Nilai Hilirisasi Industri Hanya Teori, Ini Desakan DPRD Kalbar Akan Anjloknya Harga Sawit dan Karet

Satu diantaraya melalui percepatan realisasi hilirisasi industri guna menambah nilai jual dan nilai guna bahan komoditas mentah.

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Petani Sawit Sedang Mengumpulkan Tandan Buah Segar (TBS), di Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak. 

“Saya lihat di berita-berita itu kan kayaknya ada permasalahan politik dan ekonomi di dunia sehingga harga sawit dan karet itu rendah. Kalau petani disuruh tanam jengkol dan petai. Mau kapan lagi panennya ? Sedangkan sekarang mereka perlu makan. Emangnya tanam jengkol dan petai bisa langsung produksi dalam waktu satu bulan ? Nanti ramai-ramai nanam itu, tahu-tahu harga anjlok karena berlebihan,” tandasnya.

Wakil Ketua DPRD Kalimantan Barat, H Suriansyah tidak menampik merosotnya harga komoditas perkebunan disebabkan kegagalan pemerintah secara umum baik tingkat pusat, provinsi dan kabupaten dalam upaya membangun industri hilir.

 “Sektor industri hilir masih menjadi tugas yang harus dibenahi oleh pemerintah mulai tingkat pusat sampai daerah. Kita masih gagal,” ujarnya.

 Keberadaan industri hilir, kata Politisi Gerindra itu, menjadi jawaban bagi problem harga komoditas perkebunan seperti sawit, korpra, karet dan sebagainya.

Operasional industri hilir akan tingkatkan geliat perekonomian.

Pasalnya, barang mentah akan diolah menjadi produk setengah jadi atau bahkan produk jadi.

Tentunya, hal ini menambah nilai manfaat barang yang berujung pada meningkatnya harga jual produk.

“Kalau ada industri hilir, bahan mentah yang dipanen bisa diolah menjadi produk-produk turunan. Jadi diolah di Kalbar, baru diekspor. Harganya pasti meningkat bila dibandingkan barang mentah,” terangnya.

 Otomatis, harga beli barang mentah dari petani juga akan terdongkrak sehingga masyarakat petani akan ikut sejahtera dan daya beli semakin meningkat.

Tak hanya itu, keberadaan industri hilir juga punya implikasi positif lain yakni pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar lokasi industri.

 “Kalau sekarang kan hasil panen itu masih banyak dijual dalam bentuk bahan mentah, jarang yang seperempat jadi. Misalnya, kopra itu hanya jadi kopra. Lalu, kelapa sawit paling jadi minyak makan. Karet hanya jadi lembaran-lembaran,” katanya.

 “Rendahnya harga karet dan komoditas perkebunan lainnya juga disebabkan adanya goncangan harga dunia, imbas perang dagang antara China dengan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Suplai banyak membuat harga tidak stabil,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved