Nilai Hilirisasi Industri Hanya Teori, Ini Desakan DPRD Kalbar Akan Anjloknya Harga Sawit dan Karet
Satu diantaraya melalui percepatan realisasi hilirisasi industri guna menambah nilai jual dan nilai guna bahan komoditas mentah.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat mendesak pemerintah lakukan kebijakan guna dongkrak harga komoditas perkebunan seperti sawit dan karet.
Satu diantaraya melalui percepatan realisasi hilirisasi industri guna menambah nilai jual dan nilai guna bahan komoditas mentah.
Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar, Markus Amid mengatakan hilirisasi industri hanya sebatas gaung teori saja sejak dahulu. Hilirisasi industri belum benar-benar mampu terealisasi hingga kini.
Baca: Nelayan di Mempawah Temukan 2 Tangki Misterius di Tengah Laut, Diduga Berisi Benda Ini
Baca: PW DMI Kalbar Tergetkan Pembangunan Satu Masjid Unggulan Setiap Kabupaten dan Kota
Baca: Dirumorkan ke Persib Bandung, Striker Ini Unggah Video Bersama Kaka dan Neymar
“Selama ini, kita dengar arahan dari Pemerintah Pusat supaya ada hilirisasi dan produksi harus dilakukan di dalam negeri. Ini jadi masalah sampai sekarang. Khusus Kalbar, mengapa sampai harga karet dan sawit murah ? Karena pabrik-pabrik industri hilirnya sampai sekarang tidak terwujud,” ungkapnya kepada Tribun Pontianak, Minggu (30/12/2018).
Ia menimpali seharusnya hilirisasi industri bisa berjalan dengan baik. Sebab, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah ambil kebijakan pemangkasan berbagai instrumen payung hukum yang hambat dunia investasi.
“Kenapa tidak bisa terwujud ? Apa masalahnya? Dari segi Undang-Undang, Pemerintah sudah berupaya meng-cut Undang-Undang yang mengganggu investasi. Termasuk di Kalbar, Peraturan Daerah yang menganggu investasi sudah di-cut oleh Menteri Dalam Negeri,” katanya.
Politisi Demokrat itu menambahkan pemerintah perlu serius mendorong para pengusaha dan sektor swasta untuk membangun industri hilir agar harga karet dan sawit, serta komoditas pekebunan lainnya bisa menunjukkan tren kenaikan positif.
“Masyarakat petanipun bisa menjual dengan harga tinggi. Kalau terus-menerus di ekspor dalam bentuk bahan mentah, ya bagaimana mungkin harga bisa bersaing,” terangnya.
Anjloknya harga komoditas karet dan sawit dalam beberapa tahun terakhir berimbas terhadap menurunnya daya beli. Otomatis, kesejahteraan hidup masyarakat khususnya para petani turut rendah.
“Di Kalbar, karet sudah mendarah daging. Semua masyarakat punya karet. Kalau kondisi terus seperti ini, kasihan masyarakat petani. Harga bahan-bahan kebutuhan pokok juga luar biasa mahal bagi masyarakat menengah ke bawah,” terangnya.
Markus Amid menanggapi pernyataan yang pernah dilontarkan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo agar masyarakat tidak tanam sawit lagi, namun diganti petai dan jengkol.
Menurut Markus, pemerintah harus berupaya perjuangkan agar harga sawit terdongkrak dari posisi saat ini.
“Kita sangat prihatin. Harusnya bukan bahasa itu yang disampaikan kepada masyarakat yang sedang menderita. Harusnya Pak Presiden bisa berkata bersabar dan terus perjuangkan agar harga sawit bisa mahal kembali. Begitu juga harga karet,” imbuhnya.
Terlebih, Pemerintah Pusat sudah tahu bahwa faktor suasana politik dunia dan ekonomi global turut andil membuat terjun bebasnya harga sawit. Pemerintah harus segera bergerak dan jangan biarkan masalah ini berlarut-larut. Semestinya, pemerintah cari solusi terbaik bagi para petani.
“Saya lihat di berita-berita itu kan kayaknya ada permasalahan politik dan ekonomi di dunia sehingga harga sawit dan karet itu rendah. Kalau petani disuruh tanam jengkol dan petai. Mau kapan lagi panennya ? Sedangkan sekarang mereka perlu makan. Emangnya tanam jengkol dan petai bisa langsung produksi dalam waktu satu bulan ? Nanti ramai-ramai nanam itu, tahu-tahu harga anjlok karena berlebihan,” tandasnya.
Wakil Ketua DPRD Kalimantan Barat, H Suriansyah tidak menampik merosotnya harga komoditas perkebunan disebabkan kegagalan pemerintah secara umum baik tingkat pusat, provinsi dan kabupaten dalam upaya membangun industri hilir.
“Sektor industri hilir masih menjadi tugas yang harus dibenahi oleh pemerintah mulai tingkat pusat sampai daerah. Kita masih gagal,” ujarnya.
Keberadaan industri hilir, kata Politisi Gerindra itu, menjadi jawaban bagi problem harga komoditas perkebunan seperti sawit, korpra, karet dan sebagainya.
Operasional industri hilir akan tingkatkan geliat perekonomian.
Pasalnya, barang mentah akan diolah menjadi produk setengah jadi atau bahkan produk jadi.
Tentunya, hal ini menambah nilai manfaat barang yang berujung pada meningkatnya harga jual produk.
“Kalau ada industri hilir, bahan mentah yang dipanen bisa diolah menjadi produk-produk turunan. Jadi diolah di Kalbar, baru diekspor. Harganya pasti meningkat bila dibandingkan barang mentah,” terangnya.
Otomatis, harga beli barang mentah dari petani juga akan terdongkrak sehingga masyarakat petani akan ikut sejahtera dan daya beli semakin meningkat.
Tak hanya itu, keberadaan industri hilir juga punya implikasi positif lain yakni pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar lokasi industri.
“Kalau sekarang kan hasil panen itu masih banyak dijual dalam bentuk bahan mentah, jarang yang seperempat jadi. Misalnya, kopra itu hanya jadi kopra. Lalu, kelapa sawit paling jadi minyak makan. Karet hanya jadi lembaran-lembaran,” katanya.
“Rendahnya harga karet dan komoditas perkebunan lainnya juga disebabkan adanya goncangan harga dunia, imbas perang dagang antara China dengan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Suplai banyak membuat harga tidak stabil,” pungkasnya.