9 Siswa jadi Korban Cabul di Sungai Kakap

Sedangkan lima korban lain tidak bisa hadir memberikan keterangan dengan alasan ada keperluan lain.

Editor: Jamadin

Ia mengaku tak berani melapor dengan alasan kedua temannya yang lain sudah diancam PF. "Saya tidak berani melapor karena takut diancam dan foto disebarin. Kalau saya waktu itu disuruh kayak gitu sekitar setengah jam," kenangnya.

Hamzah (39), satu di antara orangtua siswa yang ditemui saat mendampinggi anaknya menuturkan, setelah mendapat laporan dari anaknya, keesokan harinya ia langsung mendatangi rumah PF. "Sampai saya mau balek dari rumahnya dia cium lutut saya, dia bilang jangan dilaporlah. Dia bilang saya ini mau kawin, Bang. Itu urusan kau mau kawin, tapi perbuatan kau tuh bagaimana. Jangan lapor pak, nantilah kita urus baik-baik," cerita menirukan ucapan PF.

Ia mengaku tak kenal dengan PF karena tak pernah kenal dan kampungnya jauh. "Karena dia mengajar di lingkungan sekolah makanya saya lapor ke pihak sekolah. Saya bilangkan saya tetap lapor ke pihak sekolah. Maunya saya laporkan ke sekolah dulu, setelah itu saya tunggu dari sekolah laporkan ke polisi. Harapan saya serahkan semuanya ke polisi, bagaimana-bagaimana. Kalau tertangkap ya biarkan saja polisi yang menghukum," harapnya

Sementara itu, Kapolsek Sungai Kakap AKP Abdul Hafiz, melalui Kanit Reskrim Ipda Andreas Ginting mengatakan, kasus tersebut terungkap berawal dari laporan masyarakat. Dari informasi itu pihaknya menelusuri tempat kejadian dan mendatangi pihak sekolah.

"Setelah kita menghimpun informasi, sesuai dengan informasi yang didapat dari guru mengatakan memang benar telah terjadi kasus sodomi yang dilakukan guru ekstrakulikuler karate. Dari kesempatan itu kita mengundang beberapa orangtua murid," ungkap Ipda Ginting.

Dari pemeriksaan, ada sembilan murid yang telah terdata sebagai korban sodomi. Keterangan para peserta ekstra kulikuler karate, kejadian ini sudah dilakukan sejak 2012. Ia mengaku anak-anak tersebut kurang terbuka mengungkapkan kejadian ini kepada orangtuanya.

"Menurut konfirmasi memang sudah ada tingkah laku dari murid, kemudian seorang guru menanyakan kenapa tidak ikut karate lagi, kemudian menceritakan. Bagaimana mau ikut karate kalau saya diperlakukan tidak senonoh," paparnya.

Dikatakan, pihak sekolah memang tidak ada upaya menutup-nutupi kasus tersebut. Hanya saja setelah terungkap pihak sekolah ternyata memfasilitasi membuat surat pernyataan dan tanpa melibatkan polisi.

"Karena petugas kita sebagai Babin ada, tapi tidak dilibatkan. Kami akui sedikit kecewa karena tidak melibatkan personil kita, baru hari ini kita mengetahui kejadian tersebut. Sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh mereka ternyata sudah dilakukan pada 15 Agustus," ungkapnya.

Hingga saat ini, lanjut Kanit, pelaku masih dalam pengejaran, karena setelah kepolisian mendapat informasi, langsung menuju kediaman pelaku namun sudah tidak ada di tempat. "Kita baru mengetahui kejadian ini tadi siang, kita langsung mendatangi rumah PF. Sampai di rumahnya ternyata PF sudah pergi, keterangan dari orangtuanya sudah pergi sejak pagi," terang Kanit.

Untuk sementara, pelaku akan dijerat dengan dua Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 82 dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun. Kedua, akan dikenakan KUHP pasal 292 dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun, dan maksimal 15 tahun. (Tribun Cetak)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved