Editorial
MOMENTUM EVALUASI BIRO TRAVEL HAJI
Kemenag mencatat hanya 648 Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang terdaftar resmi di seluruh Indonesia.
Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Marlen Sitinjak
Masih segar ingatan kita kasus penipuan yang menimpa 147 jamaah calon Umrah dan haji Kota Pontianak.
Mereka korban penipuan Herman alias Uwak, 41, oknum guru sebuah SMA di Pontianak.
Bukannya dipakai untuk pengurusan haji, uang Dp 2 miliar yang diperoleh dari jamaah justru diselewengkan untuk usaha di Cibinong, Jawa Barat.
Herman akhirnya ditangkap di Kota Waringin, Kalimantan Tengah, pada 27 April 2016 silam.
Sebelumnya, sejak Desember 2015 sampai Maret 2016 sekitar 10.770 orang di seluruh Indonesia menjadi korban penipuan berkedok Umrah.
Mereka rata-rata adalah korban paket umrah murah dan sistem multi level marketing (MLM).
Kemenag mencatat hanya 648 Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang terdaftar resmi di seluruh Indonesia.
Sementara untuk mereka yang tidak memiliki izin, pemerintah pusat tidak memiliki daftarnya.
Kita berharap, terbongkarnya kasus penipuan calon haji menggunakan paspor palsu Filipina menjadi moment untuk meningkatkan pengawasan, menertibkan sekaligus menindak perusahaan travel-travel umrah dan haji nakal atau tak berizin.
Diperlukan kerjasama lintas instansi dengan Polri, Kemenlu, Kemenkum dan HAM, serta masyarakat luas agar kejadian serupa tak terulang.
Masyarakat juga harus cerdas, bila akan berhaji gunakan jalur resmi.
Kita juga mendukung langkah DPR seperti disampaikan anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi NasDem KH Choirul Muna, yang akan menggelar rapat kerja dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan jajarannya, setelah musim haji tahun ini untuk mengevaluasi biro perjalanan haji. Setelah itu umumkan travel yang kredibel dan travel nakal.
Sesuai ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan UU No. 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, mereka yang membuka jasa pelayanan umrah tanpa izin, dapat didenda lima ratus juta atau empat tahun penjara. (*)