Liputan Khusus
Cemburu Lihat Status Pasangan di FB, Banyak Pasangan Muda di Pontianak Bercerai
Kebanyakan pasutri muda yang dilatarbelakangi kecemburuan, baik suami yang cemburu melihat akun facebook istri maupun sebaliknya.
Penulis: Sahirul Hakim | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Angka Perceraian di Kota Pontianak begitu luar biasa. Berdasarkan data resmi yang diperoleh Tribun Pontianak dari Pengadilan Agama (PA) Pontianak, selama 2015, total angka perempuan yang bercerai mencapai 2.450 orang.
BACAJ UGA: Tahun 2015, Sebanyak 2.450 Wanita di Pontianak Menjanda
Yang mengejutkan, dari jumlah tersebut, mayoritas atau 1.433 merupakan janda muda dengan usia antara 17-35 tahun. Sisanya, 1.017 orang menjanda pada usia 36-40 tahun.
Kasus perceraian melibatkan ibu muda menurut Ketua Majelis dan Humas Pengadilan Agama Kelas I-A Pontianak, Rustam A. Kadri, karena beberapa faktor seperti secara kejiwaan mereka masih labil atau belum stabil sebab masih berusia muda.
Selain itu dampak kemajuan teknologi seperti adanya Hp Android atau smartphone, timbullah rasa kecemburuan akibat dari pengaruh media sosial (medsos) melalui SMS, BBM dan sebagainya yang nyasar atau dari status di facebook dan twitter.
Ini tentu menjadi alert atau peringatan bagi pasangan suami istri (pasutri) yang kecanduan update status di facebook untuk lebih hati-hati. Sebab berteman melalui facebook bisa berujung gugat cerai di pengadilan.
Kebanyakan pasutri muda yang dilatarbelakangi kecemburuan, baik suami yang cemburu melihat akun facebook istri maupun sebaliknya berisi status dan kalimat-kalimat mesra di akun facebooknya. Padahal bisa jadi itu hanya iseng.
"Ada juga faktor dari ekonomi, karena mereka selain kejiwaannya masih labil, juga dari segi ekonomi belum stabil sebab belum ada pekerjaan tetap. Ini jadi memicu juga terjadinya sengketa rumah tangga," jelasnya.
Berapa peluang mediasi dilakukan kedua belah pihak, Rustam menyatakan, mediasi memang sudah diatur dalam peraturan Mahkamah Agung nomor 1/2008. Sekarang sudah dipertegaskan lagi dengan peraturan MA nomor 1/2016.
"Makanya mediasi sangat diutamakan didalam perkara perceraian. Agar supaya menekan jumlah perceraian, yang diselesaikan di Pengadilan Agama. Kalau selesai mediasi tentu tidak sampai ke persidangan," ucapnya.
Namun demkian, kata Rustam, dari data yang ada selama ini pengadilan agama tetap berupaya, sebelum diperiksa majelis hakim harus selesaikan dulu secara proses mediasi.
"Tetapi keberhasilan mediasi, dalam kenyataan selama ini masih kecil. Jadi kalau dipresentasikan antara 1-5 persen," jelasnya.
Selain itu jelas Rustam, setelah akses perceraian biasanya muncul lagi setelahcerai pertama adalah bagaimana masalah hak asuh anak. Karena saat proses perceraian belum dibicarakan masalah hak asuh anak tersebut.
"Kedua barulah masalah harta bersama atau gono-gini, juga ketika perceraian belum diceritakan dalam persidangan. Setelah pasca perceraian secara inkrah (berkekuatan hukum tetap) barulah dipikirkan. Jadi mereka melakukan gugatan baru," ungkapnya.