhan gizi bagi janin selama dalam kandungan hingga anak usia 2 tahun sangat penting diperhatikan, maka langkah yang harus dilakukan untuk menjamin tercukuinya kebutuhan gizi melalui:

a.       Pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga melalui pemanfaaan pekarangan

b.      Peningkatan kemampuan keluarga dalam bidang kemandirian ekonomi melalui pelatihan pemanfaatan teknologi tepat guna bagi sektor pertanian sebagai salah satu upaya peningkatan SDM bagi ibu rumah tangga untuk memaksimalkan potensi pekarangan.

c.       Pemberian pelatihan peningkatan pengetahuan bagi ibu rumah tangga untuk dapat memanfaatkan limbah dapur sebagai pupuk organik untuk meminimalisir pengeluaran pembelian pupuk.

d.      Pemberian penyuluhan pertanian pada ibu rumah tangga serta penambahan personil penyuluh lapangan untuk memberikan pengetahuan tambahan mengenai sifat tanaman tertenu, perawatan, serta penanganan hama pada tanaman

Penulis sangat mengharapkan terwujudnya sinergitas program antar kementrian dalam upaya optimalisasi perkarangan rumah sebagai sumber penyediaan bahan pangan dalam penanganan stunting dan peningkatan pendapatan tambahan bagi rumah tangga pra-sejahtera.

Dengan tujuan agar terpenuhinya gizi pada generasi mendatang melalui kemandirian menanam sendiri bahan pangan di pekarangan.

Sehingga jika dalam situasi tertentu, misal: gagal panen masal yang dialami oleh petani yang mengakibatkan naiknya bahan pangan dapat diatasi karena ibu rumah tangga tak perlu menyisihkan uang lebih banyak untuk belanja kebutuhan dapur seperti: sayuran, bumbu, dan lain-lain.

Karena pekarangan rumah telah menyediakannya.

Selain itu, tanaman yang ditanam dipekarangan tentu merupakan tanaman pangan bernilai gizi tinggi.

Sehingga ketika panen dapat dikonsumsi sebagai upaya pemenuhan gizi keluarga dan pada akhirnya permasalahan mengenai “stunting”dapat di minimalisir.

Disisi lain, dengan menanam tanaman pangan di pekarangan dapat meningkatkan kemandirian ekonomi keluarga jika pada saat hasil panen surplus maka dapat dijual ke pasar dan akan berakibat pada kestabilan harga pangan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved