Pemkab Sambas Petakan Daerah Rawan Pangan
Musanif menjelaskan, pihaknya telah memiliki peta daerah rawan pangan di Kabupaten Sambas.
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Rizky Zulham
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sambas, Musanif mengungkapkan, ada tiga indikator yang mendukung ketahanan pangan.
"Kalau ketahanan pangan termasuk mutu pangan ini kan ada tiga indikatornya, Ketersediaan, kemudian Keberagaman menu yang dilaksanakan oleh masyarakat, dan Distribusinya," ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (13/10/2017).
Musanif menjelaskan, pihaknya telah memiliki peta daerah rawan pangan di Kabupaten Sambas.
"Yang penilaiannya meliputi 3 unsur atau aspek itu, Ketersediaan, Distribusi dan Keberagaman menu," jelasnya.
(Baca: Sambas Siap jadi Pengekspor Beras, Ini Indikator yang Harus Dipenuhi )
Menurutnya, keberagaman menu artinya masyarakat itu tidak hanya tergantung kepada pola makan beras saja. Tetapi pola makannya beragam, dari komoditas non beras lainnya.
"Banyak sebenarnya program kita untuk menunjang atau katakanlah untuk membangun daerah yang rawan pangan. Diantaranya kita ingin menciptakan bahwa suatu daerah itu menjadi daerah yang tangguh pangan," terangnya.
Selain pihaknya melaksanakan program khusus di daerah rawan pangan, ada pula di antaranya program pemanfaatan pekarangan untuk semua tanaman-tanaman seperti sayur-sayuran.
"Kemudian juga ada program untuk daerah rawan pangan yang bersumber dari program-program dari pemerintah pusat. Seperti akan membangun rumah produksi pangan serta peralatannya, kemudian membangun infrastruktur sarana dan prasarana pertanian, seperti pengairan dan sebagainya," paparnya.
Selain itu, Musanif menguraikan bahwa juga ada pendampingan langsung dari perguruan tinggi.
"Kalau yang sekarang ini dari Fakultas Peternakan UGM, melaksanakan pendampingan di daerah yang masuk kategori daerah rawan pangan," ujarnya.
Musanif menegaskan, terkait harga gabah, pihaknya memang telah mengimbau kepada petani, agar menjual gabahnya ke lembaga resmi milik pemerintah seperti Bulog.
"Karena Bulog itu kan sudah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3700 per kilogram gabah kering," tegasnya.
Namun, kadang kala petani itu ingin harga yang lebih baik, dan selama ini harga yang lebih baik itu mereka dapatkan dari pedagang-pedagang pengumpul.