Pengesahan APBD-P 2018 Belum Ada Titik Temu, Ini Kata Sutarmidji
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menegaskan dirinya tidak bersedia menandatangani lantaran masih ingin mendalami lebih lanjut.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun 2018 Provinsi Kalimantan Barat belum ada titik temu.
Sempat dijadwalkan dilakukan pada Rabu (12/9/2018) lalu, agenda itu ditunda dengan perkiraan waktu satu hingga dua minggu ke depan.
Hal itu menyusul adanya Surat Gubernur Kalbar Sutarmidji berisi permohonan penundaan pengesahan APBD-P Tahun 2018.
DPRD Kalbarpun mengamini dan menjadwalkan akan ada pembahasan antara legislatif dan eksekutif yang ditarget segera rampung dalam masa waktu sesuai permohonan.
Baca: Diinisiasi Relawan, Gerindra Kalbar Sambut Baik Sandi Uno dan Targetkan 2 Juta Suara
Baca: Gelar Dialog Keummatan, IKADI Bahas Islam Rahmatan Lil Alamin
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menegaskan dirinya tidak bersedia menandatangani lantaran masih ingin mendalami lebih lanjut.
Terlebih, adanya kondisi defisit APBD Tahun 2018 sekitar Rp 691 Miliar.
“Saya tegaskan bahwa defisit itu riil, gak mungkin potensi. Saya tidak mau menandatangani itu. Setelah saya lihat dan baca, itu bisa mencelakakan saya sebagai Gubernur,” ungkapnya kepada Tribun Pontianak di Kantor Gubernur Kalbar, belum lama ini.
Ia menimpali kondisi itu juga bisa menghambat program-program pemerintah saat sekarang dan tahun-tahun mendatang.
“Bayangkan misalnya Rp 382 Miliar. Kalau belanja langsungnya Rp 700 Miliar, maka itu sekitar 50 persen dari belanja langsung. Jadi, apalagi yang mau kita buat. Itu akan stagnan sampai lima tahun yang akan datang,” terangnya.
Kondisi defisit APBD, kata dia, harus diaudit kembali oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar diketahui jelas peruntukannya. Defisit APBD Tahun 2018 itu tentu membuat kaget. Ia paham defisit bisa saja terjadi ketika belanja lebih besar dari pendapatan. Namun, kenyataannya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kalimantan Barat meningkat.
“Artinya, tidak ada alasan untuk defisit karena pendapatan meningkat. Defisit itu bisa terjadi kalau pendapatan tidak terealisasi dan belanja sudah dilaksanakan. Masalahnya, sekarang pendapatan terealisasi sesuai dengan yang dicantumkan. Tapi ngape defisit ? Berarti kan ade yang salah,” jelasnya.
Midji sapaannya menekankan bahwa dirinya ingin bahwa masalah anggaran harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ia tidak ingin ada cara penyelesaian yang salah dalam tata kelola keuangan daerah.
“Defisit APBD ini terjadi karena tata kelola dan perencanaan yang tidak baik. Artinya, belanja lebih besar dari pendapatan. Kalau itu terjadi di belanja langsung, di belanja modal maka menyalahi aturan. Karena tidak boleh belanja itu di poin-poin atau hal-hal yang tidak pernah direncanakan dan tidak tertuang di dalam APBD. Saya masih ingin mendalami,” tegasnya.
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu juga mencontohkan bahkan ada belanja langsung yang berkurang satu persen lebih, namun belanja pegawai atau langsung meningkat hingga 28 persen.