Anies Baswedan vs Wali Kota Bekasi, Hibah dan Kompensasi Macet Sejak Anies Gubernur DKI
Selama beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki hubungan yang harmonis.
Anies Baswedan vs Wali Kota Bekasi, Hibah dan Kompensasi Macet Sejak Anies Gubernur DKI
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Selama beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki hubungan yang harmonis.
Sebagai kota mitra, Pemkot Bekasi sering mendapatkan keuntungan dari hibah-hibah Pemprov DKI Jakarta.
Hibah tersebut dipergunakan untuk membangun infrastruktur yang bermanfaat bagi DKI Jakarta juga.
Namun hubungan baik itu saat ini sedang merenggang.
Pemicunya karena dana hibah yang diajukan Pemkot Bekasi belum cair.
Pemkot Bekasi mengajukan proposal dana hibah sebesar Rp 2,09 triliun kepada Pemprov DKI Jakarta.
Baca: LIVE STREAMING Persib Vs Persebaya Babak II Sedang Berlangsung, Persib Tertinggal 1-2
Wali Kota Bekasi yang baru terpilih dalam pemilu lalu, Rahmat Effendi, menuntut agar hibah itu segera diberikan.
Menurut dia, jumlah tersebut tidak sebanding dengan kontribusi warga Bekasi kepada Ibukota.
"Bukan persoalan Rp 2 triliun, mau Rp 5 triliun pun juga DKI punya dampak yang luar biasa bagi Kota Bekasi. Itu tidak seimbang dengan apa yang diberikan kepada warga Kota Bekasi," kata Rahmat Effendi alias Pepen di Kota Bekasi, Jumat (19/10/2018).
Sebagai Ibukota negara, DKI Jakarta menjadi tempat warga dari berbagai wilayah mengadu nasib. Termasuk kota-kota yang berada di sekitar Jakarta seperti Bekasi, Depok, Bogor, dan lainnya.
Secara tidak langsung, warga dari luar Jakarta ikut berkontribusi terhadap pemasukan daerah DKI Jakarta.
Bukan Tanpa Alasan
Permintaan hibah yang besar oleh Pemkot Bekasi bukan tanpa alasan.
Pemkot Bekasi menjadi kota mitra yang paling memiliki "kuncian" Pemprov DKI Jakarta.
Baca: Seorang Wanita Tebas Leher 4 Anaknya, Satu Tewas Tiga Kritis, Berikut Pernyataan Polisi
Alasannya apa lagi jika bukan berdirinya Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang milik DKI Jakarta di Kota Bekasi.
Di sana lah sampah-sampah yang dibuang di Jakarta akan bermuara. Meskipun milik Pemprov DKI Jakarta, TPST Bantargebang memiliki dampak besar bagi Kota Bekasi. Ini yang menjadi kuncian Rahmat Effendi dalam meminta dana hibah.
"Sekarang kalau saya bangun flyover, saya tanya, aksesnya buat siapa? Kan buat DKI. Saya memperbaiki jalan Jatiasih, saya tanya, aksesnya buat siapa? Buat kepentingan DKI," ujar Pepen.
Dana hibah sebesar Rp 2,09 triliun itu rencananya memang akan digunakan untuk pembangunan lanjutan flyover Rawapanjang dan Cipendawa.
Nilainya begitu besar karena Pemkot Bekasi akan melakukan pembebasan lahan juga. Nantinya, flyover tersebut menjadi akses truk sampah DKI menuju TPST Bantargebang.
Tak hanya dana hibah Perlu diketahui, bukan hanya dana hibah yang diberikan Pemprov DKI kepada Kota Bekasi.
Dana hibah sendiri merupakan dana kemitraan yang diberikan demi kepentingan dua kota.
Baca: Bantu Korban Bencana, Ini Barang Yang Dilelang KH Maruf Amin
Selain dana hibah, Pemprov DKI Jakarta juga memberikan community development atau yang biasa disebut uang bau.
Berbeda dengan dana hibah, uang bau merupakan kompensasi yang wajib diberikan Pemprov DKI kepada Pemkot Bekasi untuk "membayar" dampak akibat adanya TPST Bantargebang.
Uang bau itu biasanya disalurkan ke masyarakat sekitar TPST Bantargebang dalam bentuk bantuan langsung tunai.
Selain itu juga digunakan untuk pemulihan lingkungan, penanggulangan sampah, dan pelayanan kesehatan warga yang terdampak sampah Bantargebang.
Pemprov DKI menyebut uang bau untuk tahun 2018 sudah diberikan kepada Pemkot Bekasi sebesar Rp 194 miliar.
Kepala Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan, besaran dana kompensasi itu sesuai hasil perjanjian kerja sama pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.
Baca: Aktif di Aku Belajar, Langkah Nyata Heryanto Menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi
"(Sebesar) Rp 194 miliar itu hasil perjanjian. Artinya, kewajiban DKI itu sudah dipenuhi," ujar Premi.
Namun, hal ini dibantah oleh Pepen.
Pepen mengatakan meskipun uang bau itu diberikan pada 2018, tetapi sebenarnya itu adalah hak pada 2017 yang baru dibayar.
Uang bau tahun 2018 dia sebut belum dibayar oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Itu kompensasi tahun 2017, bukan hak 2018, awal tahun atau akhir tahun. Kan sekarang sudah mau masuk anggaran 2019," kata Pepen.
