Korupsi Dana Bansos
Ditetapkan Tersangka, Zulfadhli Enggan Mundur dari DPR
Nggak (mundur). Ini kan proses awal. Di DPR kan ada kode etik dan tata beracara
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Polda Kalbar telah menetapkan anggota DPR asal Golkar, Ir H Zulfadhli dan anggota DPR asal PPP, Usman Dja'far sebagai tersangka dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Pemprov Kalbar, 2006-2008.
Meski menyandang status tersangka, Zulfadhli menegaskan ia menolak mundur dari keanggotaan DPR. "Nggak (mundur). Ini kan proses awal. Di DPR kan ada kode etik dan tata beracara," kata Zulfadhli kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Rabu (28/1/2015).
Penetapan Zulfadhli dan Usman Dja'far sebagai tersangka diungkap langsung Kapolda Kalbar, Brigjen Arief Sulistyanto, Senin (26/1). "Alhamdulillah, audit perhitungan kerugian negaranya sudah keluar dan disampaikan kepada kami, Bansos Sudah dua tahun tak keluar-keluar," ungkap Arief.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar, Kombes Widodo, menambahkan kerugian perhitungan keuangan negara (PKN) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rp 5 miliar. Namun, jika digabung dengan KONI Kalbar, karena satu rangkaian maka, totalnya Rp 20 miliar.
Widodo menyebut, Polda Kalbar telah memeriksa 18 saksi. Delapan orang lainnya dibidik untuk dijadikan tersangka.
Zulfadhli menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPRD Kalbar periode 2004-2009. Sementara Usman Dja'far saat itu sebagai Gubernur Kalbar periode 2003-2008. Dana Bansos yang diduga dikorupsi berasal dari APBD Tahun Anggaran 2006-2008.
Sesuai aturan, seorang anggota DPR baru akan dinonaktifkan setelah status hukumnya naik menjadi terdakwa. Anggota DPR baru akan dipecat setelah menerima keputusan hukum tetap dari pengadilan. Zulfadhli berpatokan pada aturan itu. "Sebelum ada keputusan hukum tetap bahwa saya bersalah, saya tetap menjalankan tugas sebagai anggota dewan, karena ini amanat rakyat," tegas Zulfadhli.
Anggota Komisi X ini merasa tak terkait korupsi dana Bansos APBD Kalbar yang disangkakan kepadanya. "Saya baru baca di media (Soal status tersangka. Red). Ini kasus 2008. Sudah diproses. Seorang pejabat di Pemprov Kalbar sudah dipidana. Posisi saya sebagai Ketua DPRD dan Wakil Ketua KONI. Mantan Gubernur (Usman Jafar. Red) juga sudah jadi saksi. Saya sangat kooperatif. Tiba-tiba kemarin saya dapat kabar akan dipanggil sebagai tersangka," papar Zulfadhli.
Ia menegaskan akan menghormati proses hukum. Ia berjanji akan memenuhi panggilan dari Polda Kalbar. "Saya akan jelaskan semuanya. Saya yakin tidak tersangkut di permasalahan ini," ujarnya.
Polda Kalbar mengaku telah melayangkan panggilan pertama untuk Zulfadhli dan Usman Dja'far.
Panggilan itu dilayangkan ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Tribun mencoba menghubungi Usman Dja'far namun belum berhasil.
Nomor telepon anggota Komisi V DPR itu tidak aktif. Ketua MKD DPR, Surahman Hidayat, mengaku belum menerima surat penggilan dari Polda Kalbar, terkait pemeriksaan Zulfadhli dan Usman Dja'far.
Bila surat sudah diterima, MKD akan mempelajari kasusnya terlebih dahulu. Dalam konteks dua anggota DPR tersebut, mereka masih berstatus tersangka sehingga perlu verifikasi dari MKD.
"Kalau tersangka, itu kan masih perlu verifikasi. Sebab, anggota DPR ini kan politisi. Sangat rentan untuk dipolitisasi. Mungkin oleh kompetitornya yang kalah bersaing. Kompetotirnya saja doanya ingin di-PAW (Pergantian Antar Waktu). Kalau ada celah, dia (kompetitor) akan berbuat," tutur Surahman santai.
Politisi PKS ini mengaku saat ini, MKD belum bisa menangani Zulfadhli dan Usman Dja'far karena Peraturan DPR tentang Kode Etik dan Tata Beracara MKD belum disahkan DPR. "Kita belum ada aturan tata beracara-nya. Kode etiknya juga belum disahkan. Belum ada aturan legal," ujar Surahman.
Ketua DPR, Setya Novanto, menyatakan Zulfadhli dan Usman Dja'far harus mundur bila sudah ditetapkan bersalah dalam kasus korupsi dana Bansos itu. "Nanti ada proses kan, ada praduga tak bersalah. Kita tetap ikuti proses. Nanti kalau sudah menjadi terdakwa, baru mundur," kata Novanto di Gedung DPR, Senayan.