Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara, Denda Rp 500 Juta
Setelah menjalani serangkaian sidang praperadilan, hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan Setya.
Penulis: Marlen Sitinjak | Editor: Marlen Sitinjak
Dalam sidang eksepsi, kuasa hukum Setya menilai dakwaan oleh jaksa tidak cermat.
Salah satunya terkait jumlah nilai kerugian negara. Selain itu, kuasa hukum juga mempermasalahkan hilangnya sejumlah nama penerima korupsi e-KTP.
4 Januari 2018
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak eksepsi atau keberatan Setya.
Hakim menilai materi dakwaan jaksa terhadap Setya telah memenuhi syarat formil dan materiil.
25 Januari 2018
Dalam sidang agenda pemeriksaan saksi, jaksa menghadirkan Mirwan Amir, mantan anggota DPR dari Partai Demokrat periode 2009-2014.
Dalam kesaksiannya, Mirwan menyebut nama mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah dicecar beberapa pertanyaan oleh pengacara Setya, Firman Wijaya.
Beberapa hari setelah itu, Partai Demokrat melaporkan Firman dengan tuduhan mencemarkan nama baik SBY.
Pengacara Partai Demokrat, Ardy Mbalembout mempermasalahkan pernyataan Firman pasca-sidang kepada awak media.
Dia juga menyebut pertanyaan dan jawaban dari Firman dan Amir dalam persidangan sebagai fitnah.
5 Februari 2018
Sebelum menjalani sidang lanjutan, Setya membuka buku catatannya yang bersampul hitam.
Awak media melihat salah satu halaman di buku itu tertulis nama Nazaruddin dan Edi Baskoro Yudhoyono atau Ibas.
22 Maret 2018
Setya menangis saat memberi keterangan dalam lanjutan sidang.
Sambil terisak dan menundukkan kepala, Setya meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas perbuatannya.
Walau menyesal, Setya tak mengaku melakukan korupsi. Dia mengatakan jabatannya sebagai Ketua DPR saat itu, telah dimanfaatkan para pengusaha untuk memperkaya diri.
Setya pun resmi mengajukan diri sebagai Justice Collaborator (JC) di persidangan.
Dalam pengakuannya, Setya mengatakan ada aliran dana yang diterima oleh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yakni Puan Maharani dan Pramono Anung.
Masing-masing di antaranya menerima US$ 500 ribu.
29 Maret 2018
Setelah melalui beberapa sidang pemeriksaan saksi yang didatangkan jaksa maupun pengacara Setya, tuntutan kemudian dibacakan.
Jaksa menuntut Setya dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Dalam kasus ini, Setya dinilai menguntungkan diri sendiri dengan menerima aliran dana sebesar US$ 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille senilai US$ 135 ribu dolar.
Dalam sidang itu, KPK juga menolak permohonan JC Setya. Jaksa menilai Setya belum memenuhi kualifikasi sebagai JC.
13 April 2018
Setya Novanto membacakan nota pembelaan. Dalam pleidoinya, Setya membantah tuduhan jaksa.
Dia bahkan menyebut mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi punya peran lebih besar dalam penganggaran proyek bernilai Rp 5,8 triliun itu.
Di ujung pleidoinya, Setya membacakan puisi Di Kolong Meja karya penyair Linda Djalil. (*)
Follow Tribun Pontianak on Twitter: