CSO Dorong Keterbukaan Informasi Hutan dan Lahan
Saya akui memang keterbukaan informasi di sektor kehutanan dan lahan masih kurang selama ini. Jadi masih minim
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Organisasi masyarakat sipil atau CSO Se-Kalimantan dan Komisi Informasi Provinsi se-Kalimantan mendeklarasikan pembentukan Kaukus Komisi Informasi se-Kalimantan di Bengkirai Ballroom, Hotel Aston lantai 5, Rabu (18/4/2018) siang.
Pertemuan yang digelar pada 17-18 April 2018 bertujuan sikapi ketertutupan informasi sektor kehutanan dan lahan di Kalimantan. Pertemuan diselenggarakan oleh JARI Borneo Barat bersama Komisi Informasi Provinsi Kalbar serta didukung oleh The Asia Foundation.
Pertemuan menghasilkan tiga rekomendasi diantaranya pertama, mendorong kepala daerah di seluruh Kalimantan untuk membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap badan publik provinsi dan kabupaten/kota dan desa.
Kedua, mendorong keterbukaan informasi sektor hutan dan lahan melalui Surat Edaran Komisi Informasi oleh masing-masing daerah sebagai gerakan bersama. Ketiga mendorong Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara untuk mempercepat pembentukan Komisi Informasi Kalimantan Utara.
(Baca: Markus Dalon: Tunggakan Pajak di Wilayah Pontianak I Capai 30 Persen )
Kadiv Pendidikan dan Pengkaderan JARI Borneo Barat, Abu Mas’ud menerangkan berdasarkan hasil riset Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) di tahun 2015, informasi sektor lahan dan Sumber Daya Alam (SDA) cenderung tertutup.
(Baca: 7 Perangkat Desa Nyayum Dilantik, Ini Pesan Kapolsek Kuala Behe )
“Hasil studi itu menunjukkan ada relasi antara ketertutupan dan deforestasi. Temuan itu merupakan ancaman terhadap pertumbuhan daerah, khususnya kalimantan yang masih mengandalkan sektor lahan dan hutan sebagai komoditas unggulan,” ungkapnya.
Ia tidak menampik ketertutupan informasi lahan dan SDA hampir terjadi di setiap daerah. Menurut dia, beberapa penyebabnya antara lain belum kuatnya PPID secara kelembagaan. Kondisi itu berakibat fungsi PPID tidak berjalan dengan baik pada badan-badan publik dalam pelayanan informasi publik.
“Selain itu, penganggaran Komisi Informasi Provinsi masih bergantung pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan keinginan pemerintah daerah setempat,” imbuhnya.
(Baca: Tonton Videonya! Diduga Istri Sah dan Selingkungan, Dua Wanita Ini Saling Pukul di Tempat Umum )
Permasalahan lainnya adalah ketidaktahuan masyarakat terhadap hak atas informasi yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan.
“Belum terbentuknya Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Utara merupakan ancaman terhadap hak masyarakat atas informasi publik,” katanya.
Ia menimpali pertemuan beranjak dari kekhawatiran akan tingginya deforestasi dan degradasi lahan yang diakibatkan karena ketertutupan informasi publik.