Hal itu dikatakan Pepen untuk menanggapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyebutkan bahwa Pemprov DKI sudah mencairkan dana kompensasi kepada Pemkot Bekasi sebesar Rp 194 miliar pada Mei 2018.
Baca: Sebagian Pengungsi Kembali ke Palu, Ini Jumlah Korban di Asrama Haji Sudiang Makassar
"Pak Gubernur bilang Kota Bekasi sudah diberikan kompensasi. Itu kompensasi tahun 2017, bukan hak 2018, awal tahun atau akhir tahun. Kan sekarang sudah mau masuk anggaran 2019," kata Pepen.
Pepen menambahkan, sejak Anies diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta, Pemkot Bekasi belum menerima dana kompensasi itu.
"Semenjak Pak Gubernur diangkat itu belum ada. Nah sekarang sudah mau masuk tahun 2019, masa dua tahun kita dilalaikan. Itu yang kita pertegas," tambah Pepen.
Anies Baswedan sebelumnya mengatakan, pihaknya sudah mencairkan dana kompensasi kepada Pemkot Bekasi soal pemanfaatan lahan Bantar Gebang sebagai Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) sebesar Rp 194 miliar pada Mei 2018.
"Kami ingin terus menjaga hubungan baik itu sehingga kewajiban-kewajiban kita, kita tunaikan. Untuk 2018, sudah ditunaikan per bulan Mei, nilainya Rp 194 miliar dan untuk 2019 nilainya Rp 141 miliar," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (18/10/2018).
Baca: Adelia: Untuk Investasi Masa Depan, Menabung Uang Jajan Itu Penting
Pemerintah Kota Bekasi mengajukan proyek yang tidak berkaitan dengan sampah untuk dibiayai dengan dana kemitraan dari Pemprov DKI Jakarta.
Salah satu proyek itu adalah pembangunan fiber optic di Kota Bekasi.
"Seperti misalnya mereka minta ada pembangunan fiber optic. Itu buat jaringan se-Bekasi. Tetapi itu kan tidak berhubungan langsung masalah persampahan," kata Kepala Unit Pengelola Sampah Terpadu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, Sabtu (20/10/2018).
Proyek tersebut merupakan salah satu yang diajukan Pemkot Bekasi dalam proposal dana kemitraan sebesar Rp 2,09 triliun ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Asep mengatakan ada sekitar 41 kegiatan pembangunan yang diajukan dengan dana tersebut. Pemprov DKI, kata Asep, hanya akan memenuhi kegiatan yang berkaitan dengan distribusi sampah.
"Tapi kalau tidak ada hubungan langsung dengan pendistribusian sampah akan kami skip dulu," ujar Asep.
Karena itu, Pemprov DKI akan memeriksa satu per satu kegiatan yang diajukan Pemkot Bekasi. Kegiatan yang tidak berkaitan dengan kepentingan distribusi atau pengolahan sampah DKI Jakarta kemungkinan tidak akan didanai.
Baca: Buka Silaturahim Nasional dan Penandatanganan MoU Salimah-BPPOM, Ini Kata Mahmudah
Contoh kegiatan yang berkaitan dengan urusan sampah Pemprov DKI adalah pembangunan flyover Rawapanjang dan Cipendawa.
Flyover tersebut akan menjadi akses truk sampah DKI Jakarta menuju TPST Bantargebang.
"Makanya tahun 2017 Pemprov DKI memberi anggaran itu," kata Asep.
Polemik ini menjadi-jadi. Akibatnya berujung pada pengancaman oleh Pemkot Bekasi.
Pepen mengatakan sebaiknya kerjasama yang terjalin antara dua pemerintah daerah ini diakhiri jika Pemprov DKI tidak bisa memenuhi dana hibah maupun uang bau itu.
"Ya tidak usah ada kerja sama (Jika DKI tidak laksanakan perjanjian)," kata Pepen.
Tak semua wajib dipenuhi Proposal pengajuan dana hibah 2019 dari Pemkot Bekasi telah diterima oleh Pemprov DKI.
Kepala Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan, dana hibah tidak bisa cair dengan cepat.
"Proposalnya baru masuk 15 Oktober kemarin," ujar Premi di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (18/10/2018).
Baca: Kopi dan Stick Keladi Jadi Primadona Stan Kota Pontianak
Premi mengatakan, proses pencairan dana hibah atau dana kemitraan ini harus melewati beberapa pembahasan terlebih dahulu.
Selain itu, Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2019 juga masih dibahas.
DKI juga meminta Bekasi untuk memastikan bahwa proposal dana hibah yang diajukan sudah disertai dokumen administrasi yang lengkap.
Premi juga mengatakan, DKI tidak wajib memenuhi semua proposal dana hibah yang diajukan Pemerintah Kota Bekasi.
Menurut dia, besaran dana hibah yang diajukan harus disesuaikan dengan kemampuan Pemprov DKI.
"Bantuan keuangan itu berdasarkan Permendagri bersifat tidak wajib, itu kemitraan dan harus disesuaikan kemampuan keuangan Pemprov DKI," kata Premi.
Selain kemampuan keuangan, Pemprov DKI juga harus memperhitungkan waktu. Premi mengatakan, Pemprov DKI terakhir kali memberikan dana hibah pada 2017 dan masih bisa dipakai sampai 2018.
"Kalau 2019 uang itu enggak habis, harus dipulangin ke Pemprov DKI," tutur Premi. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kala Bekasi Menuntut Hibah Rp 2,09 Triliun dari DKI...", .