9 Siswa jadi Korban Cabul di Sungai Kakap

Sedangkan lima korban lain tidak bisa hadir memberikan keterangan dengan alasan ada keperluan lain.

Editor: Jamadin

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KUBU RAYA - Belum hilang ingatan publik atas kasus pelecehan seksual yang menimpa siswa TK di Jakarta Internasional School (JIS) Maret 2014 silam disusul kasus sodomi terhadap 114 anak di Sukabumi, Jawa Barat, kini kasus serupa terjadi di suatu sekolah di kawasan Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Terduga pelakunya guru ekstrakuler beladiri, dan sejauh ini sudah ada sembilan siswa SMP yang menjadi korban kebejatan guru tersebut.

Terungkapnya kasus pencabulan, di antaranya disodomi yang sebenarnya sudah lama berlangsung ini berawal dari pengakuan siswa SMP berinisial SH (14) kepada orangtuanya pada Kamis (14/8/2014). Dari pengakuan SH itu, ternyata ada sembilan orang anak di bawah umur yang telah menjadi korban perlakuan tidak senonoh terduga pelaku berinisial PF (28).

Pelaku tercatat yang sebagai warga Parit Leban RT 28/ RW 09 Desa Punggur Kecil, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya itu merupakan pelatih karate di program ekstra kurikuler di sekolah tersebut. Namun saat ini PF sudah melarikan diri dari rumahnya sejak Minggu (17/8) pagi.

Dari sembilan korban perlakuan tidak senonoh tersebut, baru empat orang yang lapor ke Polsek Sungai Kakap, Minggu (17/8) sore. Satu di antara korban juga langsung dibawa ke Puskesmas setempat untuk menjalani visum. Hasil visum tersebut korban positif telah menjadi korban sodomi. Sedangkan lima korban lain tidak bisa hadir memberikan keterangan dengan alasan ada keperluan lain.

Keempat korban warga Punggur Kecil yang datang tersebut masing-masing adalah S (14), T (14), M (16), dan A (13). Mereka semua merupakan teman belajar di sekolah yang sama dan menjadi korban ketika menjadi murid karate PF beberapa waktu yang lalu.

S yang sedang membuat laporan ke kantor polisi ketika ditemui kemarin menceritakan, dirinya baru saja belajar karate bersama PF dua hari. Namun Ia sudah mengalami hal yang tidak senonoh dari pelatih karatenya tersebut. Karena tidak terima atas perlakuan tersebut, akhirnya S memutuskan berhenti latihan.

"Hari pertama cuma latihan biasa di sekolah dari jam tiga sore sampai jam lima sore. Hari kedua di SMAN 8, Jl Ampera dari jam tiga sampai jam lima sore juga. Terus pulang dari sana itulah saya dibawa ke rumahnya. Saya disuruh buka pakaian di dalam kamar dia. Katanya mau lihat badan saya, lalu disuruh isap (maaf) alat vital dia, dia mengancam kalau melawan akan disebarkan foto," ungkapnya.

S tidak berani menolak perintah dari PF karena dirinya sudah difoto telanjang dengan posisi berdiri. Kemudian akan diancam dipermalukan dengan menyebar foto-foto tersebut. "Foto telanjang itu akan disebarkan, karena dia suruh saya berdiri telanjang baru di fotonya," katanya

Perbuatan tersebut dilakukan selama dua kali. Dari pukul 21.00 WIB hingga pukul 23.00. Pagi harinya baru S diantar pulang dan diberikan dogi karate. "Alasan dia ngajak saya masuk kamar itu mau masukkan data. Kami masuk kamar pukul delapan malam, sekitar pukul 9 malam dia suruh saya telanjang, baru saya disuruh lakukan itu," paparnya.

Pada hari ketiga ia tidak latihan lagi. Kemudian ada adik terduga pelaku jemput S. "Saya bilang tidak mau latihan karena sakit. Terus saya balikkan baju yang sudah dikasihkan ke saya. Adiknya pulang dan saya dimarah bapak karena tidak latihan. "Buat malu jak baru dua kali latihan udah tadak ikut lagi," tuturnya menirukan kata-kata ayahnya.

Setelah ia dimarahi ayahnya, barulah S cerita ke sang ayah dia sudah disuruh melakukan hal tersebut. Kejadian hari Rabu malam, Kamis tidak datang lagi. "Cuma dia bilang jangan kasi tahu siapa-siapa ya, kena kau nanti tuh," tambahnya.

Akibat kejadian tersebut, S mengakui benci dengan PF dan merasa dendam. Namun jika ketemu PF ia juga trauma. "Trauma saya lihatnya, benci juga. Kalau bisa cepat-cepat dia dihukum," kata siswa kelas 1 SMP tersebut.

Perasaaan yang sama juga dirasakan T (14). Siswa kelas tiga SMP tersebut mengaku mengalami kejadian serupa dua tahun lalu saat masih kelas 1 SMP. "Saya waktu kelas satu SMP kan ikut latihan karate juga, baru empat kali dilakukan sama saya. Naik kelas dua baru saya berhenti latihan karate karena takut disuruh gitu lagi," katanya.

T mengatakan, tidak berani melapor karena takut dengan ancaman-ancaman PF yang katanya akan nyebarkan foto kalau bilang-bilang ke orang. "Saya juga diancam foto akan disebarin kalau melapor. Selain di rumahnya, saya juga pernah disuruh melakukan hal tersebut di ruangan lab sekolah," akunya.

Korban lainnya adalah M (16) yang duduk di kelas 3. Ia menerangkan kejadian yang dialaminya juga saat masih kelas 1 SMP. Ketika naik kelas dua ia berhenti latihan karate. "Kalau saya sudah lebih dari 20 kali disuruh melakukan hal seperti itu, tapi waktu masih kelas 1, naik kelas 2 saya ndak latihan lagi," ceritanya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved