Layanan Jampersal Dihentikan, Endang Indri: Jadi Kabar Yang Memprihatikan

Pengamat Sosial, Akademisi Untan Pontianak Endang Indri Listiani mengatakan dihentikannya layanan Jampersal tentu jadi kabar yang sangat memprihatinka

Penulis: Ishak | Editor: Madrosid

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ishak

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengamat Sosial, Akademisi Untan Pontianak Endang Indri Listiani mengatakan dihentikannya layanan Jampersal tentu jadi kabar yang sangat memprihatinkan.

Tentu ini akan jadi hal yang memberatkan, terutama bagi masyarakat prasejahtera yang sebelumnya menjadi penerima program.

Program ini sebenarnya masih sangat diperlukan. Hanya saja, jika sekiranya program ini memang harus dihentikan dengan berbagai alasan yang mendasarinya, penting bagi pemerintah lewat lembaga terkait mensosialisasikannya kepada masyarakat.

Baca: 69 Medali Pencak Silat Porprov Siap Diperebutkan

Walau bagaimanapun juga, jika proses sosialisasinya tak optimal, bukan tak mungkin banyak dari masyarakat beranggapan bahwa program ini masih ada. Dan mereka masih berharap bisa mengakses program Jampersal ini.

Pemerintah harus menjelaskan alasan kenapa program ini dihentikan. Sehingga masyarakat paham dengan alasan kebijakan tersebut.

"Mungkin bisa mengoptimalkan Puskesmas sebagai pusat informasi misalnya. Sehingga informasinya bisa tersebar luas dan bisa diterima masyarakat dengan baik," ujarnya.

Jika informasinya sudah tersampaikan, masyarakat juga tidak akan menyalahkan pemerintah. Sehingga masyarakat juga bisa mengambil langkah antisipatif yang bisa meringankan beban biaya saat persalinan, sebagai pengganti fasilitas Jampersal itu.

Karena itu, jelas mengoptimalkan sosialisasi terkait hal ini menjadi hal yang sangat penting dan perlu dilakukan. Supaya masyarakat paham dan tidak dibingungkan.

Jika tidak, kasus-kasus seperti di Kubu Raya di mana penerima Jampersal harus membayar sendiri biaya persalinan karena fasilitas Jampersal-nya tidak berlaku lagi ini, bisa saja terjadi lagi. Itu tentu jadi hal yang sangat memberatkan mereka, terutama yang datang dari kalangan prasejahtera.

Tapi jika sosialisasi sedari awal sudah dilaksanakan, setidaknya mereka bisa diarahkan untuk mencari alternatif lain. Seperti fasilitas BPJS bagi masyarakat kurang mampu misalnya, dan lain sebagainya.

Pemerintah daerah semestinya juga punya tanggungjawab terhadap masyarakatnya. Apalagi jika Jampersal ini tidak ada program penggantinya, bukan tak mungkin bisa meningkatkan resiko kematian ibu dan anak di satu daerah, yang mana itu juga menjadi indikator buruk bagi satu daerah itu sendiri.

Memang agak sulit jika harus menyediakan dana pengganti yang bersumber dari APBD untuk membiayai program ini saat dana APBN sudah tidak mencukupi lagi.

"Permasalahannya memang anggaran daerah tidak bisa digunakan begitu saja jika sebelumnya tak dianggarkan," tuturnya.

Karenanya, pemerintah daerah selaku eksekutif harus berkolaborasi dengan legislatif untuk memikirkan hal ini. Bagaimana jika di masa mendatang kondisi semacam ini terjadi lagi, ada pos dana yang bisa digunakan untuk memastikan layanan kepada masyarakat yang membutuhkan seperti ini bisa berjalan terus sebagaimana mestinya.

Harus dibicarakan bersama antara eksekutif dan legislatif. Ini harus jadi fokus yang benar-benar dibahas oleh dua pihak tersebut.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved