Nasionalisme Tak Hanya Menyangkut Barang, Pemerintah Harus Perhatikan Hal Ini
Pengamat Perbatasan, Dr Yarlina Yacob SE MSi mempunyai analisa terkait penanaman nilai-nilai nasionalisme dan w
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Nasaruddin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Pengamat Perbatasan, Dr Yarlina Yacob SE MSi mempunyai analisa terkait penanaman nilai-nilai nasionalisme dan wawasan kebangsaan dinilai penting diberikan bagi masyarakat wilayah perbatasan.
“Saya menganggap penting penanaman nilai-nilai nasionalisme dan wawasan kebangsaan dinilai penting diberikan bagi masyarakat wilayah perbatasan. Saya akui hingga kini masyarakat perbatasan tidak terlepas dari sokongan negara tetangga, khususnya Malaysia," katanya, Minggu (15/10/2017).
(Baca: Mendirikan Parpol Cukup Berat, KPU Harus Profesional )
Satu contoh barang-barang Malaysia. Tidak dipungkiri masyarakat perbatasan Indonesia menjadi konsumen barang-barang asal Malaysia guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kenyataan ini memang tidak bisa dihindarkan, itu konsekuensi dari akses yang lebih mudah dicapai.
Akses mendapatkan barang Malaysia lebih mudah bila dibandingkan barang dari ibukota Kabupaten, bahkan kecamatan.
"Menurut saya, transaksi ini tentu menguntungkan masyarakat perbatasan sebagai konsumen. Itu konsekuensinya, namun dengan catatan barang kebutuhan sehari-hari itu legal," katanya.
(Baca: Cegah Kejahatan, 8 CCTV Awasi Persimpangan Jalan )
Lain cerita kalau barang itu sudah pasti dilarang. Suatu kenyataan lain, masyarakat perbatasan juga terbantu saat menjual barang-barangnya ke Malaysia.
Ini menjadi pendapatan bagi mereka. Perjanjian Sosek Malindo sudah jelas mengatur dan tidak ada masalah. Barang asal Indonesia juga banyak kok di pasar Malaysia.
"Saya pikir ukuran nasionalisme itu tidak hanya menyangkut barang, namun lebih dari itu. Kalau pemerintah punya perhatian khusus, saya kira masyarakat kita cinta tanah air," katanya.
(Baca: Karolin Minta Kades Jeli Pilih Warga yang Berhak Terima Bantuan Program Keluarga Harapan )
"Kalau sampai ada masyarakat perbatasan pindah kewarganegaraan, kemungkinan karena rasa putus asa dan tidak ada pilihan, seperti tingkat kesejahteraan rendah dan kebutuhan tidak terpenuhi. Kita akui disparitas antar daerah kota dan perbatasan sangat timpang," tambahnya.
(Baca: Ketua Majelis Kerajaan Kalbar Beri Pesan untuk Raja Landak )
Menurut Yarlina Yacob, ketika pemerintah memperhatikan kesejahteran masyarakat perbatasan, akses pendidikan dilancarkan, kesehatan ditingkatkan, pasar diperbaiki, informasi diperbaiki dan kebutuhan dasar terpenuhi semua, tidak semudah itu masyarakat kita pindah negara.
"Saya salut walau masyarakat perbatasan kita miskin dan hidup keterbatasan, namun nasionalisme tetap tinggi. Ini membuktikan melepas kewarganegaraan tidaklah mudah. Pemerintah harus penuhi kebutuhan dasar masyarakat. Kasihan jika masyarakat perbatasan terlalu lama dalam kemiskinan, sekolah sulit, cari kebutuhan tidak ada pasar, berobat sulit dan keamanan tidak terjamin," katanya.