Komisi Informasi Harap Pemeringkatan Keterbukaan Informasi Tidak Jadi Momok Bagi Badan Publik

Chatarina Pancer Istiyani berharap pemeringkatan keterbukaan informasi yang dilakukan oleh pihaknya tidak jadi momok bagi badan-badan publik

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Madrosid
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/RIZKY PRABOWO RAHINO
 (Kiri-Kanan) – Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Komisi Informasi (KI) Provinsi Kalbar Syarif Muhammad Herry, Ketua Komisi Informasi Provinsi Kalbar Rospita Vici Paulyn, Bidang Advokasi Sosialisasi dan Edukasi (ASE) Chatarina Pancer Istiyani dan Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI)/Wakil Ketua KI Provinsi Kalbar Abang Amirullah saat konferensi pers usai kegiatan di ruang rapat Wakil Gubernur Kantor Gubernur Kalbar, Jalan Ahmad Yani 1 Pontianak, Jumat (8/6/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Anggota Komisioner Bidang Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi (ASE) Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat, Chatarina Pancer Istiyani berharap pemeringkatan keterbukaan informasi yang dilakukan oleh pihaknya tidak jadi momok bagi badan-badan publik di Provinsi Kalimantan Barat.

“Karena sudah sosialisasi, maka badan publik sudah siap menerima konsekuensi untuk memperbaiki pengelolaan dan keterbukaan informasi. Badan publik yang tidak mengembalikan kuosioner akan kita umumkan,” ungkapnya saat konferensi pers usai kegiatan di ruang rapat Wakil Gubernur Kantor Gubernur Kalbar, Jalan Ahmad Yani 1 Pontianak, Jumat (8/6/2018).

Baca: Dorong Percepatan Keterbukaan Informasi, KI Kalbar Lakukan Pemeringkatan Badan Publik

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) tahun 2017 lalu, Provinsi Kalimantan Barat menempati rangking pertama tingkat nasional. Pada tahun 2018 ini, tentu jadi semacam pegangan untuk lebih memperbaiki kinerja badan-badan publik dan meningkatkan keterbukaan informasi publik.

“Penilaian akan dilakukan lebih serius dan total dibandingkan tahun lalu. Baik jumlah keikutsertaan badan publik maupun lainnya,” katanya.

Saat penilaian, KI akan melibatkan peran akademisi, pemerintah, masyarakat dan media. Pemeringkatan keterbukaan informasi, kata Chatarina, ibarat harga diri bagi badan publik.

“Ketika sungguh-sungguh mengimplementasikan pada dasarnya bukan angka yang jadi tujuan akhir, namun pelayanan mereka sendiri. Jika badan publik tidak mengikuti proses ini, tentu saja harga diri mereka akan tersentuh dan dianggap tidak patuh terhadap implementasi Undang-Undang,” terangnya.

Baca: Sidang Paripurna Ke 2 Tahun Ini, Kuswandi Resmi Jabat Wakil Ketua DPRD Kapuas Hulu

Chatarina menegaskan KI melakukan pemeringkatan badan publik berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ia menambahkan tidak ada sanksi bagi badan-badan publik yang tidak ikut pemeringkatan. Namun, ketidakpatuhan badan publik itu akan diumumkan ke masyarakat luas.

“Kecuali jika melanggar UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, itu ada sanksi pidana. Pada pasal 52 dinyatakan kalau tidak menyediakan informasi atau digarisbawahi merugikan pihak tertentu maka akan disanksi satu tahun penjara dan/atau denda 5 juta rupiah. Dendanya kecil, tapi harga dirinya itu dipertaruhkan,” tukasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved