Keterbatasan Anggaran Masih Jadi Problem Pendidikan Kalbar
Kebijakan pendidikan yang diatur oleh Pemerintah Pusat, terang Agus, membatasi gerak sekolah untuk mencari penggalangan dana.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Berbagai persoalan bidang pendidikan diakui begitu kompleks, satu diantaranya keterbatasan anggaran. Kepala Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Kalimantan Barat, Agus Priyadi mengatakan hingga kini segi anggaran masih jadi keluhan satuan pendidikan berstatus negeri mulai jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) dinilai masih belum cukup mampu menopang operasional sekolah-sekolah.
Baca: Wabup Hadiri Festival Pamole Beo Banyak di Embaloh Hulu
Baca: Personel Polsek Jawai Berikan Pengamanan Ibadah Minggu di Gereja GKKB Sentebang
Baca: Gara-gara Konser Celine Dion, Maia Estianty Beri Julukan Khusus untuk Yuni Shara
“Dana BOS dianggap sudah cukup padahal kenyatannya tidak. Masih jauh dari harapan,” ungkapnya di Kantor Ombudsman Kalbar, belum lama ini.
Ia menimpali persoalan mendasar yang jadi keluhan adalah masih banyak hal yang harus dibenahi terkait dunia pendidikan di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat.
“Karena keterbatasan dana, timbul pemikiran darimana sekolah mendapat uang untuk memenuhi segala kebutuhan operasional sekolah yang masih kurang,” terangnya.
Kondisi ini mengakibatkan sekolah-sekolah harus putar otak dan mencari strategi agar operasional berlangsung di tengah kekurangan dana.
Tidak jarang kondisi ini membuat sekolah harus mengorbankan tenaga-tenaga honorer.
“Gaji honorer diturunkan oleh pihak sekolah untuk mengatasi kekurangan dana. Ini sangat bertentangan dan melanggar hak asasi. Seharusnya dinaikkan bukan malah diturunkan gajinya,” imbuhnya.
Kebijakan pendidikan yang diatur oleh Pemerintah Pusat, terang Agus, membatasi gerak sekolah untuk mencari penggalangan dana.
Padahal, Undang-Undang menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak hanya brsumber dari dana pemerintah saja, namun juga swasta dan masyarakat.
“Mestinya ada satu regulasi yang mengatur bagaimana caranya sekolah mencari dana sendiri. Jadi, seperti perguruan tinggi,” katanya.
Namun, ia katakan bahwa kendati nantinya ada partisipasi pihak ketiga, hal itu juga dinilai masih belum mampu menyelesaikan permasalahan pendidikan.
“Kalbar bukan daerah yang memiliki banyak perusahaan tambang. Di daerah yang memiliki banyak perusahaan tambang saja tidak mampu, apalagi di Kalbar,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala UPT TIKP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Barat, Sukaliman tidak menampik bahwa keberadaan dana BOS dan BOSDA masih belum bisa menyelesaikan masalah pendidikan di Kalbar.