Vivi Al Hinduan Tetap Semangat Terbitkan Buku Meski Melalui Penerbit Indie

Di Kalbar adalah kesulitan menerbitkan buku karena sampai saat ini dia mengatakan semua penerbitan di Kalbar masih indie

Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Madrosid
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/CLAUDIA LIBERANI
Satu dari penulis lokal Kalbar, Vivi Al Hinduan, merupakan seorang penulis yang tetap produktif meski menerbitkan buku secara indie 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Literasi di Kalbar belakangan mulai menggeliat, penulis-penulis lokal mulai bermunculan, namun yang menjadi kendala adalah sulitnya menembus penerbit mayor.

Satu dari penulis lokal Kalbar, Vivi Al Hinduan, merupakan seorang penulis yang tetap produktif meski menerbitkan buku secara indie.

"Saya telah menulis sejak tahun 2005, jadi sudah 13 tahun. Untuk buku, sampai saat ini ada tujuh buku yang telah saya terbitkan, dan akhir tahun 2017, tepatnya bulan November saya meluncurkan tiga buku sekaligus," katanya, Selasa (9/1/2018).

Baca: Genapkan Karya, Satu Lagi Penulis Lokal Kalbar yang Akan Meluncurkan Buku

Tantangan yang dialami sebagai penulis lokal di Kalbar adalah kesulitan menerbitkan buku karena sampai saat ini dia mengatakan semua penerbitan di Kalbar masih indie.

"Artinya menerbitkan buku harus bayar percetakan, beda dengan penerbit mayor yang menggunakan sistem royalti, kita tinggal kirim naskah," tuturnya.

Di penerbit mayor, penulis hanya tinggal duduk manis menunggu royalti begitu naskah lulus seleksi oleh editor, ada juga sistem beli putus, di mana penerbit membayar hanya sekali dengan penulis, selanjutnya jika ingin cetak ulang, tergantung pada penulisnya.

Baca: Penerbitan Akta Lahir di Pontianak Capai 96,83 Persen

"Kita di sini masih hampir semuanya indie, kita terbitkan buku harus bayar biaya percetakan sekian untuk dapat ISBN segala macam, dan rata-rata nyetak di Jawa," kata penulis buku the Sounds of Silence ini.

Berdasarkan penuturannya paling banyak buku yang diterbitkannya ada 100 eksemplar, menurutnya keuntungan dari menerbitkan buku secara indie adalah penulis berhak sepenuhnya atas keuntungan penjualan buku karena dia sendiri yang menjualnya.

Baca: Konsisten Berkarya, Lulusan SMAN 1 Pontianak Ini Telurkan Ratusan Buku

"Untungnya ada, tergantung bagaimana cara menjual. Untuk menerbitkan indie, kita harus marketing sendiri, penerbit hanya bantu mencetak ISBN. Kalau kita pintar menjualnya untungnya untuk kita," tambahnya.

Dia mengatakan di penerbit mayor, royalti paling tinggi hanya 10 persen, berbeda dengan penerbit indie di mana penulis bisa mendapat keuntungan 100 persen.

"Untung sepenuhnya milik kita, begitu pula dengan resiko," ucap alumni Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura ini.

Dia yang senang membaca sejak kecil menuliskan berbagai tulisan feature dan membukukannya. Pembacanya sampai ke daerah Jawa.

Kesukaannya pada dunia literasi membuatnya bergelut di pekerjaan ini, menjadi penulis dipilihnya karena dia merasa di sinilah dunianya.

"Untuk menulis, orang harus suka membaca dulu, kalau saya hingga sekarang sudah membaca lebih kurang 1000 buku," tuturnya yang memiliki sekitar 200 koleksi buku di rumah.

Melihat kegigihannya menulis meski pekerjaan sebagai penulis masih dianggap tidak menghasilkan ditepisnya, dia menulis untuk media online nasional, berbagai usaha ekonomi kreatif di bidang ini juga digeluti, dia kerap berbagi pengalaman jalan-jalan keluar Kalbar melalui blog pribadinya.

"Teman-teman yang suka menulis saran saya ikut komunitas, cari yang gratis, karena di komunitas ketika semangat kita lesu, bisa didorong karena ada teman yang sama-sama menyukai bidang ini," sarannya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved