Idul Adha

Khatib Salat Idul Adha di Taman Alun Kapuas: Pengorbanan Bermuara Pada Iman dan Taqwa

H Maslihan Syaifurrozi didapuk sebagai Khatib dalam pelaksanaan salat Idul Adha 1438 H di Jalan Rahadi Usman Pontianak, Jumat (01/09/2017).

Penulis: Ishak | Editor: Rizky Zulham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISHAK
Khatib salat Id Adha 1438 H di Jalan Rahadi Usman Pontianak, H Maslihan Syaifurrozi, saat sampaikan khutbah di hadapan jamaah, Jumat (01/09/2017). 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak Ishak

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - H Maslihan Syaifurrozi didapuk sebagai Khatib dalam pelaksanaan salat Idul Adha 1438 H di Jalan Rahadi Usman Pontianak, Jumat (01/09/2017).

Pria yang juga Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kalbar ini, sampaikan sekelumit pesan kepada jemaah yang memadati lokasi tepat di depan kantor Wali Kota Pontianak itu.

Dalam khutbah bertajuk 'Membangun Budaya Qurban dan Syukur Nikmat Dalam Kemerdekaan' itu, dirinya menekankan pentingnya belajar dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail. Kisah yang melatarbelakangi Idul Adha itu sendiri, disebutnya sarat akan makna.

"Peristiwa kemanusiaan dalam sejarah panjang kehidupan manusia yang dilakukan Nabi Ibrahim dan Anaknya (Nabi Ismail), adalah pengorbanan yang bermuara pada iman dan taqwa kepada Allah SWT," ujarnya lantang.

(Baca: Pesan Khatib Salat Idul Adha di Masjid At-Tamini Sungai Kupah

Ia lantas mengutip Quran surah Asshafaat : 102. Surat ini sendiri secara gamblang mencatatkan peristiwa bersejarah antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tersebut.

"Peristiwa qurban dalam kehidupan saat ini memberikan gambaran kepada kita bahwa untuk mendidik anak yang shalih, sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim, agar mendapatkan anak shaleh, maka terlebih dahulu orangtua (harus) menjadi orang shaleh. Karena setiap orangtua jadi tauladan untuk keluarga, bukan sekedar mencukupi makan dan kebutuhan anak," tegasnya.

Demikian halnya pula dengan seorang ibu. Berkaca dari peristiwa qurban ini, ibu, katanya, punya peranan tak kalah penting, terutama dalam membangun komunikasi yang baik dengan sang buah hati.

Sebagaimana yang telah dicontohkan Siti Hajar, sang istri Nabi Ibrahim yang tetap taat dan bersabar atas perintah Tuhan. Meskipun dengan begitu banyak cobaan berat.

"Dari kisah tersebut, semakin jelas bahwa mendidik anak menjadi anak shaleh selain orangtua memberikan contoh keshalihan, harus ada komunikasi antara anak dan orangtua. Juga lingkungan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT," sambungnya.

Komunikasi yang baik, jantannya, sangatlah penting. Sebab, tak jarang ada kondisi di mana orangtuanya shaleh, tapi sang anak justru terjerumus ke kenakalan remaja karena komunikasi yang buruk antara orangtua dan anak.

Ia juga mengingatkan pentingnya memberikan nafkah yang baik bagi anak. Sebab, rizki yang halal dan baik, akan berdampak baik pada si anak dalam segala aspek.

Sebaliknya, jika rizki atau nafkah yang diberikan adalah dari uang haram, sedikit banyak akan berimbas pada perilaku si anak. "Dalam pandangan Islam, apa yang dikonsumsi oleh tubuh manusia akan berpengaruh terhadap perilakunya," lanjutnya.

Karena itulah, katanya, Islam mewajibkan kepada setiap orangtua untuk memastikan berikan makanan halal bagi si buah hati. "Juga tak kalah penting, sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim, adalah berdoa," imbuhnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved