Ragam Contoh

Asal-Usul dan Makna Mistis Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral yang Absen di Jumenengan Pakubuwono XIV

Tarian yang selama ini identik dengan prosesi kenaikan takhta raja tersebut dikenal memiliki nilai mistis sekaligus filosofis yang sangat kuat

Tribun Pontianak
ADAT- Tarian sakral Bedhaya Ketawang menjadi sorotan publik setelah tidak ditampilkan dalam rangkaian upacara Jumenengan Pakubuwono XIV.  

Dalam kepercayaan masyarakat, setiap pementasan Tari Bedhaya Ketawang diyakini turut dihadiri Kanjeng Ratu Kidul yang ikut menari bersama para penari. Biasanya, tarian ini diperagakan oleh sembilan penari perempuan.

Menurut keyakinan Jawa, Kanjeng Ratu Kidul akan hadir sebagai penari kesepuluh yang tidak kasatmata.

Syarat Tari Bedhaya Ketawang

Sebagai tarian sakral, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi para penarinya. Syarat utama adalah para penari harus berstatus gadis yang masih suci dan tidak sedang mengalami menstruasi.

Jika ada penari yang tengah haid, mereka wajib memohon izin khusus kepada Kanjeng Ratu Kidul melalui ritual Caos Dhahar di Panggung Sanga Buwana Keraton Kasunanan Surakarta. Ritual tersebut biasanya disertai puasa selama beberapa hari sebelum pementasan berlangsung.

Kesucian para penari dipandang sebagai unsur penting dalam menampilkan Tari Bedhaya Ketawang. Saat pertunjukan berlangsung, tarian ini diiringi Gending Ketawang Gedhe dengan laras pelog.

Alat musik yang digunakan meliputi kethuk, kenong, gong, kendhang, dan kemanak. Tarian Bedhaya Ketawang terdiri dari tiga bagian. Di tengah pertunjukan, iringan musik akan beralih ke laras slendro sebanyak dua kali, kemudian kembali lagi ke pelog hingga tarian selesai.

Selain iringan gamelan, pertunjukan ini juga disertai tembang yang berisi ungkapan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada raja. Dalam hal busana, para penari menggunakan pakaian adat pengantin perempuan Jawa, yakni dodot ageng atau busana basahan.

Rambut para penari disanggul dengan gaya gelung boor mengkurep, yaitu model sanggul yang ukurannya lebih besar dibandingkan gelungan gaya Yogyakarta.

Terbaru, Upacara jumenengan dalem nata binayangkare untuk penobatan Raja Keraton Surakarta, SISKS Pakubuwono (PB) XIV, tetap dilaksanakan pada Sabtu 15 November 2025.

Namun, prosesi tersebut berlangsung tanpa pementasan Tari Bedhaya Ketawang yang biasanya menjadi unsur utama dalam rangkaian adat.

Dalam upacara tersebut, Putra Mahkota KGPAA Hamengkunegoro atau Gusti Purboyo akan resmi dinyatakan sebagai PB XIV, menggantikan PB XIII yang telah berpulang beberapa waktu sebelumnya. Putri sulung PB XIII, GKR Timoer Rumbay Kusuma Dewayani, menjelaskan bahwa Bedhaya Ketawang tidak ditampilkan karena Keraton Surakarta masih berada dalam masa berkabung.

“Bedhaya Ketawang kan sebuah tarian yang memerlukan ritual khusus dan ada seremonial. Kita masih berkabung jadi tidak diadakan," ujar Timoer, dikutip dari Kompas.com. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved