Khotbah Jumat di Masjid Sabilul Muhtadin, Hakim PA Mempawah Bahas Hari Pahlawan

Para pahlawan itu, sambungnya, berkorban tidak hanya dengan harta dan keringat, tetapi juga dengan darah dan nyawa mereka.

Penulis: Dhita Mutiasari | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ ISTIMEWA
Hakim Pengadilan Agama Mempawah, Harisman Said Saku sedang menyampaikan khotbah di Masjid Sabilul Muhtadin Mempawah, Jumat (9/11/2018). 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Hakim Pengadilan Agama (PA) Mempawah Kelas IB, Harisman Said Saku, SHI. menyampaikan khotbah di Masjid Sabilul Muhtadin Kelurahan Tengah Kecamatan Mempawah Hilir, di belakang Kantor Bupati Mempawah, Jumat (9/11/2018).

Isi khotbahnya seputar Hari Pahlawan yang diperingati oleh bangsa Indonesia setiap tanggal 10 November.

“Besok adalah Hari Pahlawan. Maka Khotib tertarik untuk berbicara sedikit terkait sejarah kepahlawanan bangsa kita, kaitannya dengan persatuan Indonesia. Tanggal 10 November 1945 adalah salah satu hari paling bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada hari itu terjadi pertempuran yang disebut-sebut sebagai pertempuran terhebat dalam riwayat sejarah dekolonisasi dunia,” ujarnya di bagian awal khotbah.

Baca: Ini Ungkapan Syukur Amilia, Peserta yang berhasil Lulus Tes SKD di Mempawah

Baca: KPPAD Kalbar Bentuk Forum Peduli Anak Kalimantan Barat

Para pahlawan itu, sambungnya, berkorban tidak hanya dengan harta dan keringat, tetapi juga dengan darah dan nyawa mereka.

Tidak pernah terpikirkan apakah istrinya akan menjadi janda, anaknya menjadi yatim, harta bendanya akan habis binasa. Yang terpikir di benak mereka hanya satu, yaitu kemerdekaan Indonesia.

“Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok pesantren juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan. Ketika itu, kaum santri khususnya, menghayati perlawanan terhadap penjajah sebagai jihad, sebagaimana tergambar dalam Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh K.H. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober. Fatwa itu menyatakan bahwa perang untuk membela negara dengan mengusir penjajah adalah jihad fi sabilillah, jihad di jalan Allah,” tandas hakim asal Bantaeng Sulawesi Selatan itu.

Baca: Anak Pahlawan Suwignyo Terharu Kepedulian Pemerintah Kota Pontianak

Baca: Meski Tak Ada Nama Pahlawan Asal Kalbar, Jajaran Pemerintah Kota Pontianak Ziarahi Makam Pahlawan

Ditambahkannya, bahwa membela negara bagi para pahlawan itu, bukan sekedar bukti rasa nasionalisme biasa, tetapi nasionalisme yang menemukan dasarnya dalam agama. Bagi mereka, membela tanah air adalah jihad. Karena cinta tanah air adalah juga bagian dari ajaran agama.

“Jika kita meneliti literatur-literatur Islam. Di sana tidak ditemukan pertentangan antara kecintaan pada tanah air dengan agama. Terbukti, para ulama, kyai, dan tokoh-tokoh Islam juga ambil bagian dalam aktivitas merebut kemerdekaan. Dengan demikian kita harus meyakini bahwa kecintaan kepada tanah air betul-betul merupakan bagian dari iman. Hubbul wathan minal iman,” paparnya.

Lebih lanjut, Harisman menegaskan bahwa para pahlawan bangsa telah mewariskan tonggak kemerdekaan dan persatuan bangsa ini dengan harga yang tak terhingga. Alam kemerdekaan, hawa kebebasan, nikmat persatuan yang dirasakan hari ini adalah kompensasi dari darah dan nyawa mereka. Karena itu, jangan sampai lupa untuk menghargai jasa mereka.

“Kemerdekaan dan persatuan Indonesia adalah warisan termahal para pahlawan yang harus dijaga. Kita harus bisa merawat dan menjaga jasa para pahlawan, tidak mencabik-cabiknya, tidak merobeknya, tidak menggerogotinya. Mari kita jaga sekaligus mengisinya dengan hal-hal positif demi terwujudnya Indonesia yang maju, baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur,” tutur pria yang pernah mengenyam pendidikan di LIPIA Jakarta itu.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved