Ustadz Abdul Somad Sebut Dimas Kanjeng, Lia Eden, hingga Ahmad Mushadeq, Ini Penjelasannya
Ustadz Abdul Somad menghadiri Tabligh Akbar dengan tema Pemuda Hari Ini, Pemimpin Masa Depan, di Ketapang, Kalimantan Barat, Sabtu (20/10/2018).
Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Agus Pujianto
Dia juga menubuatkan beberapa ramalan yang sensasional.

Baca: Masih Ingat Lia Eden, Orang Yang Ngaku Tuhan? Begini Nasib Sekarang
Hal ini mengundang reaksi selama momentum trending, terutama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
MUI memfatwakan Lia Eden menyebarkan aliran sesat dan melarang perkumpulan Salamullah pada bulan Desember 1997.
Dia melontarkan kritikannya tentang kesewenangan ulama MUI yang diasosiasikan dalam sebuah sabda Jibril yang disebut "Undang-undang Jibril" (Gabriel's Edict).
Akibatnya dia ditahan atas tuduhan penistaan agama.
Sedangkan Ahmad Musadeq adalah pemimpin aliran Al-Qiyadah al-Islamiyah.
Al-Qiyadah al-Islamiyah adalah sebuah aliran kepercayaan di Indonesia yang melakukan sinkretisme ajaran dari Al-Qur'an, Al-Kitab Injil dan Yahudi, juga wahyu yang diakui turun kepada pemimpinnya.
Ahmad Moshaddeq alias Musaddeq alias Musadek alias Abdussalam yang juga menyatakan diri sebagai nabi atau mesias.
Baca: Villa Ahmad Mushadeq Megah Bak Istana
Dikatakan wahyu yang diterima Moshaddeq bukan berupa kitab tetapi pemahaman yang benar dan aplikatif mengenai ayat-ayat Al-Quran yang menurut pendapat Mushaddeq telah disimpangkan sepanjang sejarah.
Gerakan ini sempat disorot secara besar-besaran pada akhir tahun 2006 yang kemudian mengakibatkan keluarnya stempel sesat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 4 Oktober 2007.
Setelah menjalani penelitian secara subyektif selama 3 bulan karena menyimpang dari ajaran Islam dan melakukan sinkretisme agama.
Pada 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Musaddeq 4 tahun penjara dipotong masa tahanan atas pasal penodaan agama.
Meski pernah menyatakan diri bertobat, Ahmad Musaddeq hingga saat ini dianggap masih menyebarkan ajarannya dengan menggunakan nama lain di antaranya Milah Abraham dan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). (*)