Pileg 2019
Oesman Sapta Odang (OSO) Menang di PTUN, KPU Rumuskan Opsi Caleg DPD
Oesman Sapta Odang atau yang biasa disapa OSO, menang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Oesman Sapta Odang (OSO) Menang di PTUN, KPU Rumuskan Opsi Caleg DPD
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Tokoh asal Kalimantan Barat, Oesman Sapta Odang atau yang biasa disapa OSO, menang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Terkait dengan dikabulkannya gugatan OSO itu, Komisi Pemilhan Umum ( KPU) mempertimbangkan opsi yang akan diambil terkait polemik syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Menurut Komisioner KPU Wahyu Setiawan, KPU tengah mengupayakan jalan tengah, yaitu melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuat larangan pengurus partai politik mencalonkan diri sebagai anggota DPD per Pemilu 2019.
Namun, KPU juga tak mengesampingkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan uji materi PKPU nomor 26 tahun 2018 dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Baca: Kabulkan Gugatan Uji Materi OSO, Ini Penjelasan Mahkamah Agung
Baca: 8 Filosofi Hidup RM BTS yang Memotivasi, Tentang Mencintai Diri Sendiri Hingga Mengejar Kebahagiaan
Putusan itu memerintahkan KPU mencabut surat keputusan (SK) yang menyatakan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai caleg DPD dan memasukkan nama yang bersangkutan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD.
Oleh karena itu, muncul opsi untuk memasukkan nama OSO ke dalam DCT anggota DPD sebagai pelaksanaan dari putusan MA dan PTUN.
Akan tetapi, jika kelak OSO terpilih sebagai anggota DPD, maka ia harus menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik.
"Putusan MA kami laksanakan. Kemudian, yang bersangkutan menjadi calon anggota DPD, kami masukkan dalam DCT. Tetapi apabila yang bersangkutan terpilih, maka dia harus mengundurkan diri dari jabatan pengurus parpol. Ini kan win win solution. Putusan MA dapat dilaksanakan, namun juga putusan MK kita jadikan pedoman," ujar Wahyu saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2018) malam.
Menurut Wahyu, opsi tersebut menjadi cara yang memungkinkan bagi pihaknya untuk tak mengabaikan putusan lembaga peradilan hukum manapun.
Baca: Tim Jokowi Sebut Tim Prabowo-Sandi Selalu Menakut-nakuti Rakyat
Baca: Sandiaga Uno Angkat Suara Soal Megawati Yang Terganggu dengan Orang di Sekeliling Prabowo

Meski demikian, opsi tersebut hingga saat ini masih belum menjadi keputusan KPU.
Wahyu mengatakan, KPU masih mempertimbangkan sejumlah hal, termasuk mendegarkan pandangan berbagai pihak.
"Ini kami belum ambil keputusan, tetapi akan kami melihat dari berbagai sisi," ujar Wahyu.
"KPU dalam posisi sesulit apapun kan harus mengambil keputusan. Keputusan dalam rangka menjamin adanya kepastian hukum," lanjut dia.
MA mengabulkan gugatan uji materi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.
Permohonan uji materi itu diajukan oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO).
Sebelumnya, KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik.
OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik.
Baca: Megawati Merasa Terganggu dengan Orang-orang di Sekeliling Prabowo Subianto
Baca: Anggap Wajar Partai Demokrat Tak Total Dukung Prabowo-Sandi, Ini Analisa Pengamat
Menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.
Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).
Atas putusan KPU itu, OSO juga melayangkan gugatan ke PTUN.
Dalam putusannya, Majelis Hakim membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.
Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut.
Solusi Perludem
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilema dalam mengambil keputusan soal syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Di satu sisi, KPU harus menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatakan anggota partai politik dilarang mencalonkan diri sebagai anggota DPD mulai Pemilu 2019.
Baca: Hampir Tak Terekspos, Sosok Inikah Mantan Istri Irwan Mussry Sebelum Menikah dengan Maia Estianty?
Baca: VIRAL Video Istri Pergoki Suaminya Berduaan dengan Wanita Lain di Kos-kosan! Sebut Pelakor
Di sisi lain, muncul putusan Mahkamah Agung (MA) yang seolah mengatakan aturan itu tidak bisa diberlakukan untuk tahapan Pemilu 2019.
Apalagi, yang terbaru muncul putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan KPU untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.
Jika memperbandingkan putusan MK dengan MA, kata Titi, putusan MK masih lebih kuat ketimbang putusan MA lantaran konteks hukumnya berbeda.
Namun, lain halnya jika merujuk pada putusan MK dan PTUN.
Menurut Titi, putusan PTUN bersifat final dan mengikat, yang harus dilaksanakan oleh KPU.
"Dalam konteks itu saya kira PTUN berlaku final dan mengikat sebagai upaya hukum terakhir dalam proses sengketa, ya KPU sebagai pihak yang memang harus melaksanakan putusan PTUN," kata Titi saat ditemui di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.
Menyikapi hal tersebut, Titi mengatakan, KPU masih bisa menjalankan putusan MK tanpa mengabaikan putusan MA dan PTUN.
Penerapannya, dengan mengubah konteks pemberlakuan syarat pencalonan anggota DPD yang harus mundur dari partai politik.
Jika semula surat pengunduran diri dari parpol diserahkan sebagai syarat pencalonan, maka diubah menjadi persyaratan pelantikan calon terpilih.
Artinya, calon anggota DPD yang tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari parpol tetap masuk sebagai Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019.
Baca: Wanita Berwajah Bak Tokoh Animasi Bernama Thalasya Tengah Viral, Manusia atau Bukan?
Baca: Digosipkan Pacari Mantan Kekasih Luna Maya, Syahrini Pamer Foto Ini Pada Netizen
Jika kelak ia terpilih, maka ia harus menyerahkan bukti pengunduran diri dari parpol untuk bisa dilantik sebagai anggota DPD.
"KPU tetap bisa melaksanakan putusan MK dengan mengubah konteks keberlakuan bahwa syarat mundur dari parpol harus menjadi syarat dalam pelantikan calon terpilih, itu menjadi syarat untuk nanti kalau terpilih dalam hal dia merupakan calon anggota DPD yang pengurus partai ingin dilantik," ujar Titi.
Titi mengatakan, opsi tersebut bisa saja diambil oleh KPU.
Nantinya, pergeseran norma ketentuan itu bisa disusun dalam PKPU yang mengatur soal penetapan hasil Pemilu dan penetapan calon terpilih.
"Kan nanti KPU yang akan mengusulkan nama-nama calon yang akan dilantik oleh Presiden. Persyaratan untuk bisa dilantik adalah bukti surat pemberhentian sebagai pengurus. Kalau dia tidak menyerahkan surat pemberhentian maka dia tidak bisa diajukan untuk pelantikan calon terpilih," terang Titi.
(Fitria Chusna Farisa/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Opsi KPU untuk Jalan Tengah Polemik Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD"