NU Kalbar: Relawan Jangan Pandang Suku dan Agama Saat Menolong
"Relawan tidak boleh menjadi pemadam kebakaran. Dia sejak dini sudah harus tahu dimana lokasi rawan bencana," jelasnya.
Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridhoino Kristo Sebastianus Melano
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengurus Pusat (PP) Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama (NU) bekerjasama dengan Kuehne Foundation menggelar pelatihan manajemen logistik dan distribusi bantuan kemanusiaan humanitarian logistic management training).
Kegiatan dilaksanakan di Asrama Haji, Jalan Sutoyo Pontianak, mulai Senin (23/210/2017) hingga Kamis (26/10/2017).
Wakil ketua Pimpinan wilayah NU Kalbar, Hepy Hendrawan mengatakan, ada dua hal yang harus diingat bagi relawan bencana.
Pertama cerdas dan kedua adalah paripurna.
(Baca: Tanggap Bencana, Lembaga NU Gelar Pelatihan Manajemen Logistik )
Seorang relawan kebencanaan tidak pernah memandang suku, bangsa, agama dan sebagainya.
Itu harus dicamkan, apalagi LPBI adalah miliknya NU. NU itu, katanya, soal NKRI, UUD, dan kebangsaan sudah selesai.
"Jadi kalau ada orang NU sekarang mekek-mekek soal pribumi, belum selesai itu NU-nya. Gak ada itu," katanya, Selasa (24/10/2017).
(Baca: Manfaatkan Teknologi Tanggulangi Bencana )
Begitu juga di LPBI, katanya, tidak peduli agama dan bangsanya apa, sepanjang dia terkena bencana, harus berikan pertolongan.
Relawan LPBI harus paripurna dalam berpikir seperti itu. "Tidak pandang siapa dia, sepanjang memerlukan pertolongan, ayo, kita harus bantu," tuturnya.
Seorang relawan juga harus cerdas mampu membaca peta, termasuk peta masalah.
Di kabupaten masing-masing sudah harus mengetahui dimana wilayah rawan bencana.
Jangan setelah bencana baru sibuk, itu namanya pemadam kebakaran.