Editorial
Jejak Vandalisme Saat May Day
Kedai kopi asal Amerika Serikat, Starbucks Coffee dan gerai pakaian Polo di Jalan Dipati Ukur, Bandung, ikut jadi sasaran.
Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2018 di Yogyakarta dan Bandung menyisakan cerita kelam. Kerusuhan dan vandalisme mewarnai aksi tersebut. Pos polisi yang berada di pertigaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dibakar massa pendemo.
Tak hanya itu, oknum pendemo juga menuliskan 'Bunuh Sultan' yang merujuk pada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Selain itu ada simbol huruf A dalam lingkaran, yang identik dengan kelompok anarki, dalam coretan berisi pengancaman terhadap Sri Sultan HB X. Simbol tersebut tidak hanya muncul di Yogyakarta tetapi juga di Kota Bandung saat peringatan May Day Selasa (1/5).
Kedai kopi asal Amerika Serikat, Starbucks Coffee dan gerai pakaian Polo di Jalan Dipati Ukur, Bandung, ikut jadi sasaran.
(Baca: Pelanggaran Lalu Lintas Masih Tinggi di Sambas, Jumlah Tilang Ini Sebagai Bukti )
Kelompok vandalisme itu menggunakan pakaian hitam-hitam, berkacamata serta membawa bendera hitam bertuliskan huruf A dalam lingkaran. Jejak vandalisme buruh juga terlihat saat peringatan May Day di Jakarta. Namun hanya coretan cat semprot berisi kata-kata kritis buruh dan poster yang ditemukan di berbagai fasilitas umum.
Kesan lainnya peringatan May Day di Jakarta kali ini bernuansa politis. Sejumlah politikus ikut turun bahkan tampil untuk menunjukkan diri mereka proburuh. Nuansa tersebut semakin terlihat jelas saat ada pengurus organisasi buruh mendukung seorang calon presiden. Buruh terkesan tidak lagi fokus memperjuangkan diri sendiri agar menjadi lebih sejahtera dan bermartabat.
Untuk diketahui logo huruf A dalam lingkaran identik dengan simbol anarki, gerakan politik yang digagas Mikail Bakhunin pada 1860-an. Dikutip dari buku Franz Magnis Suseno berjudul Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Bakunin merupakan bangsawan Rusia yang sebagian besar hidupnya tinggaldi Eropa Barat. Ia ikut serta dalam pelbagai pemberontakan di Eropa dan memimpin kelompok anarkis Internasional.
Dalam pandangan politiknya, seperti diberitakan Tribunnews.com (2/5) anarki menolak segala bentuk negara dalam arti lembaga pusat masyarakat yang punya wewenang dan kemampuan untuk memaksakan ketaatan masyarakat pada aturan.
(Baca: Bhabinkamtibmas Kawal Kampanye Dialogis Muda Mahendrawan di Dusun Panca Maju )
Cita-cita anarkisme adalah anarkhia, sebuah keadaan tanpa kekuasaan pemaksa. Di era Bakunin, anarki identik dengan bendera hitam. Namun, era 1860-an, kelompok anarki mulai menggunakan huruf A.
Terasa aneh melihat buruh di Yogyakarta dan Bandung mengamuk. Pertama, orang Yogyakarta terkenal halus lembut. Selain itu Yogyakarta lebih dikenal sebagai kota pelajar dan pariwisata, bukan industri. Terkait demo anarkis di Yogya, polisi mengamankan 69 orang, 59 laki-laki dan 10 perempuan serta menetapkan tiga oknum mahasiswa perguruan tinggi di wilayah Sleman, sebagai tersangka yakni AR, IB, dan MC.
Kita menyesalkan aksi demo buruh di Yogya dan Bandung yang telah disusupi perusuh yang melakukan aksi vandalisme disertai ancaman pembunuhan terhadap Raja Kesultanan Yogyakarta Sri Sultan HB X.
Dalam salah satu situs social media, warganet membanjiri dengan komentar-komentar kemarahan untuk membela Sang Raja. Aliansi Masyarakat Anti Anarkisme (AMAN) meminta agar polisi tak takut mengusut tuntas aksi berujung ricuh itu.
Wajar bila warga Yogya sempat resah, dan tidak terima dengan tulisan 'Bunuh Sultan. Meskipun Sri Sultan mengimbau dengan kebijakan beliau supaya tidak terprovokasi dengan adanya aksi ini. Kita prihatin dengan oknum mahasiswa yang mengusung isu tak terkait masalah buruh. Mereka harus ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku.