Guru SDN 07 Kepala Jungai Curhat di Secarik Kertas, Isinya Sangat Mengiris Hati!

Yustinus menceritakan Desa Kepala Jungai merupakan wilayah yang terletak di Uncak Sungai Melawi, masuk Kecamatan Ambalau Kabupaten Sintang Provinsi...

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK/RIZKY PRABOWO RAHINO
Secarik kertas yang ditulis oleh seorang guru SDN 07 Kepala Jungai berisi dambaan keberadaan tenaga medis di Desa Kepala Jungai Kecamatan Ambalau Kabupaten Sintang sejak 2014 silam. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG – Seorang guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) 07 Kepala Jungai Kecamatan Ambalau Yustinus Mikael Butur menyampaikan keluhan masyarakat yang mendambakan keberadaan tenaga medis di Desa Kepala Jungai sejak tahun 2014 silam.

Keluhan itu tertuang pada secarik kertas yang diterima Tribun Pontianak, Selasa (18/7/2017).

Pada sisi atas tertera judul tulisan yakni Pemerintah Lupa Menempatkan Tenaga Medis di Desa Kepala Jungai.

Yustinus menceritakan Desa Kepala Jungai merupakan wilayah yang terletak di Uncak Sungai Melawi, masuk Kecamatan Ambalau Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat.

Baca: Pontianak Tenggara Juara Pada Grand Final Antar Zona Kejuaraan Silat se-Kota Pontianak

Baca: Pria Ini Nikahi Dua Kekasihnya! Berikut Kisah Dua Wanita yang Saling Menerima

Satu diantara akses menuju Desa Kepala Jungai hanya lewat sungai dan menggunakan sampan. Untuk mencapainya harus melewati arus deras dengan riam atau ombak yang besar.

“Jika musim pasang tidak mampu dilewati, jika musim kemarau sangat susah dilewati. Karena sampan harus ditarik di atas batu melewati riam yang curam dan batu-batu yang besar menghalangi arus sungai,” tulisnya dalam surat.

Waktu tempuh menuju Desa Kepala Jungai dari ibukota kecamatan sangat tergantung kepada musim dan kendaraan yang dipakai. Pada masa lalu belum ada speedboat, hanya memakai sampan dan berkayuh.

“Memerlukan waktu tiga atau empat malam perjalanan kalau mudik. Sekarang, kalau memakai speedboat 15 Hp sehari perjalanan. Kalau pakai speedboat 40 Hp bisa ditempuh 4 atau 5 jam perjalanan menuju Pangkalan Buntut Tambuk. Jika air sungai agak pasang,” terangnya.

Jika pasang besar tidak bisa lewat.

Sampai di Pangkalan Buntut Tambuk, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki berkisar 1-2 jam.

Barang bawaan harus dipikul menuju tempat pemukiman, karena sampan tidak bisa lewat riam tambuk.

“Sebelum pemekaran desa, Desa Kepala Jungai penduduknya mencakup Kampung Kepala Jungai, Kampung Nanga Jengkarang, Kampung Nanga Jerabe,” paparnya.

Sekarang, Kampung Nanga Jengkarang dan Nanga Jerabe bergabung menjadi Desa Nanga Jengkarang dengan penduduk berkisar seribu lebih.

Desa Kepala Jungai dan Desa Jengkarang tidak ada sinyal Handphone (HP) dan terpencil.

“Di Desa Kepala Jungai ada Postu, Polides dan Rumah Bidan. Dulu ada petugas kesehatan ditempatkan di Desa Kepala Jungai, kalau yang pindah ada penggantinya,” ceritanya.

Tapi, semenjak tahun 2014 hingga sekarang tidak ada penggantinya.

Tidak ada petugas medis yang menetap di Desa Kepala Jungai.

Tenaga medis datang dari Kecamatan saat Posyandu. Namun, tidak pasti setiap bulannya.  

“Apakah pemerintah lupa menugaskan tenaga kesehatan di Desa Kepala Jungai ? Bagi masyarakat yang tidak mampu, jika sakit keras tinggal menunggu ajalnya, karena tidak ada biaya ke Puskesmas Kemangai,” tutupnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved