Tekan Inflasi Jelang Akhir Tahun, Pemprov Kalbar Rutin  Cek Harga Hingga Gelar Operasi Pasar

Ia juga menambahkan bahwa Pemprov Kalbar telah melakukan langkah antisipatif melalui pemantauan harga harian, operasi pasar, serta

Penulis: Anggita Putri | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
RAKOR INFLASI - Sekda Kalbar, Harisson usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Nasional yang dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, secara virtual dari Ruang Data Analisis Kantor Gubernur Kalbar, Senin 13 Oktober 2025. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat terus memperkuat koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan instansi terkait guna menjaga stabilitas harga pangan di tingkat daerah. 

Koordinasi ini terus diperkuat, untuk Pengendalian Inflasi menjelang akhir tahun 2025. 

“Fokus utama kami adalah menjaga ketersediaan beras, telur ayam ras, dan cabai merah karena komoditas ini paling sensitif terhadap inflasi,” ujar Sekda Kalbar,  Harisson usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Nasional yang dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, secara virtual dari Ruang Data Analisis Kantor Gubernur Kalbar, Senin 13 Oktober 2025.

Ia juga menambahkan bahwa Pemprov Kalbar telah melakukan langkah antisipatif melalui pemantauan harga harian, operasi pasar, serta memperkuat distribusi antar wilayah.

“Kami juga mendorong upaya stabilisasi harga melalui sinergi lintas sektor, baik dari sisi distribusi, produksi, maupun logistik. Dengan begitu, tekanan inflasi di Kalbar bisa tetap terkendali dan daya beli masyarakat terjaga,” tutupnya.

Mempawah Masuk dalam 50 Kota Prioritas Nasional Kota Industri, Begini Kata Ketua Apindo Kalbar

Dengan koordinasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah, diharapkan laju inflasi nasional, termasuk di Kalimantan Barat, dapat terus terkendali hingga akhir tahun 2025.

Adapun dalam Rapat koordinasi rutin yang digelar secara virtual yang dipimpin oleh Mendagri Tito, disampaikan juga terkait perkembangan inflasi nasional tahun ke tahun (year on year/ yoy) pada September 2025 tercatat sebesar 2,65 persen dibandingkan September 2024. 

“Angka ini menunjukkan peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 2,65?lam satu tahun terakhir, naik dari 2,31 % pada Agustus 2025. Dengan demikian, inflasi nasional bulan September berada pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya di tahun 2025,” jelas Tito.

Kelompok pengeluaran yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi tahunan (y-o-y) meliputi makanan, minuman, dan tembakau sebesar 5,01 % (andil 1,45 % terhadap inflasi total), perawatan probadi dan jasa lainnya sebesar 3,19 % (andil 0,16 % ), kesehatan sebesar 2,01 % (andil 0,06 % ), penyediaan makanan dan minuman restoran sebesar 1,80 % (andil 0,15 % ), serta perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 1,64 % (andil 0,38 % ).

Sementara itu, inflasi bulanan (Month to Month/m-t-m) tercatat sebesar 0,21 % pada September 2025 dibandingkan Agustus 2025. Hal ini berarti terjadi kenaikan harga rata-rata sebesar 0,21 % selama periode tersebut.

Menurut Mendagri, tekanan inflasi di bulan September 2025 masih bersumber utama dari kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, baik secara tahunan maupun bulanan.

“Komoditas seperti beras, daging ayam ras, bawang merah, dan cabai merah menjadi pendorong utama kenaikan harga. Selain itu, emas perhiasan juga tercatat memberikan andil signifikan terhadap inflasi periode ini,” ujarnya.

Dalam laporan Indeks Perkembangan Harga (IPH) per minggu kedua Oktober 2025, terpantau bahwa cabai merah dan telur ayam ras menjadi dua komoditas dengan tekanan harga tertinggi. 

Meskipun harga cabai merah relatif rendah, IPH-nya tinggi, sedangkan telur ayam ras memiliki harga sedang namun tekanan IPH yang kuat.

“Komoditas yang paling sering muncul dalam daftar 10 besar harga tertinggi nasional adalah telur ayam ras, daging ayam ras, bawang merah, bawang putih, cabai rawit merah, dan cabai merah keriting, yang menunjukkan tekanan harga luas di berbagai daerah,” ungkap Mendagri.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved