Hari Musik Nasional

Hari Musik Nasional: WR Supratman, Dari Masa Kecil Kudisan, Wartawan, hingga Anak Band

Tahun 1925 ia pindah ke Surat Kabar Kaoem Kita, juga terbit di Bandung, sebagai pemimpin redaksi.

Editor: Agus Pujianto
WR Soepratman 

Wage Supratman resmi menjadi warga tangsi Meester Cornelis.

Sebagai anak laki-laki dari 6 bersaudara (2 orang saudaranya lagi meninggal) ia amat disayang dan cenderung dimanja ibunya.
Bahkan masih menetek hingga uniur 5 tahun, saat masih TK (Frobelschool).

Terlalu dilarang ini-itu, Wage kecil mulai bandel, mogok sekolah kalau tidak diantar-jemput Rukiyem Supratiyah, kakak sulungnya.

Baca: Presiden Soekarno Nikahi Wanita Jepang, Begini Nasib Putrinya Sekarang

Ketika ayahnya pensiun (1910), Wage yang masih menjadi murid SD Budi Utomo, terpaksa ikut boyongan ke Waning Contong, Cimahi, Jawa Barat.

Di tempat baru, bekas anak kolong ini suka ngelayap, dan sering pulang menjelang malam.

Saat ibunya meninggal karena sakit, tahun 1912, ia pun tidak di rumah.

Sepeninggal ibunya, Wage, menjadi pemurung, kurus, dan kudisan kedua tangannya.

Kian merana sejak ayahnya menikahi Uyek, janda empat anak, tahun 1914. Sementara Rukiyem Supratiyah yang selalu mendongeng untuknya, diboyong WM van Eldik, suaminya, ke Makasar.

Guru dan Anak Band

Akhir Oktober 1914 keluarga van Eldik menjemputnya untuk tinggal di Kees, kompleks rumah dinas bintara Belanda atau Indo-Belanda, di Makasar.

Di sana, ia melanjutkan kelas tiga di ELS (Europees Lagere School), sekolah khusus sinyo-noni dan keturunan Belanda.

Sebelumnya, oleh kakak iparnya Wage diaku sebagai anak dan diberi embel-embel nama berbau londo, Rudolf, supaya diterima di ELS.

Baca: Puteri Indonesia DKI Jakarta 1 Aura Febryannisa, Cantiknya Kebangetan!

Beberapa bulan merasakan sekolah Belanda, Wage "Rudolf" Supratman keburu dikeluarkan.

Ketahuan ia bukan anak kandung Sersan WM van Eldik.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved